Pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) di sektor perbankan tengah menjadi sorotan. Industri perbankan yang gencar mengejar dana murah alias CASA (current account saving account) dihadapkan pada tantangan likuiditas yang semakin ketat dan persaingan yang semakin sengit. Kondisi ini diperparah dengan kontraksi DPK perorangan yang terus berlanjut.
Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan DPK pada Januari 2025 mencapai Rp8.599,4 triliun, tumbuh 5,3% (year on year/yoy). Namun, DPK perorangan justru mengalami kontraksi 2,6%, lebih dalam dibandingkan angka 2,1% pada Desember 2024. Ini menandai tiga bulan berturut-turut DPK perorangan mengalami penurunan, sementara penyaluran kredit tetap kuat di angka Rp7.684,3 triliun atau tumbuh 9,6% (yoy). Hal ini mencerminkan ketidakseimbangan antara pertumbuhan kredit dan penghimpunan dana, yang dapat berdampak pada likuiditas perbankan.
Kondisi ini diakui oleh para bankir. Steffano Ridwan, Presiden Direktur Maybank Indonesia, mengatakan bahwa meningkatkan penghimpunan dana murah bukanlah hal mudah, terutama dalam situasi likuiditas yang ketat. Strategi Maybank difokuskan pada peningkatan layanan yang cepat, aman, dan berbasis digital. “Kami akan terus fokus pada layanan yang baik dan program pembayaran yang memudahkan nasabah,” ujarnya. Digitalisasi menjadi salah satu kunci utama dalam menarik dan mempertahankan nasabah di tengah ketatnya kompetisi perbankan.
Baca juga : Surganya Kuliner! Ini Dia Rekomendasi Kuliner di Malang

Senada dengan Steffano, Lani Darmawan, Presiden Direktur CIMB Niaga, menyebut kontraksi DPK perorangan di awal tahun sebagai peristiwa musiman. Meski demikian, ia mengakui ketatnya likuiditas tahun ini akan menghambat pertumbuhan CASA yang pada tahun lalu mencapai 14% yoy. “Target pertumbuhan CASA tahun ini tidak akan setinggi tahun lalu,” akunya. Artinya, bank harus mencari alternatif lain dalam mengelola likuiditas mereka.
Allo Bank juga memiliki strategi tersendiri. Indra Utoyo, Direktur Utama Allo Bank, menjelaskan bahwa pihaknya fokus pada pengembangan nilai produk pendanaan, terutama produk tabungan dengan cost of fund rendah. Inovasi produk digital seperti Allo Grow, yang diluncurkan pada Agustus 2023, dirancang untuk menarik segmen anak muda yang lebih melek teknologi dan cenderung memilih layanan keuangan berbasis digital.
Berbeda dengan strategi bank swasta, Bank Jatim memilih opsi menerbitkan obligasi untuk mengatasi tantangan ini. Busrul Iman, Direktur Utama Bank Jatim, mengatakan bahwa mengandalkan CASA saja tidak cukup. “Strategi pendanaan harus lebih efisien dan efektif, termasuk aspek stabilitas jangka panjang. Penerbitan obligasi menjadi salah satu opsi,” tegasnya. Dengan demikian, perang likuiditas ini jelas menuntut strategi cerdik dari para pemain perbankan agar tetap kompetitif di tengah kondisi yang menantang.
Baca juga : IHSG Ambrol! Asing Kabur Bawa Rp 1,78 Triliun















