Suaramedia.id – Gelombang kesulitan ekonomi tengah menerjang kelas menengah Indonesia. Bukan sekadar isu, data transaksi keuangan dari beberapa bank besar menunjukkan penurunan drastis yang mengkhawatirkan. Fenomena ini bukan hanya sekadar penurunan daya beli, melainkan indikasi kuat terjadinya pergeseran kelas sosial yang signifikan.
Data BPS menunjukkan penurunan jumlah kelas menengah dari 57,33 juta jiwa (21,45% penduduk) pada 2019 menjadi 47,85 juta jiwa (17,13%) pada 2024. Artinya, 9,48 juta warga kelas menengah tergelincir ke kelompok rentan miskin atau aspiring middle class. Kelompok rentan miskin sendiri meningkat tajam dari 54,97 juta jiwa (20,56%) menjadi 67,69 juta jiwa (24,23%) dalam periode yang sama.

Bank Jatim (BJTM) mencatat penurunan tajam transaksi QRIS sejak Juni hingga Agustus 2024. Nominal transaksi anjlok dari Rp176,30 miliar di Juni menjadi Rp127,91 miliar di Juli, dan hanya sedikit naik menjadi Rp130,51 miliar di Agustus. Meskipun transaksi delapan bulan terakhir menunjukkan peningkatan jika dibandingkan Januari (Rp76,11 miliar), tren penurunan tiga bulan terakhir ini beriringan dengan deflasi inti selama empat bulan berturut-turut sejak Mei.
Nasib serupa dialami OK Bank Indonesia. Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, mengungkapkan penurunan tabungan sekitar 12% secara tahunan (yoy) hingga 4 September 2024. Ia menjelaskan, penurunan daya beli membuat nasabah mengutamakan pengeluaran untuk kebutuhan pokok. Hal ini terlihat dari perubahan pola transaksi, dengan penurunan transaksi di sektor hiburan dan restoran, namun peningkatan di sektor bahan makanan dan kebutuhan rumah tangga.
BJB (BJBR) juga merasakan dampaknya. Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, menyatakan frekuensi transaksi masih tumbuh, tetapi nilai transaksinya menurun. Ia mencontohkan, jika sebelumnya nasabah menghabiskan Rp100.000 untuk 10 barang, kini dengan nominal yang sama hanya bisa membeli 8-9 barang. Ini menunjukkan tekanan inflasi terhadap daya beli.
Bahkan BCA (BBCA), bank swasta terbesar di Indonesia, tak luput dari dampak ini. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengakui bahwa kredit ritel terdampak, meskipun transaksi QRIS dan debit relatif stabil. Ia menambahkan bahwa kredit konsumsi seperti KPR dan KKB masih tumbuh positif berkat suku bunga yang rendah.
Data-data ini menjadi bukti nyata bahwa kelas menengah Indonesia tengah menghadapi tantangan ekonomi yang serius. Penurunan daya beli dan pergeseran kelas sosial ini membutuhkan perhatian serius dari pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk merumuskan solusi yang tepat dan menyeluruh.















