Dunia penagihan utang di Indonesia menyimpan kisah menarik, bahkan legendaris. Tiga nama kerap disebut sebagai “Raja” debt collector: John Kei, Hercules, dan Basri Sangaji. Ketiganya bukan sekadar penagih utang biasa, melainkan tokoh yang menandai era tertentu dalam sejarah dunia gelap Jakarta.
Profesi debt collector sendiri sudah dikenal luas di Indonesia. Baik lewat jalur legal maupun ilegal, mereka menjadi ujung tombak penagihan bagi berbagai pihak, seringkali dengan metode yang kontroversial dan menakutkan. Ketiga nama di atas pun melekat erat dengan citra tersebut, bahkan menjadi populer berkat kasus-kasus kekerasan yang melibatkan mereka.
Baca juga: IHSG Ambles 7,9%, Asing Kabur Bawa Rp 3,87 Triliun!

John Kei muncul di Jakarta pada 1992, seolah mencari perlindungan dari masalah hukum di Maluku dan Surabaya. Basri Sangaji datang untuk mengadu nasib, sementara Hercules tiba di ibukota karena pernah menjadi Tenaga Bantuan Operasi (TBO) Kopassus di Timor Timur.
Hercules, seorang preman ternama di era Orde Baru, sering terlihat membawa senjata tajam. Menurut Ian Douglas Wilson dalam bukunya "Politik Jatah Preman" (2018), awalnya mereka dibutuhkan untuk menjaga "ketertiban" di suatu wilayah. Mereka memulai sendirian, lalu membentuk kelompok yang terdiri dari sesama perantau dari daerah asal mereka. Kelompok John Kei dan Basri Sangaji umumnya beranggotakan orang Ambon, sementara Hercules memimpin kelompok dari Timor.
Ketiganya menjadi figur kharismatik bagi para pendatang, menginspirasi banyak orang untuk mengikuti jejak mereka. Kelompok-kelompok ini sering terlibat bentrokan di Jakarta era 1990-an, mengakibatkan banyak korban jiwa. Wilson menggambarkan mereka sebagai mafia yang beroperasi di dunia gelap.
Sejak 1990-an, bisnis mereka bergeser dari premanisme ke penagihan utang dan makelar tanah. infomalang.com/ melaporkan, pertumbuhan sektor keuangan dan perbankan swasta, dibarengi krisis ekonomi dan kredit macet, membuat kelompok-kelompok ini beralih profesi menjadi debt collector. Mereka juga dibutuhkan untuk mengamankan lahan di Jakarta yang saat itu masih semrawut.
Kepopuleran dan kekuasaan mereka membuat bisnis penagihan utang berkembang pesat, bahkan menciptakan gurita bisnis yang melibatkan banyak anak buah. Persaingan antar kelompok pun tak terhindarkan, termasuk perselisihan antara kelompok Hercules dan Basri Sangaji, bahkan terkait tuduhan pembunuhan. John Kei pun pernah menghadapi dakwaan pembunuhan.
Meskipun para "Raja" debt collector ini sudah menua, dipenjara, atau bahkan dikabarkan bertaubat seperti Hercules, warisan dan dampak dari kelompok-kelompok mereka masih terasa hingga kini. Perselisihan antar etnis dan identitas debt collector yang lekat dengan orang Indonesia Timur masih menjadi realitas yang kompleks. Kisah mereka menjadi bagian penting dari sejarah dunia bawah tanah Indonesia. John Kei saat ini kembali mendekam di penjara atas kasus penyerangan.















