Breaking

Dolar Anjlok! Dunia Waspada, Ekonomi Global Terancam?

Pelemahan dolar AS yang mendadak telah menjadi isu global yang mengkhawatirkan. infomalang.com/ melaporkan, penurunan nilai dolar ini semakin memperparah kerugian para penjual asing akibat tarif impor yang diterapkan sebelumnya.

Baca Juga : Sejarah dan Filosofi Bebek Carok: Kuliner Khas Madura di Malang yang Menggugah Selera

Dilansir dari Wall Street Journal, mata uang Amerika Serikat kembali merosot tajam, menyentuh level terendah terhadap euro, yen Jepang, dan franc Swiss. ICE U.S. Dollar Index mencatat penurunan 8% sepanjang tahun ini, menjadi awal tahun terburuk dalam sejarah 40 tahun indeks tersebut.

Dolar Anjlok! Dunia Waspada, Ekonomi Global Terancam?
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Sebagai mata uang utama dalam perdagangan dan keuangan global, pergerakan dolar memiliki dampak signifikan ke seluruh dunia. Menurut Derek Halpenny dari MUFG, pelemahan dolar tidak lagi mampu mengimbangi beban tarif bagi konsumen AS, malah merugikan eksportir asing. Keuntungan perusahaan asing yang beroperasi di AS menurun saat dikonversi ke mata uang negara asal mereka, sementara barang-barang produksi asing menjadi lebih mahal bagi konsumen Amerika.

Toyota, misalnya, diperkirakan akan terdampak akibat penguatan yen dari 157 menjadi 143 per dolar AS sejak awal tahun. Selama bertahun-tahun, yen yang lemah justru mendongkrak keuntungan Toyota dan eksportir besar Jepang lainnya. Eropa juga tak luput dari dampaknya. Pergerakan nilai tukar diperkirakan menekan kinerja perusahaan barang mewah seperti Prada dan LVMH, serta produsen minuman seperti Campari dan Pernod Ricard. UBS bahkan menyebut fluktuasi kurs sebagai ancaman serius bagi industri ini.

Deutsche Bank menurunkan proyeksi laba emiten Stoxx Europe 600 dari 6% menjadi 4%, dan memperingatkan bahwa jika euro tetap menguat, pertumbuhan ekonomi bisa turun satu poin persentase lagi.

Pelemahan dolar ini mengejutkan banyak pihak karena bertentangan dengan teori ekonomi yang menyatakan mata uang biasanya melemah ketika dikenai tarif untuk menstabilkan harga barang. Investor justru menjual aset dolar AS karena ketidakpastian kebijakan perdagangan dan memindahkan dana ke mata uang negara mereka.

Kekhawatiran juga muncul mengenai dampak kebijakan perdagangan AS terhadap perekonomian dalam negeri. Status dolar sebagai aset aman kini dipertanyakan. Gedung Putih belum menunjukkan sikap konsisten terhadap nilai tukar dolar, meskipun beberapa penasihat ekonomi Trump mendukung dolar yang lebih lemah.

Mata uang asing yang lebih kuat diperkirakan akan memperlambat pertumbuhan ekonomi di Eropa, Inggris, dan Jepang yang sudah lesu. Penurunan minat wisatawan AS juga akan berdampak negatif pada aktivitas ekonomi di negara tujuan wisata.

Shaan Raithatha dari Vanguard memangkas proyeksi pertumbuhan zona euro menjadi 0,8% pada 2025 (dari sebelumnya 1%), dan menjadi 1% pada tahun berikutnya (dari sebelumnya 1,6%) karena tekanan tarif dan penguatan mata uang. Ia bahkan memprediksi risiko Eropa kembali ke era inflasi sangat rendah setelah tren inflasi tinggi pasca-Covid.

Bank Sentral Eropa dan Bank of Korea diperkirakan akan memangkas suku bunga, sementara Swiss mungkin mengambil langkah darurat untuk memangkas suku bunga sebelum pertemuan resmi pada Juni. Nilai tukar franc Swiss telah melonjak lebih dari 10% terhadap dolar AS sepanjang tahun ini, memicu ancaman deflasi dan membuat produk Swiss lebih mahal di pasar global.

Bagi pelaku usaha luar negeri, dolar yang lemah memperburuk situasi ekonomi yang sudah sulit, terutama bagi perusahaan kecil yang paling rentan.

Baca Juga : Daftar Menu Depot Tanjung Api Beserta Harganya. Simak Harganya !