Bank Indonesia (BI) kembali membuat keputusan mengejutkan! Dalam rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 22-23 April 2025, BI memutuskan untuk mempertahankan BI Rate di level 5,75%. Keputusan ini diambil di tengah potensi perlambatan ekonomi global, termasuk Indonesia, yang diakui oleh Gubernur BI, Perry Warjiyo.
Perry menjelaskan, keputusan mempertahankan suku bunga tersebut sejalan dengan upaya menjaga inflasi 2025 dan 2026 tetap di kisaran 2,5% ± 1%. Selain itu, langkah ini juga bertujuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah dan mendukung pertumbuhan ekonomi. Ia mengakui adanya perlambatan ekonomi global tahun ini, yang diperkirakan turun dari 3,2% menjadi 2,9%, akibat perang tarif dagang antara Amerika Serikat dan China. Hal ini berdampak langsung pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi sedikit di bawah titik tengah kisaran 4,7-5,5%.
Baca Juga: Dolar AS Ambruk! IMF Bongkar Penyebabnya

Dampak perang tarif AS juga menekan nilai tukar Rupiah terhadap dolar AS pada awal April 2025. Menanggapi hal ini, BI melakukan intervensi di pasar off-shore NDF di Asia, Eropa, dan New York untuk menstabilkan Rupiah. Upaya ini membuahkan hasil positif, dengan Rupiah menguat menjadi Rp16.855 per dolar AS pada 22 April 2025.
Meskipun demikian, BI memprediksi defisit Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) tahun ini di kisaran 0,5% hingga 1,3% dari PDB, akibat potensi aliran modal asing yang keluar dari pasar keuangan Indonesia. Investasi portofolio mencatat net outflows US$ 2,8 miliar pada April 2025 (hingga 21 April 2025) karena ketidakpastian global pasca pengumuman tarif resiprokal AS.
Di sisi lain, BI optimis inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5% ± 1% pada 2025 dan 2026. Perry menekankan bahwa tekanan inflasi masih terjaga berkat ekspektasi inflasi yang terjangkar, kapasitas ekonomi yang memadai, dan dampak positif dari digitalisasi.
Dalam RDG April 2025, BI juga memutuskan beberapa kebijakan lain, antara lain: penguatan strategi stabilisasi nilai tukar Rupiah; penguatan operasi moneter pro-market; penguatan kebijakan makroprudensial longgar; penguatan publikasi asesmen transparansi Suku Bunga Dasar Kredit (SBDK); dan penguatan akseptasi digital melalui perluasan QRIS dan SNAP. Semua kebijakan ini bertujuan untuk memitigasi dampak perlambatan ekonomi global dan mendorong pertumbuhan ekonomi domestik.
Baca Juga: Raih Puncak Ekonomi Syariah Global! BSI Siap Goyang Dunia di GIFS 2025!















