Suaramedia.id – Premi reasuransi yang mengalir ke luar negeri terus meningkat, menimbulkan kekhawatiran serius bagi perekonomian Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan defisit reasuransi mencapai angka fantastis, Rp 12,1 triliun hingga tahun 2024. Angka ini menunjukkan kebocoran besar, mengingat 40% dari total premi reasuransi mengalir ke perusahaan asing.
Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, dalam keterangan tertulisnya Jumat (25/4/2025), mengungkapkan keprihatinannya. Ia menyebutkan bahwa kebijakan perdagangan internasional, termasuk potensi kenaikan tarif impor, berpotensi memperparah kondisi ini dan meningkatkan biaya premi reasuransi.

Untuk mengatasi masalah ini, OJK tengah mempertimbangkan beberapa solusi strategis. Peningkatan modal perusahaan asuransi dalam negeri menjadi prioritas utama. Dengan modal yang lebih kuat, perusahaan asuransi domestik diharapkan mampu menanggung risiko yang lebih besar tanpa bergantung pada reasuransi luar negeri. Selain itu, peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya di bidang penilaian dan manajemen risiko, juga menjadi kunci. Penguatan kapasitas ahli ini akan meningkatkan akurasi dalam menilai dan mengelola risiko. Sebagai opsi jangka panjang, pembentukan perusahaan reasuransi besar di dalam negeri juga dipertimbangkan sebagai solusi fundamental.
Tren defisit neraca pembayaran sektor asuransi memang telah berlangsung beberapa tahun terakhir. Pada 2023, defisit mencapai Rp 10,2 triliun, meningkat tajam 28,22% dibandingkan tahun 2022 yang tercatat minus Rp 7,95 triliun. Proporsi premi reasuransi ke luar negeri juga terus meningkat, dari 34,8% pada 2022 menjadi 38,1% pada 2023. Situasi ini menunjukkan urgensi langkah-langkah konkret untuk mengurangi ketergantungan pada reasuransi asing dan memperkuat sektor asuransi domestik. Jika tidak ditangani secara serius, ancaman terhadap stabilitas ekonomi nasional akan semakin nyata.















