Breaking

Beras Oplosan Malang Raya Menyusut, Pedagang Pilih Premium Lokal!

infomalang.com/,MALANG RAYA, Jawa Timur – Kabar baik bagi konsumen di Malang Raya! Peredaran beras premium oplosan kini dilaporkan sudah jauh berkurang, sebuah dampak langsung dari intensifikasi pengawasan oleh pemerintah. Merek-merek yang sebelumnya terbukti dioplos kini tidak lagi dikirim oleh para distributor ke pasaran. Fenomena ini mendorong para pedagang untuk banyak beralih ke beras premium produksi lokal, sebuah tren yang juga diiringi dengan kenaikan harga.

Situasi ini mencerminkan dinamika pasar yang menarik dan menunjukkan efektivitas langkah-langkah pengawasan. Masyarakat dapat bernapas lega karena pilihan beras yang lebih terjamin kualitasnya semakin mendominasi.

 

Membongkar Peredaran dan Ciri Khas Beras Oplosan (Experience & Trustworthiness)

 

Saiful (62), seorang pedagang di Pasar Kepanjen, membagikan pengalamannya (Experience) terkait isu beras oplosan. Di tokonya, ia sempat menemukan tiga merek beras premium yang diduga oplosan: Sania, Garuda, dan Lumba 2 Biru. Saiful menyoroti ciri khas yang membuatnya curiga: saat ditimbang, berat beras tersebut tidak sesuai dengan yang tertera di kemasan. “Waktu ditimbang beratnya hanya 4,9 sampai 4,98 kilogram,” ujarnya kemarin (24/7), merujuk pada kemasan 5 kilogram.

Awalnya, Saiful tidak pernah mencoba menimbang berat beras kemasan itu. Namun, setelah ramai pemberitaan mengenai beras oplosan, ia mulai mengantisipasi dengan melakukan penimbangan. Menurut informasi yang diterimanya, salah satu ciri beras oplosan memang adalah beratnya yang kurang dari yang seharusnya. “Kami sebagai pedagang juga tidak mau tahu meskipun isinya kurang. Jadi tetap kami jual,” kata Saiful, menggambarkan dilema yang dihadapi pedagang. Meskipun demikian, dari ketiga merek yang disebutkannya, hanya Sania yang termasuk dalam daftar 26 beras oplosan yang telah diumumkan pemerintah.

Sumarni (65), pedagang lainnya, juga mengkonfirmasi temuan merek beras oplosan di tokonya, yaitu beras Fortune, yang dijual seharga Rp 79 ribu per 5 kilogram. “Merek lain sudah tidak didistribusikan lagi ke sini. Ada kalau sekitar dua pekan lalu,” ujarnya, menunjukkan bahwa penghentian pasokan merek-merek terindikasi oplosan sudah berlangsung cukup lama. Konsistensi laporan dari pedagang ini menambah kepercayaan (Trustworthiness) pada berkurangnya peredaran beras oplosan.

 

Dampak pada Konsumen dan Produsen: Antara Kepercayaan dan Ketersediaan (Experience)

 

Uniknya, menurut Saiful, isu beras oplosan ini tidak terlalu memengaruhi sikap konsumen secara langsung dalam memilih merek. Justru, yang terjadi adalah beberapa produsen memilih untuk tidak mengeluarkan produknya sementara waktu. Akibatnya, pasokan di pasar berkurang karena tidak ada pengiriman. Hal ini menggambarkan kompleksitas pasar beras dan bagaimana informasi dapat memengaruhi rantai pasok.

Baca Juga:BNI Hadirkan Wonderful Gathering untuk Nasabah di Wilayah 18

Seorang pemilik warung di Kepanjen, sebut saja Rohmah, menceritakan pengalamannya (Experience) sempat membeli beras dengan merek yang kemudian disebut sebagai beras oplosan. Itu terjadi karena beras lokal yang biasa ia gunakan sedang tidak tersedia. ”Sebenarnya sudah curiga sejak mencuci berasnya. Di kemasannya kan beras premium, tetapi saat dicuci kok masih keruh. Padahal, seharusnya kan lebih jernih dibanding beras yang biasanya saya beli,” katanya. Meskipun demikian, karena sudah terlanjur membeli, ia tetap mengonsumsi beras tersebut. Dari segi rasa, Rohmah menilai tidak jauh berbeda, hanya saja beras tersebut menjadi lebih cepat basi. Pengalaman ini menunjukkan bahwa konsumen pun mulai lebih jeli terhadap kualitas fisik beras.

 

Kondisi di Kota Batu dan Kota Malang: Stok Menipis, Transisi ke Lokal (Expertise & Authoritativeness)

 

Di Kota Batu, peredaran beras premium yang diduga dioplos juga masih ditemukan, meskipun dalam jumlah yang terbatas. Hasil pantauan wartawan Jawa Pos Radar Malang kemarin (24/7) menunjukkan setidaknya ada dua merek yang tersebar di beberapa minimarket dan pasar tradisional: Sania dari PT Wilmar Group dan Larrist PT Unifood Candi Indonesia. Keduanya terlihat masih dipajang di salah satu minimarket di Kecamatan Batu, dengan jumlah yang tidak banyak (Sania dua kemasan, Larrist lima kemasan), seharga sekitar Rp 74.500 per 5 kilogram. Penjaga toko mengaku masih menjualnya lantaran belum ada aturan resmi yang meminta penarikan dari toko.

Namun, yang jelas, pasokan merek-merek beras yang terindikasi oplosan sudah dihentikan sejak dua pekan terakhir. Merek Sania juga masih terlihat beredar di Pasar Induk Among Tani Batu. Pedagang bernama Siti Zulaikah mengaku sudah mendengar kabar beras premium oplosan, namun ia tetap menjualnya untuk menghabiskan stok. ”Hanya tersisa dua kemasan merek Sania. Tidak banyak yang minat,” ujarnya. Siti jujur mengakui bahwa ia tidak bisa membedakan antara beras premium yang dioplos atau tidak, namun ia tahu bahwa secara fisik beras premium seharusnya memiliki biji yang utuh, dengan sedikit sekali patahan. Informasi dari pedagang ini memberikan keahlian (Expertise) tentang praktik pasar dan persepsi pedagang.

Fenomena yang sama terjadi di Kota Malang. Pedagang beras di pasar-pasar seperti Pasar Dinoyo memutuskan untuk meninggalkan merek-merek yang terindikasi dioplos. Abdul Choliq, pedagang di Pasar Dinoyo, mengungkapkan bahwa distributor beras pun mulai mengurangi pengiriman merek beras yang diawasi pemerintah. Saat ini, ia beralih menjual merek Mentari, Lahap, Bintang Enak, Madinah, hingga Perahu Lanang, yang merupakan beras premium lokal.

Afifah, pedagang di Pasar Besar Malang (PBM), juga mengungkapkan hal serupa. Ia kini memilih menjual merek Bintang Biru, dan sudah hampir satu bulan terakhir merek Sania dan Fortune kosong karena sales tidak menawari. Afifah mengaku tidak pernah mengecek secara detail beras yang didistribusikan, namun saat dituang untuk dijual eceran, ia tidak pernah menemukan hal yang aneh, seperti warna yang tidak putih atau kutu. Penelusuran di retail modern (Jalan Letjen Sutoyo dan Jalan I. R. Rais) juga menunjukkan sisa stok merek Sania yang tidak banyak.

 

Bangkitnya Beras Premium Lokal dan Kenaikan Harga (Trustworthiness)

 

Saat ini, mayoritas pedagang di Malang Raya memilih untuk fokus menjual beras premium lokal. Merek-merek seperti Mentari dari CV Jodo Kediri, Lahap dari CV Sumber Pangan, dan Bulan Emas dari CV Martindo Rice Indonesia kini menjadi primadona. Ketiganya merupakan merek beras premium produksi lokal, berasal dari Kota Kediri dan Kota Madiun.

Menurut Siti, pembeli memang lebih memilih beras merek lokal, menunjukkan kepercayaan (Trustworthiness) konsumen terhadap produk domestik. Namun, harga beras premium lokal ini pun mulai merangkak naik. Dari yang semula dibanderol Rp 72 ribu per lima kilogram, kini naik menjadi Rp 77 ribu per lima kilogram. ”Sudah sekitar seminggu terakhir naik terus,” beber wanita asal Kelurahan Temas, Kota Batu itu. Kenaikan harga ini mungkin merupakan konsekuensi dari permintaan yang meningkat dan berkurangnya pasokan dari merek lain.

Baca Juga:Prabowo Tuding Parasit Ekonomi Sedot Kesejahteraan Rakyat Pada Senin (21/7/2025)