Infomalang – Infrastruktur desa memiliki peran penting dalam menghubungkan aktivitas masyarakat sehari-hari, terutama jembatan yang menjadi jalur vital antarwilayah. Namun, insiden nahas terjadi di Desa Wadung, Kecamatan Pakisaji, Kabupaten Malang, ketika sebuah dump truck bermuatan pasir melintas dan mengakibatkan jembatan penghubung antar desa tersebut ambruk.
Peristiwa ini terjadi pada Senin (8/9/2025) malam, dan hingga keesokan harinya truk yang tercebur ke sungai belum berhasil dievakuasi. Kejadian ini tidak hanya membuat lalu lintas terputus, tetapi juga mengundang perhatian masyarakat sekitar yang penasaran melihat kondisi jembatan pasca-ambrol.
Kronologi Ambruknya Jembatan
Jembatan Wadung awalnya memang diperuntukkan bagi kendaraan roda dua dan mobil pribadi. Namun pada malam kejadian, sebuah truk bermuatan pasir dengan bobot sekitar 5 ton melintas di atasnya.
Sopir truk, Wijaya (28), warga Desa Sempalwadak, Kecamatan Bululawang, menceritakan detik-detik mengerikan itu. Ia mengaku sedang mengirim pasir dari Kecamatan Wajak menuju Desa Mendalanwangi. Karena jalur utama ditutup untuk kegiatan peringatan Maulid Nabi, Wijaya mencari rute alternatif melalui aplikasi peta digital.
Setibanya di jembatan, tanpa ada rambu peringatan atau larangan, ia langsung melintas. Namun, seketika bagian bawah jembatan ambrol, membuat truk dalam posisi menggantung dengan kemiringan sekitar 60 derajat. Bagian kepala truk terangkat ke atas, sementara bak belakang menempel di dasar sungai yang dangkal.
Beruntung, Wijaya selamat meski sempat mengalami luka ringan di kepala. Ia berhasil keluar sendiri dari kabin truk. “Alhamdulillah saya nggak kenapa-kenapa, cuma sedikit sakit di belakang kepala,” ungkapnya.
Kesaksian Warga Sekitar
Kejadian ini sontak menghebohkan warga sekitar Desa Wadung. Sumarmi (60), salah satu warga yang tinggal sekitar 50 meter dari lokasi, mengatakan mendengar suara keras seperti gempa ketika jembatan ambruk.
“Waktu tidur saya dengar suara ‘braakk’, rumah juga bergetar. Saya langsung keluar rumah bersama suami. Ternyata jembatannya ambrol dan ada truk menggantung,” ujarnya.
Menurut warga, jembatan ini sudah berusia puluhan tahun dan dibangun dengan lebar sekitar 2,5 meter. Biasanya hanya dilewati motor dan mobil kecil, bukan kendaraan berat seperti truk bermuatan pasir. Karena itu, ambruknya jembatan dianggap wajar jika melihat usia konstruksi dan beban berlebih yang melintasinya.
Dampak Terputusnya Jembatan
Ambruknya Jembatan Wadung menimbulkan dampak signifikan bagi warga sekitar. Jembatan ini merupakan salah satu jalur alternatif penghubung Desa Sukoanyar dan Desa Wadung. Dengan terputusnya akses, masyarakat harus memutar lebih jauh untuk mencapai desa tetangga.
Bagi anak sekolah dan pekerja yang biasa melintas, waktu tempuh menjadi lebih lama. Tidak hanya itu, pedagang dan petani yang bergantung pada akses cepat ke pasar juga ikut terdampak. Terlebih, jembatan ini sering dipakai untuk mobilitas harian warga dengan kendaraan roda dua.
Selain aksesibilitas, kondisi ekonomi lokal juga terganggu. Hasil bumi yang biasanya diangkut melalui jalur tersebut harus mencari rute baru, yang tentu menambah biaya transportasi. Situasi ini membuat masyarakat berharap pemerintah segera mengambil langkah cepat untuk penanganan darurat.
Baca Juga: Revitalisasi Pasar Lawang Ditaksir Butuh Anggaran Rp 180 Miliar
Evakuasi Truk Masih Tertunda
Hingga Selasa (9/9/2025), truk bermuatan pasir masih berada di lokasi dengan kondisi menggantung. Proses evakuasi terkendala peralatan berat yang belum tersedia di lokasi. Warga yang berdatangan ke lokasi kejadian hanya bisa melihat dari dekat, bahkan anak-anak sekolah pun ikut penasaran.
Keberadaan truk yang belum dievakuasi dikhawatirkan memperparah kerusakan jembatan jika tidak segera ditangani. Selain itu, keberadaan kendaraan besar di sungai bisa berisiko pada lingkungan sekitar.
Perlu Evaluasi Infrastruktur Desa
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya evaluasi terhadap kondisi infrastruktur desa, khususnya jembatan yang sudah berusia tua. Banyak jembatan di wilayah pedesaan dibangun puluhan tahun lalu dengan spesifikasi terbatas, sehingga tidak dirancang menahan beban berat seperti truk besar.
Selain itu, keberadaan rambu larangan atau penanda kapasitas jembatan seringkali minim. Padahal, informasi tersebut sangat krusial agar pengendara tidak sembarangan melintas dengan kendaraan melebihi kapasitas.
Pemerintah Kabupaten Malang diharapkan segera melakukan pendataan ulang jembatan desa, memperbaiki infrastruktur yang rusak, serta menambahkan rambu-rambu peringatan di lokasi rawan.
Baca Juga: DPRD Desak Pemkot Malang Segera Tata Ulang Pedagang Pasar Kebalen, Jalan Macet Jadi Sorotan
Ambruknya Jembatan Wadung di Kecamatan Pakisaji akibat dilalui truk pasir menjadi pelajaran penting bagi semua pihak. Peristiwa ini menunjukkan betapa rentannya infrastruktur pedesaan terhadap beban yang tidak sesuai kapasitas. Dampaknya pun nyata: akses warga terputus, aktivitas ekonomi terganggu, hingga menimbulkan keresahan masyarakat.
Meski beruntung tidak ada korban jiwa, kejadian ini seharusnya menjadi momentum bagi pemerintah daerah untuk lebih serius memperhatikan kondisi jembatan desa. Langkah cepat dalam evakuasi truk, perbaikan darurat, dan pembangunan jembatan baru menjadi kebutuhan mendesak.
Bagi warga, insiden ini juga menjadi pengingat agar lebih berhati-hati memilih jalur alternatif, terutama ketika mengemudikan kendaraan dengan beban berat. Dengan sinergi pemerintah dan masyarakat, diharapkan kejadian serupa tidak terulang, dan akses vital antar desa di Kabupaten Malang bisa kembali normal.















