infomalang.com/ Jakarta, 24 Juli 2025 – Hubungan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Indonesia semakin menguat dengan dibukanya pembahasan mendalam mengenai manajemen strategis perdagangan mineral penting. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengungkapkan bahwa kedua negara kini sedang mendiskusikan langkah bersama untuk mengelola komoditas bernilai strategis yang memiliki kegunaan ganda (dual-use commodities), sebagai upaya meningkatkan transparansi dan memperkuat kemitraan ekonomi.
Airlangga menjelaskan bahwa perundingan ini merupakan kelanjutan dari kesepakatan kerangka kerja negosiasi yang dicapai antara Indonesia dan AS. Melalui kesepakatan tersebut, tarif produk Indonesia yang masuk ke pasar AS turun signifikan, dari sebelumnya 32% menjadi 19%. “Langkah ini menjadi awal positif dalam menjalin kemitraan perdagangan yang lebih erat. Namun, pembahasan berikutnya akan berfokus pada bagaimana kedua negara dapat memantau serta mengelola perdagangan komoditas strategis dengan lebih efektif,” ujar Airlangga pada konferensi pers di Jakarta.
Komoditas Strategis untuk Industri Masa Depan
Komoditas yang dimaksud sebagai mineral strategis bukan sekadar bahan mentah biasa. Airlangga menyebutkan bahwa komoditas tersebut digunakan pada berbagai infrastruktur vital, termasuk Kecerdasan Buatan (AI), pusat data, penerbangan, kedirgantaraan, dan bahkan industri antariksa. “Amerika Serikat ingin memastikan bahwa komponen strategis ini tidak jatuh ke tangan pihak-pihak yang salah, baik untuk tujuan terorisme maupun penggunaan ilegal lainnya,” tambahnya.
Indonesia sendiri memiliki posisi yang sangat strategis di pasar global. Negara ini dikenal sebagai produsen nikel terbesar di dunia, pengekspor timah utama, serta penghasil tembaga dalam jumlah besar. Selain itu, Indonesia juga memiliki cadangan tanah jarang (rare earth elements) yang menjadi komoditas penting di era teknologi tinggi. Namun, saat ini sebagian besar industri pengolahan nikel dan bauksit di Indonesia masih didominasi oleh perusahaan-perusahaan Tiongkok, yang menjadi salah satu tantangan dalam mengoptimalkan nilai tambah sektor mineral nasional.
Langkah Menuju Tarif Lebih Rendah
Dalam pernyataannya, Airlangga mengungkapkan bahwa negosiasi antara kedua negara tidak hanya berhenti pada penurunan tarif menjadi 19%. Ia menyebutkan ada kemungkinan besar tarif untuk sejumlah komoditas strategis Indonesia bisa mendekati 0%. “Khusus untuk komoditas yang tidak dapat diproduksi di AS, peluang mendapatkan tarif yang lebih rendah sangat terbuka,” jelasnya.
Baca Juga:Wasiat Sejarah: Revitalisasi Stasiun Malang Diminta Jaga Cagar Budaya
Langkah ini dinilai akan memberikan keuntungan besar bagi sektor ekspor Indonesia, terutama pada produk-produk yang memiliki peran vital di pasar global. Dengan pengurangan tarif, Indonesia diharapkan mampu memperluas pangsa pasarnya di Amerika Serikat, memperkuat posisi tawarnya di kancah perdagangan internasional, serta mendorong peningkatan devisa negara.
Aturan Asal dan Peran Vendor Pihak Ketiga
Selain membahas penurunan tarif, kedua negara juga sedang mendiskusikan aturan asal (rules of origin) yang akan diterapkan. Hal ini penting untuk memastikan bahwa produk Indonesia memenuhi persyaratan yang ditetapkan AS untuk mendapatkan perlakuan tarif istimewa. Airlangga menambahkan bahwa keterlibatan vendor pihak ketiga juga tengah dipertimbangkan dalam negosiasi ini, guna memastikan kelancaran dan keberlanjutan perdagangan antara kedua negara.
“Pembahasan ini akan membantu membuka ruang kerja sama yang lebih luas, termasuk melibatkan vendor dari pihak ketiga yang dapat memperkuat rantai pasok produk Indonesia menuju pasar AS,” ujarnya.
Pentingnya Transparansi dan Pengawasan
Airlangga menekankan pentingnya transparansi dalam perdagangan komoditas strategis. “Manajemen perdagangan strategis ini bertujuan untuk memastikan bahwa seluruh proses ekspor dan impor komoditas bernilai strategis dapat dipantau dengan baik. Ini merupakan langkah pencegahan agar komoditas tersebut tidak disalahgunakan,” tegasnya.
Ia juga menegaskan bahwa kemitraan ini bukan hanya soal kepentingan ekonomi, tetapi juga bagian dari upaya menjaga keamanan global, terutama terkait penggunaan komoditas yang bisa dimanfaatkan untuk tujuan non-perdamaian.
Harapan ke Depan
Langkah kolaborasi ini menunjukkan komitmen kedua negara dalam memperkuat hubungan bilateral, sekaligus mengoptimalkan potensi sumber daya yang dimiliki Indonesia. Dengan keberadaan cadangan mineral yang besar, kerja sama ini diharapkan mampu membawa manfaat signifikan bagi perekonomian Indonesia dan membuka peluang investasi baru di sektor hilirisasi.
“Ini momentum penting bagi Indonesia untuk meningkatkan daya saing globalnya. Melalui manajemen strategis dan kemitraan yang lebih kuat dengan AS, kita bisa memastikan bahwa kekayaan mineral kita dikelola secara optimal dan memberikan nilai tambah maksimal bagi perekonomian nasional,” tutup Airlangga.
Baca Juga:Penataan Juru Parkir: Dishub Kota Malang Siapkan Skema Inovatif 2025















