infomalang.com/,MALANG, Jawa Timur – Harapan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran digital di Sekolah Luar Biasa (SLB) BC PGRI Sumberpucung, Kabupaten Malang, tampaknya masih jauh panggang dari api. Bantuan Chromebook dari Kemendikbudristek yang seharusnya menjadi alat penunjang pendidikan modern, justru menyimpan kisah pahit. Dari empat unit Chromebook yang diterima sekolah tersebut, dua di antaranya sama sekali tak berfungsi, dan dua unit lainnya yang bisa digunakan pun dalam kondisi lemot (lambat) parah.
Kondisi Miris Bantuan Perangkat Digital
Prodi Trimahendra, seorang guru di SLB BC PGRI Sumberpucung, mengungkapkan kekecewaannya. Sekolahnya menerima bantuan perangkat ini lebih dari dua tahun yang lalu. Saat itu, ia sendiri yang mendampingi kepala sekolah sebelumnya dalam proses penerimaan bantuan. “Kebetulan saya mendampingi kepala sekolah sebelumnya menerima bantuan empat Chromebook, selain itu ada printer, LCD, dan sound kecil,” kata Hendra, Kamis (17/7/2025).
Namun, kegembiraan atas bantuan tersebut tidak bertahan lama. Dari empat unit Chromebook yang diterima, tidak seluruhnya bisa difungsikan. Hendra menceritakan, hanya ada dua unit saja yang berfungsi hingga saat ini. Ironisnya, kondisi kedua unit yang berfungsi itu pun sangat jauh dari kata memadai; keduanya beroperasi dengan kecepatan yang sangat lemot. “Yang bisa digunakan sampai sekarang dua. Dari kondisi mati terus dinyalakan itu harus nunggu sekitar 20 menitan,” terangnya. Waktu tunggu yang begitu lama untuk sekadar menyalakan perangkat tentu sangat menghambat proses belajar mengajar.
Baca Juga:Ancaman Serius! Bahlil Khawatir Kampus Hanya Cetak Pengangguran
Situasi semakin buruk karena dua Chromebook lainnya telah mati total. Hendra menjelaskan bahwa kerusakan ini bukan disebabkan oleh penggunaan sehari-hari yang intens. Salah satu unit, bahkan sudah tidak bisa dinyalakan lagi sejak pertama kali dicoba. “Awalnya bisa dinyalakan, setelah itu dimatikan. Pas saya nyalakan lagi sudah mati. Kemudian yang satunya mati setelah 3 bulan pemakaian,” jelasnya. Ini mengindikasikan adanya kemungkinan cacat produksi atau masalah internal pada perangkat sejak awal penerimaan.
Upaya Perbaikan Sia-sia dan Hambatan dalam Pembelajaran
Menghadapi kondisi perangkat yang tidak optimal ini, pihak sekolah tidak tinggal diam. Mereka sudah berinisiatif untuk menservis dua Chromebook merek Advan yang mati total tersebut. Namun, hasil pengecekan oleh teknisi justru membawa kabar buruk; kondisi perangkat ini dinyatakan tidak bisa dibenahi.
Kini, kedua Chromebook yang mati total tersebut masih terbungkus rapi di lemari sekolah, menjadi saksi bisu atas bantuan yang tidak dapat dimanfaatkan. Dari penampilannya, kondisinya masih cukup bagus tanpa ada kerusakan bekas pemakaian fisik. Saat dicolokkan charger, lampu indikator memang menyala, namun ketika tombol on/off ditekan, Chromebook ini sama sekali tidak merespon, menunjukkan kerusakan sistem yang parah.
Sementara itu, dua unit Chromebook yang masih berfungsi, meskipun lemot parah, saat ini terpaksa digunakan oleh para guru. Penggunaannya pun sangat terbatas, hanya untuk keperluan administrasi atau sesekali membuat materi pembelajaran. Hendra mengungkapkan betapa sulitnya menggunakan perangkat ini untuk tugas-tugas yang semestinya ringan. Perangkat ini tidak bisa digunakan untuk membuka aplikasi yang berat. Bahkan, untuk sekadar mengetik menggunakan aplikasi Word, ia harus menunggu sekitar 30 menit hingga aplikasi terbuka dan bisa digunakan. “Buka word ini bisa 30 menit. Dulu pernah buat pembelajaran anak-anak karena lemot penggunaanya jadi nggak maksimal,” bebernya.
Kondisi ini memaksa Hendra, yang kebagian memegang Chromebook ini, untuk selalu menyediakan laptop cadangan milik pribadi. Hal ini dilakukan semata-mata untuk berjaga-jaga ketika Chromebook yang seharusnya menjadi penunjang pekerjaannya terlalu lemot atau tiba-tiba tidak berfungsi sama sekali. Ketergantungan pada perangkat pribadi ini tentu menjadi beban tambahan bagi guru.
Implikasi Terhadap Pendidikan Khusus
Situasi ini sangat disayangkan, terutama mengingat ini adalah bantuan untuk Sekolah Luar Biasa (SLB). Pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus seringkali sangat bergantung pada teknologi adaptif dan perangkat pendukung yang berfungsi optimal. Kualitas perangkat yang buruk dapat menghambat proses belajar mereka, padahal teknologi digital memiliki potensi besar untuk membuka akses pengetahuan dan keterampilan bagi siswa SLB.
Kisah SLB BC PGRI Sumberpucung ini menjadi cerminan bahwa penyaluran bantuan perangkat keras perlu diiringi dengan jaminan kualitas, pengecekan fungsi sebelum diserahkan, serta ketersediaan layanan purna jual atau garansi yang memadai. Harapannya, ada evaluasi lebih lanjut dari pihak terkait agar bantuan di masa mendatang benar-benar bermanfaat dan tidak mengecewakan pihak penerima, demi kemajuan pendidikan, khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus.
Baca Juga:Pendidikan Malang Terancam: 480 Kursi Kepsek Negeri Tak Terisi.














