Harga minyak mentah dunia terjun bebas hampir 3% pada Senin (7/4/2025), menyentuh level terendah dalam empat tahun terakhir. Brent anjlok 2,6% ke US$ 63,9 per barel, sementara WTI merosot 2,5% menjadi US$ 60,43 per barel. Keadaan ini memperparah penurunan tajam tiga hari terakhir, dengan Brent kehilangan 14,7% dan WTI 15,7%.
Baca Juga : Kekayaan Miliarder Dunia Amblas Rp 3.444 Triliun! Gara-Gara Kebijakan Trump?
Ancaman resesi global menjadi biang keladi penurunan drastis ini. Ketegangan perdagangan AS-China yang memanas, ditandai dengan saling mengenakan tarif bea masuk, memicu kekhawatiran investor akan perlambatan ekonomi dunia dan berkurangnya permintaan minyak. “Kekhawatiran tarif akan melemahkan ekonomi global menjadi pendorong utama penurunan harga,” ungkap Satoru Yoshida, analis komoditas Rakuten Securities kepada Reuters. Ia menambahkan, rencana peningkatan produksi OPEC+ juga menekan harga. Yoshida bahkan memprediksi WTI bisa merosot hingga US$55, bahkan US$50, jika penurunan pasar saham berlanjut.
Langkah China yang mengenakan tarif balasan 34% terhadap barang-barang AS, meskipun minyak dan gas dikecualikan, tetap berdampak. Potensi inflasi, perlambatan ekonomi, dan eskalasi perselisihan dagang, semuanya berpotensi menekan harga minyak. Meskipun OPEC+ menekankan kepatuhan terhadap target produksi dan meminta negara-negara yang melebihi kuota untuk mengajukan rencana kompensasi, sentimen pasar tetap negatif.
Menanggapi situasi ini, Goldman Sachs memangkas proyeksi harga rata-rata tahunan minyak Brent dan WTI tahun 2026 menjadi US$58 dan US$55 per barel, menurun US$4-5 dari prediksi sebelumnya. Hal ini didasarkan pada meningkatnya risiko resesi dan potensi peningkatan pasokan OPEC+ yang lebih besar dari perkiraan. Situasi ini jelas menjadi sorotan bagi pelaku pasar dan pengamat ekonomi global.
Baca Juga : Daftar Menu Depot Tanjung Api Beserta Harganya. Simak Harganya !
