Suaramedia.id – Bayangkan menemukan berlian seharga Rp 15 triliun, namun hidup tetap miskin. Itulah kisah pilu Mat Sam, pencari intan dari Kalimantan Selatan. Pada tahun 1965, Mat Sam dan rekan-rekannya menemukan intan raksasa seberat 166,75 karat berwarna biru kemerahan di Kampung Cempaka. Penemuan ini menghebohkan Indonesia, bahkan disebut-sebut nilainya menyamai Koh-i-Noor, berlian ikonik Inggris. Berdasarkan infomalang.com/, berdasarkan konversi harga emas saat itu dengan harga emas tahun 2024, intan tersebut diperkirakan bernilai fantastis, mencapai Rp 15,22 triliun.
Namun, alih-alih menikmati kekayaan tersebut, intan itu justru disita oleh pemerintah Kabupaten Banjar dan diserahkan kepada Presiden Soekarno. Pemerintah berdalih, harta karun itu akan digunakan untuk pembangunan Kalimantan Selatan dan pengembangan teknologi pertambangan intan. Sebagai gantinya, Mat Sam dan empat rekannya dijanjikan ibadah haji gratis. Janji manis itu, sayangnya, tak pernah ditepati.

Dua tahun kemudian, kelima pencari intan itu masih hidup dalam kemiskinan. Laporan media pada September 1967 mengungkap nasib pilu mereka yang tak mendapatkan kompensasi apapun. Hingga kini, nasib Mat Sam dan berlian raksasa tersebut menjadi misteri dan catatan kelam pengelolaan sumber daya alam di Indonesia. Kisah ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keadilan dan transparansi pengelolaan kekayaan negara. Apakah mereka akhirnya mendapatkan haknya? Sampai saat ini, tidak ada catatan resmi yang menjelaskan hal tersebut. Kisah ini menjadi pengingat penting akan pentingnya keadilan dan transparansi dalam pengelolaan kekayaan alam Indonesia.















