infomalang.com/ – Kebijakan tarif tinggi yang diterapkan Presiden Amerika Serikat Donald Trump terhadap produk asal Tiongkok berpotensi mengganggu rantai pasokan global. Para pakar logistik dan ekonom menilai langkah ini bisa menyumbat perdagangan internasional, menambah kerumitan birokrasi, dan berdampak pada perusahaan-perusahaan besar di sektor elektronik hingga otomotif yang selama ini mengandalkan biaya produksi rendah melalui jaringan pasokan lintas negara.
Upaya Cegah Transshipment dari Tiongkok
Sejak 2018, pemerintahan Trump memberlakukan tarif tinggi pada produk-produk Tiongkok sebagai upaya menekan defisit perdagangan dan mendukung produksi dalam negeri. Namun, kebijakan ini memicu praktik transshipment, yakni pengiriman barang Tiongkok melalui negara ketiga seperti Vietnam atau Malaysia untuk menghindari tarif tinggi. Praktik ini semakin meningkat sejak April 2025 ketika Trump menaikkan tarif beberapa barang asal Tiongkok hingga 145 persen sebelum menurunkannya beberapa minggu kemudian.
Untuk mengatasi hal ini, pemerintahan Trump memperkenalkan skema tarif dua tingkat dalam kerangka kerja sama dengan Vietnam dan Indonesia. Tarif lebih rendah diberikan untuk produk yang benar-benar diproduksi secara lokal, sementara produk yang diduga berasal dari Tiongkok atau negara “non-pasar” seperti Rusia akan dikenakan tarif jauh lebih tinggi.
“Ini adalah serangan frontal terhadap rantai pasokan global,” ujar Chris Rogers, Kepala Riset Rantai Pasokan di S&P Global Market Intelligence. Menurutnya, aturan asal barang yang akan diterapkan menjadi faktor penting dalam membedakan mana produk asli buatan negara mitra dan mana yang hanya dikemas ulang dari Tiongkok.
Kompleksitas Aturan Asal Barang
Dalam praktiknya, penentuan asal barang bukanlah perkara sederhana. Banyak produk manufaktur modern mengandung komponen dari berbagai negara, termasuk Tiongkok. Aturan asal barang (rules of origin) yang digunakan dalam perjanjian perdagangan sering kali mencapai ratusan halaman dan membutuhkan proses verifikasi yang panjang.
Pengalaman serupa terjadi pada Perjanjian Perdagangan Amerika Utara (NAFTA) yang dirundingkan kembali pada masa jabatan pertama Trump, di mana aturan asal mencapai 270 halaman. “Mungkin saja aturan detail terkait Indonesia atau Vietnam belum siap pada 1 Agustus, ketika tarif baru mulai berlaku,” tambah Rogers.
Kerumitan ini berisiko memperlambat arus perdagangan dan menambah biaya administrasi bagi perusahaan yang mengandalkan kecepatan dan efisiensi dalam rantai pasokannya.
Dampak pada Perdagangan Global
Tarif tinggi yang diberlakukan Trump memicu gelombang penyesuaian rantai pasokan di kawasan Asia Tenggara. Banyak produsen Tiongkok membuka pabrik di Vietnam dan negara lain dengan biaya lebih rendah untuk tetap dapat mengekspor ke pasar AS. Menurut data S&P Global, selama 12 bulan terakhir, ekspor Tiongkok ke 10 negara ASEAN meningkat sebesar 330 miliar dolar AS, sementara pengiriman dari negara-negara tersebut ke AS melonjak 220 miliar dolar AS.
Namun, meski impor resmi AS dari Tiongkok menurun, analis seperti Gerard DiPippo dari Rand Corporation memperkirakan bahwa sepertiga dari peningkatan ekspor Tiongkok ke Asia Tenggara pada akhirnya tetap berakhir di pasar AS. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan AS pada produk Tiongkok masih tinggi meskipun ada hambatan tarif.
Tantangan Penegakan Hukum
Meski praktik transshipment ilegal sudah lama menjadi target pengawasan Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS, penegakan hukum di lapangan tidaklah mudah. Eksportir asing dapat memalsukan dokumen negara asal, sementara penentuan asal resmi produk sangat bergantung pada penilaian apakah suatu barang mengalami “transformasi substansial” di negara ketiga.
Matthew R. Galeotti dari Departemen Kehakiman AS menegaskan bahwa penegakan hukum terhadap penghindaran tarif akan menjadi salah satu prioritas utama. Namun, para pakar skeptis. “Kami tidak mengerti bagaimana mereka akan menerapkan sistem baru ini. Ini lebih soal penegakan hukum daripada aturan baru,” kata David Murphy, mitra di firma hukum GDLSK.
Risiko terhadap Industri dan Konsumen
Jika aturan tarif baru diterapkan tanpa kesiapan yang matang, para ahli memperingatkan bahwa hal itu dapat mengganggu kelancaran rantai pasokan global. Industri elektronik, otomotif, dan tekstil yang sangat bergantung pada bahan baku dan komponen lintas negara akan menghadapi biaya produksi lebih tinggi dan risiko keterlambatan distribusi.
Caroline Freund, mantan ekonom Bank Dunia, menilai bahwa tingginya tarif justru menciptakan insentif besar bagi produsen untuk terus mencari celah menghindari bea masuk. “Selama ada peluang arbitrase, perusahaan akan memanfaatkannya,” ujarnya.
Langkah Trump memperketat tarif bagi barang-barang Tiongkok memang bertujuan memperkuat produksi domestik dan menekan praktik penghindaran tarif. Namun, kebijakan ini berpotensi menambah kerumitan administratif, mengganggu rantai pasokan global, dan membebani industri yang bergantung pada perdagangan lintas negara. Tanpa koordinasi yang efektif dan implementasi aturan yang jelas, kebijakan ini dikhawatirkan justru menimbulkan ketidakpastian baru dalam perdagangan internasional.
Baca Juga:Polresta Kota Malang Imbau Larangan Kegiatan Sound Horeg















