Breaking

Krisis Kelas Menengah: QRIS Menunjukkan Gelombang Penurunan Daya Beli!

Krisis Kelas Menengah: QRIS Menunjukkan Gelombang Penurunan Daya Beli!
Krisis Kelas Menengah: QRIS Menunjukkan Gelombang Penurunan Daya Beli!

Gelombang penurunan daya beli kelas menengah Indonesia semakin nyata. Buktinya? Transaksi QRIS di beberapa bank menunjukkan tren penurunan yang signifikan, mengindikasikan pergeseran kelas menengah ke kelompok rentan dan bahkan rentan miskin. Data BPS memperkuat indikasi ini. Pada 2019, jumlah kelas menengah mencapai 57,33 juta jiwa (21,45% populasi). Namun, pada 2024, angka tersebut menyusut menjadi 47,85 juta jiwa (17,13%), menunjukkan penurunan sebanyak 9,48 juta jiwa. Secara bersamaan, kelompok masyarakat kelas menengah rentan dan rentan miskin justru meningkat pesat.

Baca Juga : Naiknya Royalti Timah: Untung Negara, Tantangan PT Timah?

Bank Jatim (BJTM) mencatat penurunan tajam transaksi QRIS pada Juni-Agustus 2024. Nominal transaksi QRIS Merchant anjlok dari Rp176,30 miliar (Juni) menjadi Rp127,91 miliar (Juli), dan hanya sedikit naik menjadi Rp130,51 miliar (Agustus). Meskipun terjadi peningkatan jika dibandingkan dengan Januari (Rp76,11 miliar), tren penurunan ini terjadi bersamaan dengan deflasi inti selama empat bulan berturut-turut sejak Mei. Direktur Utama Bank Jatim, Busrul Iman, mengakui penurunan tersebut, meskipun transaksi melalui kanal digital Bank Jatim tetap positif.

Krisis Kelas Menengah: QRIS Menunjukkan Gelombang Penurunan Daya Beli!
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Kondisi serupa juga dialami bank lain. OK Bank Indonesia mencatat penurunan tabungan sekitar 12% secara tahunan (yoy) hingga 4 September 2024. Direktur Kepatuhan OK Bank, Efdinal Alamsyah, menjelaskan bahwa penurunan daya beli membuat masyarakat mengalihkan pengeluaran ke kebutuhan pokok. Bank BJB (BJBR) juga mengamati penurunan nilai transaksi, meskipun frekuensi transaksi masih meningkat. Direktur Utama BJB, Yuddy Renaldi, menjelaskan bahwa daya beli masyarakat tertekan, sehingga dengan nominal yang sama, masyarakat hanya mampu membeli lebih sedikit barang.

Bahkan BCA, bank swasta terbesar di Indonesia, merasakan dampaknya. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, mengakui bahwa kredit ritel terdampak, meskipun transaksi QRIS dan debit relatif stabil. Namun, kredit konsumsi seperti KPR dan KKB tetap tumbuh positif karena suku bunga yang rendah. Data-data ini menunjukkan gambaran yang mengkhawatirkan tentang melemahnya daya beli kelas menengah Indonesia dan perlu menjadi perhatian serius bagi pemerintah.

Baca Juga : Rahasia Negosiasi Dagang AS-Indonesia: QRIS dan GPN Jadi Kunci!