Emas, logam mulia yang tengah meroket harganya, masih menjadi primadona investasi. Kenaikannya yang signifikan, bahkan mencapai lebih dari 18% per kuartal—tertinggi sejak September 1986—membuatnya tetap menarik di tengah gejolak pasar. Harga emas yang mendekati rekor tertinggi US$3.128,06 per ons, mendorong pula kenaikan harga logam mulia lainnya seperti perak, paladium, dan platinum. infomalang.com/ bahkan mencatat proyeksi optimis dari berbagai lembaga keuangan ternama seperti Goldman Sachs, Bank of America (BofA), dan UBS yang kompak menaikkan target harga emas. Goldman Sachs misalnya, memproyeksikan harga emas akan mencapai US$3.300 per ons pada akhir tahun.
Baca Juga : Serbu HUT TMII Ke-50! Bank Raya Incar 10 Ribu Nasabah Baru!
Namun, tahukah Anda bahwa emas bukan satu-satunya aset aman (safe haven)? Di tengah kekhawatiran resesi ekonomi Amerika Serikat, Yen Jepang muncul sebagai alternatif investasi yang menarik. Goldman Sachs bahkan memprediksi penguatan Yen hingga level 140 per dolar AS tahun ini, sebuah proyeksi yang jauh lebih optimis dibandingkan konsensus pasar. Menurut Kamakshya Trivedi, kepala strategi global di Goldman Sachs, Yen menjadi lindung nilai yang efektif ketika suku bunga riil dan saham AS turun bersamaan. Hal ini membuat Yen menjadi pilihan yang lebih menarik untuk mengantisipasi perlambatan ekonomi AS.

Proyeksi ini menarik perhatian, mengingat prediksi sebelumnya yang jauh berbeda. Tahun lalu, tim Trivedi memproyeksikan nilai tukar dolar-yen akan berada di level 155, 150, dan 145 dalam jangka tiga, enam, dan dua belas bulan. Namun, Yen justru menunjukkan ketahanan di tengah kebijakan tarif yang berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi AS. Keputusan Bank of Japan (BoJ) untuk mengetatkan kebijakan moneternya juga menjadi faktor pendukung. Meskipun kenaikan harga makanan menambah beban bagi masyarakat Jepang, potensi kenaikan suku bunga BoJ menarik minat investor.
Di sisi lain, Goldman Sachs merevisi proyeksi kebijakan suku bunga The Fed, dari dua kali menjadi tiga kali pemangkasan tahun ini, menunjukkan kekhawatiran akan dampak negatif kebijakan tarif terhadap ekonomi AS. Hal ini juga berdampak pada pemangkasan target indeks S&P 500. Meskipun ancaman tarif cukup besar, Trivedi menekankan bahwa data ekonomi AS, khususnya angka ketenagakerjaan, akan menjadi faktor kunci bagi dolar. Pelemahan data ketenagakerjaan AS akan semakin memperkuat posisi Yen sebagai lindung nilai.
Meskipun Yen memiliki risiko tersendiri, seperti pelemahan dalam empat tahun terakhir akibat perbedaan suku bunga dengan AS, posisi jual Yen oleh hedge fund mulai menyusut tahun ini. Rencana BoJ untuk mengurangi pembelian obligasi jangka panjang pada kuartal berikutnya diperkirakan akan semakin melemahkan pasangan dolar-Yen. Kesimpulannya, di tengah ketidakpastian ekonomi global, investor memiliki pilihan diversifikasi investasi yang lebih luas, bukan hanya terbatas pada emas. Yen Jepang, dengan potensi penguatannya, menjadi opsi menarik untuk dipertimbangkan sebagai lindung nilai.
Baca Juga : Lindung Nilai Anti Resesi: Emas Bukan Satu-satunya Pilihan!















