Breaking

Panen Raya, Petani Tomat Pujon Tersenyum Lebar Berkat Harga Meroket

InfoMalang – Di tengah fenomena “bediding” yang membawa suhu dingin menusuk tulang, semangat para petani di Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang, tak surut sedikit pun. Justru, senyum lebar menghiasi wajah mereka, terutama bagi para petani tomat. Betapa tidak, menjelang panen raya, harga tomat di pasaran meroket hingga menyentuh angka yang fantastis, memberikan harapan akan keuntungan berlipat ganda setelah beberapa musim sebelumnya harga komoditas ini terpuruk.

Salah satu petani yang tengah merasakan kebahagiaan ini adalah Miftakhul Anwar, yang akrab disapa Salim, Kepala Desa Tawangsari. Pada Minggu (13/7/2025) pagi, meski kabut dingin masih menyelimuti pegunungan Pujon, Salim sudah berpamitan kepada istrinya untuk bergegas ke tegalan. Semangatnya membara karena tanaman tomatnya, seluas 4.000 meter persegi atau sekitar 8.000 pohon, diperkirakan akan panen dalam dua pekan lagi.

Dengan harga jual tomat yang saat ini mencapai Rp 20.000 per kilogram, Salim sudah bisa menghitung potensi keuntungannya. “Bisa aja mas. Iya, ini saya lagi mengecek tanaman tomat. Ya nggak luas, cuma 4.000 m2 atau sekitar 8.000 pohon. Dua pekan lagi, sudah bisa dipanen,” tutur Salim kepada SURYAMALANG.COM. Jika setiap pohon bisa menghasilkan 2 kilogram tomat, ia memperkirakan akan mendapatkan panen sekitar 14 ton, yang berarti omsetnya bisa mencapai Rp 280 juta dari lahan yang relatif tidak terlalu luas tersebut.

Baca juga:Inflasi Juni 2025 Dipicu Kenaikan Harga Pangan

Angka ini tentu sangat menggembirakan, terutama jika dibandingkan dengan pengalaman panen sebelumnya. “Ya, bisa mengganti panen tomat sebelumnya. Dua kali panen, yakni Januari dan habis Lebaran kemarin, harganya cuma Rp 3 ribu sampai Rp 5 ribu per Kg,” kenang Salim. Kondisi harga yang anjlok di panen-panen sebelumnya membuat banyak petani enggan menanam tomat. “Eh, nggak tahunya, justru saat ini harganya tak terduga seperti ini,” tambah kades yang baru satu periode ini, dengan nada syukur.

Kecamatan Pujon, khususnya Desa Tawangsari, memang diberkahi dengan kondisi geografis yang ideal untuk pertanian hortikultura. Berada di ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (Mdpl) dan dikelilingi oleh tiga gunung, yaitu Gunung Argowayang, Gunung Gentong, dan Gunung Kawi, wilayah ini sangat cocok untuk berbagai tanaman seperti bawang merah Batu Ijo (yang menghasilkan omset Rp 48 miliar per tahun khusus dari Tawangsari), tomat, dan cabai.

Namun, di balik kegembiraan harga yang meroket, tantangan bagi petani juga tidaklah kecil. Fenomena kemarau basah yang sedang terjadi, di mana sering turun kabut dan hujan meskipun masuk musim kemarau, bisa merusak tanaman. Kelembaban tinggi akibat hujan dan kabut rentan memicu penyakit pada tanaman tomat dan cabai, seperti bercak hitam. “Jika biasanya cuma sekali mengobati, namun saat ini seminggu bisa tiga kali karena sering turun kabut dan hujan,” ungkap Salim. Biaya perawatan yang meningkat akibat intensitas penyemprotan obat tentu menjadi beban tambahan. Jika harga tidak sebaik sekarang, potensi kerugian akan sangat besar, seperti yang terjadi pada panen sebelumnya dengan harga di bawah Rp 5.000 per kilogram.

Kenaikan harga yang drastis ini juga dibenarkan oleh M Yusuf, Ketua Gapoktan Kecamatan Pujon. Menurutnya, melonjaknya harga bumbu dapur, terutama tomat dan cabai, saat ini disebabkan oleh sedikitnya petani yang bersedia menanam. Hal ini terjadi karena trauma akibat harga yang sangat rendah pada dua kali panen sebelumnya, di mana harga tomat hanya Rp 2.000 per kilogram, jauh di bawah biaya tanam dan perawatannya.

“Saat ini, dari ribuan petani itu cuma 25 persen yang mau menanam tomat dan cabai,” jelas Yusuf, yang membawahi ribuan petani se-Kecamatan Pujon yang tergabung dalam 67 kelompok tani. Kondisi ini menunjukkan bahwa para petani yang saat ini menikmati keuntungan adalah mereka yang berani mengambil risiko dan berspekulasi di tengah ketidakpastian cuaca. “Ya, itu bejo buat petani yang mau menanamnya, karena mereka berani berspekulasi di saat cuaca tak bagus-bagus amat seperti ini (kemarau basah),” pungkas Yusuf.

Fenomena ini menyoroti dinamika pasar komoditas pertanian yang sangat fluktuatif. Keberanian petani untuk terus berproduksi, meskipun dihadapkan pada tantangan cuaca dan harga yang tidak menentu, adalah kunci pasokan pangan. Kebahagiaan petani Pujon saat ini menjadi secercah harapan di tengah berbagai tantangan yang selalu mengiringi dunia pertanian. Semoga harga yang stabil dan menguntungkan dapat terus dinikmati oleh para pahlawan pangan ini di masa depan.

Baca juga:Kebocoran Air Bersih di Malang Mencapai 10 Miliar Liter per Tahun, DPRD Angkat Bicara