Meskipun terus didorong oleh berbagai program edukasi dan promosi, sektor perbankan syariah di Indonesia masih menghadapi tantangan besar: rendahnya literasi keuangan syariah di tengah masyarakat.
Hal ini diungkapkan Direktur Syariah Banking CIMB Niaga, Pandji P. Djajanegara, dalam wawancara eksklusif bersama Anneke Wijaya dalam program Power Lunch, Kamis (15/05/2025).
Menurut Pandji, indeks literasi keuangan syariah nasional pada 2025 hanya mencapai 43,42%. Angka ini memperlihatkan bahwa sebagian besar masyarakat belum benar-benar memahami prinsip, manfaat, dan keunggulan produk keuangan syariah yang ditawarkan.
“Keraguan masyarakat ini bukan karena syariahnya, tapi karena mereka belum sepenuhnya mengenal produk dan mekanismenya,” tegas Pandji.
Baca juga: Gebrakan OJK: Dua Bank Syariah Raksasa Siap Saingi BSI!
Ia menilai daya saing produk menjadi kunci dalam menjawab tantangan ini. Produk keuangan syariah harus dikembangkan dengan prinsip yang tidak hanya sesuai syariat, tetapi juga kompetitif, mudah diakses, dan relevan dengan kebutuhan masyarakat modern. Tanpa itu, industri ini akan sulit tumbuh meskipun memiliki potensi besar di negara dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Pandji juga menekankan pentingnya kolaborasi antara regulator, pelaku industri, dan lembaga pendidikan untuk memperluas edukasi finansial berbasis syariah.
Strategi digitalisasi juga harus menjadi bagian penting, karena generasi muda sebagai target potensial kini lebih tertarik pada produk yang cepat, transparan, dan mudah digunakan.
Dengan dukungan kebijakan dan inovasi berkelanjutan, perbankan syariah diharapkan tidak hanya menjadi alternatif, tetapi mampu bersaing sejajar dengan perbankan konvensional. Namun untuk mencapai itu, pemahaman dan kepercayaan masyarakat harus ditingkatkan lebih dulu.
Jadi, apa strategi jitu untuk mendorong pertumbuhan industri ini? Simak wawancara lengkap Pandji P. Djajanegara di Power Lunch, hanya di infomalang.com/.















