Pejabat Federal Reserve (The Fed), bank sentral Amerika Serikat, angkat bicara terkait kebijakan tarif baru Presiden Donald Trump yang diberlakukan terhadap lebih dari 160 negara dan kawasan. Kebijakan ini dikhawatirkan memicu ketidakpastian perdagangan, berpotensi meningkatkan inflasi dan memperlambat pertumbuhan ekonomi AS. Situasi ini pun menambah beban The Fed yang memiliki mandat ganda untuk mengendalikan inflasi dan pengangguran.
infomalang.com/ melaporkan, tugas The Fed semakin berat karena harus "memetakan jalan" di tengah ketidakpastian yang diciptakan Trump. Padahal, The Fed telah menargetkan inflasi 2% dengan pertumbuhan ekonomi yang solid untuk menekan angka pengangguran. Namun, ancaman resesi membayangi, membuat The Fed menahan diri dari pemotongan suku bunga dalam beberapa bulan terakhir.
Baca juga: IHSG Jeblok! Rupiah Terpuruk, Efek Domino Tarif Trump?

Lisa Cook, anggota dewan gubernur The Fed, menyatakan bahwa proyeksi dasar masih memperkirakan pertumbuhan ekonomi AS akan melambat tahun ini, dengan inflasi yang meningkat dan upaya pengendalian inflasi yang terhambat, sebagian karena tarif dan perubahan kebijakan lainnya. Meskipun dampak tarif mungkin minimal, Cook lebih memihak pada skenario di mana risiko inflasi meningkat dan pertumbuhan ekonomi melambat.
“Skenario tersebut, dengan inflasi awal yang lebih tinggi dan pertumbuhan yang lebih lambat, dapat menimbulkan tantangan bagi kebijakan moneter,” ujar Cook. The Fed menghadapi dilema: menurunkan inflasi tanpa memicu lonjakan pengangguran.
Cook juga memantau ketat apakah lonjakan inflasi jangka pendek akan memicu kenaikan harga yang lebih luas. Tarif baja dan aluminium yang diterapkan Trump telah menaikkan harga input manufaktur. Kenaikan biaya ini akan merambat ke berbagai barang, termasuk industri otomotif. Tarif tersebut, dikombinasikan dengan pungutan otomotif, berdampak pada harga mobil baru dan bekas, serta layanan terkait seperti asuransi dan perbaikan.
“Di tengah meningkatnya ketidakpastian dan risiko bagi kedua sisi mandat ganda kita, saya yakin tepat untuk mempertahankan suku bunga kebijakan pada level saat ini sambil terus memantau perkembangan yang dapat mengubah prospek,” tambahnya.
Sebelumnya, JPMorgan menaikkan prediksi resesi AS menjadi 60%, dari sebelumnya 40%. Resesi didefinisikan sebagai pelemahan ekonomi selama dua kuartal atau lebih dalam satu tahun. Situasi ini semakin menegangkan, mengingat dampak kebijakan tarif Trump yang berpotensi memicu krisis ekonomi global.
Baca juga: Direktur IT Bank DKI Dipecat! Pramono Anung Geram Layanan Ambruk Saat Lebaran















