Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami tekanan besar pada perdagangan Kamis (27/2/2025), ditutup anjlok 1,83% ke level 6.485,45. Kondisi pasar yang memerah ini membuat 413 saham melemah, sementara hanya 196 saham yang mampu menguat, dan sisanya stagnan. Nilai transaksi tercatat mencapai Rp 13 triliun dengan volume perdagangan sebesar 18,87 miliar saham dalam 1,15 juta kali transaksi.
Hampir semua sektor mengalami pelemahan, tetapi sektor keuangan menjadi yang paling terdampak. Saham-saham perbankan utama kompak terjerembab di zona merah, memberikan tekanan signifikan terhadap IHSG. Bank Rakyat Indonesia (BBRI) mengalami penurunan 4,97%, yang berkontribusi terhadap penurunan indeks sebesar 29,20 poin. Bank Mandiri (BMRI) juga tertekan dengan pelemahan 5,38%, mengurangi IHSG sebesar 23,23 poin. Sementara itu, Bank Central Asia (BBCA) turun 2,85%, menyebabkan penurunan tambahan sebesar 16,27 poin.
Baca juga : IHSG Ambrol! Asing Kabur Bawa Rp 1,78 Triliun

Analis mencatat bahwa aksi jual oleh investor asing menjadi faktor utama pelemahan IHSG. Dalam tiga hari terakhir, net sell asing menunjukkan angka yang cukup besar, dengan total Rp 5,39 triliun. Pada Senin tercatat Rp 3,47 triliun, Selasa Rp 1,6 triliun, dan Rabu Rp 323,56 miliar. Arus keluar dana asing ini mencerminkan kekhawatiran investor terhadap prospek ekonomi Indonesia dalam jangka pendek.
Selain itu, sentimen negatif datang dari Morgan Stanley yang menurunkan peringkat saham Indonesia dalam indeks MSCI dari equal-weight menjadi underweight. Penurunan peringkat ini dipicu oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik serta tekanan pada profitabilitas sektor siklikal. Morgan Stanley juga menyoroti perbedaan kinerja antara China, yang menunjukkan pemulihan return on equity (ROE), dan Indonesia, yang mengalami perlambatan ekonomi.
Faktor lain yang membebani sektor perbankan adalah isu likuiditas. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan bahwa Dana Pihak Ketiga (DPK) perorangan mengalami kontraksi sebesar 2,6% secara tahunan (yoy) pada Januari 2025, lebih dalam dibandingkan Desember 2024 yang turun 2,1% yoy. Sementara itu, DPK korporasi justru tumbuh 14,2% yoy, menandakan pergeseran likuiditas ke sektor perusahaan. Kondisi ini menambah tantangan bagi perbankan yang tengah berusaha mendapatkan dana murah guna menjaga profitabilitas mereka.
Dengan berbagai tekanan ini, pelaku pasar diharapkan untuk tetap waspada terhadap volatilitas pasar ke depan.
Baca juga : Surganya Kuliner! Ini Dia Rekomendasi Kuliner di Malang















