Belanja konsumen, terutama dari kalangan affluent (kaya), sangat bergantung pada performa pasar saham. Koreksi pasar saham global beberapa pekan terakhir bukan sekadar sinyal ekonomi melemah, tetapi potensi bencana. Setelah euforia kemenangan Presiden Trump November lalu, pasar saham AS dan global justru anjlok. infomalang.com/ menyebut kekhawatiran investor terhadap perang tarif agresif pemerintahan Gedung Putih sebagai penyebabnya, yang berpotensi mengarah pada soft landing ekonomi.
Pada Kamis pekan lalu, indeks S&P 500 ditutup lebih dari 10% di bawah puncaknya Februari. Meskipun Jumat lalu terjadi pemulihan, secara year to date (ytd), indeks ini masih turun 4,1%. Ekonom Harvard, Gabriel Chodorow-Reich, memperkirakan penurunan saham sebesar 20% pada 2025 dapat memangkas pertumbuhan ekonomi AS hingga satu persen poin tahun ini.
Penurunan harga saham mengancam dua mesin utama ekonomi AS: pengeluaran rumah tangga dan investasi bisnis. "Dalam ekonomi yang sangat terfinansial seperti Amerika, harga aset dapat memimpin ekonomi, bukan sebaliknya," ujar Alex Chartres dari Ruffer, manajer dana Inggris, kepada infomalang.com/. Penurunan pasar aset dapat melemahkan kondisi ekonomi riil secara signifikan.
Baca juga: Jadi Miliarder? Ini Syarat Jadi Nasabah Prioritas Bank Ternama!

Kenaikan harga rumah dan saham sebelumnya telah meningkatkan daya beli masyarakat kaya. Moody’s mencatat bahwa 10% kelompok pendapatan tertinggi AS menguasai sekitar setengah total pengeluaran, naik dari 36% tiga dekade lalu. Data Federal Reserve menunjukkan bahwa pada 2022, keluarga dalam kelompok ini rata-rata memiliki saham senilai US$ 2,1 juta, yang mencakup 32% dari kekayaan bersih mereka, naik dari 26% pada 2010. Selama empat tahun terakhir, kelompok ini meningkatkan belanja hingga 58%.
Tidak hanya kalangan kaya yang terdampak, tetapi juga rumah tangga biasa. Data Federal Reserve menunjukkan bahwa 43% aset keuangan rumah tangga AS berupa saham pada akhir tahun lalu, porsi tertinggi sepanjang sejarah. Jika pasar saham terus melemah, efek “wealth effect” akan menekan konsumsi masyarakat.
Beberapa indikator menunjukkan penurunan belanja sudah mulai terjadi. Delta Air Lines, Foot Locker, dan Brown-Forman melaporkan bahwa konsumen semakin berhati-hati. Penjualan ritel Januari turun 0,9%, penurunan bulanan terbesar sejak 2023. Jika tren ini berlanjut, tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi akan semakin besar.
Baca juga : IHSG Ambruk! Konglomerat Raksasa Jatuh Bebas, Apa Penyebabnya?















