Breaking

Rahasia di Balik Buyback Saham: Strategi Cerdas atau Tanda Bahaya?

Suaramedia.id – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) kini mengizinkan pembelian kembali saham (buyback) tanpa perlu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Langkah ini disambut antusias sejumlah emiten, menimbulkan pertanyaan: apakah ini strategi cerdas, atau justru sinyal peringatan?

Pengamat ekonomi, Yanuar Rizky, melihat fenomena ini sebagai indikasi pergeseran strategi perusahaan. Menurutnya, fokus emiten kini lebih tertuju pada pendapatan dari fungsi treasury, bukan lagi laba organik dari bisnis inti. "Ini menunjukkan bahwa daya dorong ke perekonomian bukan lagi prioritas utama," tegas Yanuar kepada infomalang.com/ beberapa waktu lalu.

Rahasia di Balik Buyback Saham: Strategi Cerdas atau Tanda Bahaya?
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Situasi ini diperparah oleh volatilitas IHSG yang mencapai 34% per tahun. Kondisi ini, menurut Yanuar, memberikan peluang bagi investor, terutama yang menggunakan strategi portofolio seperti hedge fund, untuk merealisasikan keuntungan dari akumulasi saham mereka. "Volatilitas tinggi memungkinkan mereka menjual saham dan meraih keuntungan besar, meskipun hal ini bisa menekan harga saham," jelasnya.

Setidaknya sembilan emiten telah menyatakan niat untuk melakukan buyback, termasuk Bank Rakyat Indonesia (BBRI), Bank Mandiri (BMRI), Bank Negara Indonesia (BBNI), Bank CIMB Niaga (BNGA), Bank OCBC NISP (NISP), Japfa Comfeed Indonesia (JPFA), Matahari Department Store (LPPF), Avia Avian (AVIA), dan Nusantara Sejahtera Raya (CNMA). Kebanyakan rencana ini akan dibahas lebih lanjut dalam RUPS yang akan digelar bulan ini atau April mendatang.

Keputusan OJK untuk mempertimbangkan buyback tanpa RUPS muncul setelah sejumlah konglomerat mengusulkan opsi ini, sebagai respons atas penurunan tajam IHSG dan volatilitas harga saham yang tinggi. Deputi Komisioner Pengawasan Pengelola Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, Aditya Jayaantara, menyatakan hal ini sebagai upaya untuk mengurangi tekanan pada IHSG yang sempat anjlok ke level terendah dalam tiga tahun terakhir, di angka 6.200. "Menunda short selling dan mengkaji relaksasi buyback tanpa RUPS," kata Aditya dalam Dialog Bersama Pelaku Pasar Modal.

Perlu diwaspadai, aksi korporasi ini menyimpan dua sisi mata uang. Di satu sisi, buyback bisa menjadi strategi untuk meningkatkan nilai saham dan melindungi pemegang saham. Namun, di sisi lain, hal ini juga bisa menjadi indikasi masalah fundamental perusahaan. Oleh karena itu, investor perlu mencermati dengan seksama setiap keputusan buyback yang dilakukan emiten.

Leave a Comment