Breaking

Rupiah Tembus Rp 17.000, Luhut: Tenang, Masih Normal!

Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang sempat menyentuh angka Rp 17.000 pada Minggu (6/4/2025) lalu menuai perhatian publik. Namun, menurut Kepala Dewan Ekonomi Nasional (DEN), Luhut Binsar Pandjaitan, kondisi ini masih tergolong normal dan tidak perlu dikhawatirkan secara berlebihan. Pernyataan tersebut disampaikan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI yang digelar di Menara Mandiri, Jakarta, pada Selasa (8/4/2025).

Data dari Refinitiv mencatat bahwa rupiah sempat menyentuh titik terendah sepanjang sejarahnya, yakni Rp 17.059 per dolar AS. Angka ini menunjukkan pelemahan signifikan dibandingkan penutupan perdagangan reguler sebelum libur Lebaran, yakni Kamis (27/3/2025), ketika rupiah berada di posisi Rp 16.555 per dolar AS. Meski sempat menguat sebesar 0,12% pada Selasa (8/4), rupiah kembali ditutup melemah di level Rp 16.860 per dolar AS.

Luhut menilai bahwa fluktuasi nilai tukar tersebut masih dalam koridor wajar dan mencerminkan dinamika global, khususnya kebijakan tarif yang diberlakukan oleh pemerintah Amerika Serikat. Ia menyatakan bahwa kekhawatiran publik terhadap pelemahan rupiah sebaiknya disikapi dengan tenang, karena pemerintah telah melakukan antisipasi dan pemantauan ketat terhadap perkembangan global.

Baca juga: Rupiah Jebol Rp 16.800, RI Aman dari Krisis? BI Beri Jaminan!

Rupiah Tembus Rp 17.000, Luhut: Tenang, Masih Normal!
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

Dalam paparannya, Luhut juga menyoroti potensi dampak perang dagang yang masih berlangsung di tingkat global. Ia menekankan bahwa jika konflik dagang ini terus berlanjut, Indonesia akan merasakan dampaknya, terutama dari perlambatan ekonomi Tiongkok yang hingga kini belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan signifikan.

Sebagai langkah antisipatif, DEN telah melakukan simulasi terhadap dampak kebijakan tarif resiprokal dan retaliasi dagang dari negara-negara besar seperti Tiongkok, Jepang, dan Uni Eropa. Hasilnya menunjukkan bahwa meskipun ada potensi kontraksi ekonomi, dampaknya masih relatif terbatas karena kontribusi ekspor Indonesia terhadap PDB hanya sekitar 23,8%, dan ekspor ke Amerika Serikat hanya menyumbang 10% dari total ekspor nasional.

Luhut memastikan bahwa simulasi dan strategi ekonomi akan terus diperbarui guna menjaga stabilitas makroekonomi nasional di tengah gejolak global yang tidak menentu.

Baca juga: Buyback Saham Tanpa RUPS Melonjak! 16 Emiten Sudah Ajukan