Breaking

Perang Tarif AS: Berkah Tersembunyi untuk Indonesia?

CIO Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara Pandu Sjahrir melihat perang tarif yang dipicu oleh Presiden Amerika Serikat (AS) sebagai sebuah “berkah tersembunyi” bagi Indonesia. Pernyataan ini disampaikan Pandu kepada wartawan di gedung BEI, Jakarta, Senin (14/4/2025). Menurutnya, konflik dagang ini justru mendorong Indonesia untuk lebih fokus pada perbaikan internal. Keponakan Luhut Pandjaitan ini pun mengapresiasi langkah Presiden RI Prabowo Subianto yang memprioritaskan deregulasi.

“Perang tarif ini, menurut saya, sebenarnya menjadi berkah terselubung bagi Indonesia,” tegas Pandu. Ia menambahkan bahwa investor asing mulai melirik Indonesia karena stabilitas politik dan kebijakan yang dinilai baik. Ketidakpastian global membuat investor mencari imbal hasil menarik, dan Indonesia dinilai sebagai destinasi yang menjanjikan.

Baca Juga: Rahasia Sukses Tupperware: Wanita Hebat di Baliknya!

Perang Tarif AS: Berkah Tersembunyi untuk Indonesia?
Gambar Istimewa : awsimages.detik.net.id

“Investor melihat Indonesia memiliki politik yang bersih, tertib, dan kebijakan yang relatif bagus, terutama fokus pada ketahanan pangan dan energi,” lanjut Pandu.

Sentimen positif ini muncul di tengah pengumuman Presiden AS Donald Trump terkait pengecualian sejumlah produk elektronik, termasuk smartphone dan komputer, dari tarif balasan terhadap barang impor China. Pengumuman resmi dari U.S. Customs and Border Protection (CBP) pada Jumat (11/4/2025) menyebutkan 20 kategori produk elektronik bebas dari tarif 145%, meski tarif 10% untuk negara lain dan tarif 20% untuk barang China tetap berlaku.

Sebelumnya, Wakil Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Mari Elka Pangestu mengakui ancaman pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah, bahkan potensi resesi global. “Kita menghadapi pertumbuhan yang jauh lebih rendah, mungkin resesi, dan tentunya peningkatan ketidakpastian dalam kebijakan ekonomi, terutama kebijakan perdagangan,” ujarnya. Ia menekankan pentingnya reformasi ekonomi di tengah krisis, dengan memperbaiki TKDN, hambatan non-tarif, dan menyederhanakan perizinan.

Senada dengan itu, Anggota DEN dan mantan Menteri Keuangan Chatib Basri menganggap deregulasi sebagai kunci reformasi ekonomi. Menurutnya, pengusaha Indonesia tidak butuh bantuan, melainkan kepastian dan regulasi yang konsisten. “Deregulasi penting untuk memangkas biaya ekonomi tinggi dan menurunkan biaya produksi,” tegas Chatib, mencontohkan pertumbuhan industri minyak dan gas di era 1980-an yang didorong deregulasi.

Baca Juga: Rahasia Proyek Raksasa PTBA: Batu Bara Jadi Bahan Baku Baterai!