Breaking

Gelaran Malang Jadoel 2025 Dikritik, Kuliner Modern Dinilai Dominan

Festival budaya “Pasar Kangen: Malang Jadoel 2” kembali digelar sebagai bagian dari rangkaian perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kota Malang ke-111, Bulan Bung Karno, dan Hari Bhayangkara 2025. Acara ini berlangsung sejak 30 Juni hingga 6 Juli 2025 dan bertujuan menghidupkan kembali nuansa tempo dulu melalui seni, budaya, dan kuliner klasik. Namun, alih-alih mendapat pujian, gelaran ini justru menuai kritik dari publik, terutama terkait dominasi kuliner modern yang dinilai tidak selaras dengan tema “jadoel”.

Kritik Warganet: Jauh dari Cita Rasa Tempo Dulu

Sejak hari pertama penyelenggaraan, media sosial diramaikan dengan keluhan warganet terkait kurangnya makanan tradisional yang disajikan. Banyak pengunjung menyampaikan bahwa mereka lebih banyak menemukan makanan modern seperti croffle, baby crab, dimsum, hingga Korean food, dibandingkan jajanan lawas seperti lupis, cenil, serabi, atau jenang.

“Malang tempo dulu, tapi jualannya Korean food,” tulis akun TikTok @sasiproduksi, yang langsung disambut puluhan komentar serupa. Sejumlah pengunjung bahkan membandingkan festival ini dengan gelaran “Malang Tempo Doeloe” yang pernah berlangsung di Jalan Ijen. Menurut mereka, versi sebelumnya jauh lebih autentik dalam menyajikan makanan dan suasana tempo dulu.

Minimnya Kurasi Tenant Dinilai Jadi Masalah

Kritik juga mengarah pada pihak penyelenggara yang dianggap kurang ketat dalam mengkurasi tenant kuliner. Sejumlah pengunjung merasa seolah sedang berada di pasar malam atau car free day (CFD), bukan di sebuah festival budaya klasik. Beberapa menyatakan kecewa karena ekspektasi mereka untuk bernostalgia lewat kuliner tradisional tidak terpenuhi.

“Saya kira bakal banyak jenang dan makanan khas lawas, ternyata cuma di bagian depan saja. Sisanya makanan kekinian semua,” komentar pengunjung lainnya.

Baca Juga: Bakso Mania Wajib Tahu! Ini 5 Tempat Bakso Malang Paling Mantap

Apresiasi untuk Pertunjukan Budaya dan Dekorasi

Meski aspek kuliner menjadi sorotan, beberapa bagian dari festival ini tetap mendapat apresiasi positif. Pertunjukan seni budaya seperti Tari Topeng Malangan, Kuda Lumping, dan Bantengan berhasil memikat perhatian penonton. Begitu pula dengan pemutaran film layar tancap yang berhasil membangkitkan nuansa nostalgia khas zaman dulu.

Dekorasi tenant yang mengadopsi gaya klasik dan pameran lukisan bangunan bersejarah juga dipuji oleh pengunjung. Elemen-elemen ini dianggap berhasil membawa sebagian kecil pengunjung pada suasana masa lalu.

Harapan untuk Evaluasi dan Perbaikan

Pakar budaya dan pengamat event lokal menyatakan bahwa kritik publik ini harus menjadi masukan penting bagi penyelenggara di masa depan. Mengangkat tema “jadoel” berarti menyuguhkan pengalaman autentik, mulai dari tampilan, sajian, hingga atmosfer keseluruhan.

“Festival bertema sejarah seharusnya mampu memberikan pengalaman edukatif dan emosional. Jika kulinernya justru modern, maka konsep jadul itu menjadi kabur,” ujar Indra Wahyudi, budayawan asal Malang.

Penyelenggara diharapkan melakukan evaluasi menyeluruh, terutama dalam hal kurasi konten dan seleksi tenant. Masyarakat saat ini semakin kritis dan menginginkan kesesuaian antara tema dan realisasi acara.

Antusiasme Masyarakat Tetap Tinggi

Terlepas dari kritik yang ada, festival ini tetap menarik banyak pengunjung dari berbagai kalangan. Kehadiran komunitas budaya, seniman lokal, dan masyarakat umum menjadi bukti bahwa minat terhadap kegiatan budaya masih tinggi di Kota Malang.

Pihak panitia menyatakan terbuka terhadap masukan masyarakat dan akan menjadikan kritik ini sebagai dasar untuk menyusun konsep yang lebih kuat di tahun-tahun mendatang.

Gelaran “Malang Jadoel 2” tahun 2025 mencerminkan antusiasme tinggi masyarakat terhadap event budaya, namun juga menunjukkan pentingnya kesesuaian konsep dalam eksekusi acara. Kuliner sebagai elemen utama festival dinilai perlu dikurasi lebih selektif agar benar-benar merepresentasikan nuansa masa lalu. Dengan evaluasi yang tepat, festival ini berpotensi menjadi ajang budaya yang lebih kuat dan autentik di masa mendatang.

Baca Juga: Lumpur Bendungan: Kuliner Unik di Jantung Kota Malang dengan Cita Rasa Menggoda