Pemerintah Desa Tulungrejo, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu, mengambil langkah tegas dengan tidak mengizinkan toko modern berdiri di wilayahnya. Keputusan ini bukan tanpa alasan. Pemerintah desa ingin menjaga potensi lokal dan memberdayakan usaha masyarakat yang sudah berkembang pesat, terutama di sektor pertanian dan pariwisata.
Langkah ini telah diterapkan sejak beberapa tahun lalu, dan hingga kini, pemerintah desa tetap konsisten dalam menolak permohonan pendirian toko modern. Kepala Desa Tulungrejo, Suliyono, menjelaskan bahwa pihaknya berencana memperkuat kebijakan tersebut melalui peraturan desa (perdes) sebagai payung hukum resmi.
“Iya, kami mengutamakan potensi yang dimiliki di wilayah kami. Dan memang kami tidak menerima hadirnya toko modern,” ujar Suliyono, Kamis (3/7).
Menurutnya, Tulungrejo memiliki karakteristik khas sebagai desa wisata dan sentra pertanian. Potensi itu ingin dijaga dan dikembangkan tanpa intervensi dari ritel modern yang bisa mengancam eksistensi toko milik warga lokal. Keberadaan toko modern, lanjut Suliyono, dikhawatirkan akan melemahkan daya saing usaha mikro dan menimbulkan ketimpangan ekonomi di tingkat desa.
Tulungrejo dikenal sebagai salah satu destinasi favorit wisatawan di Kota Batu. Desa ini memiliki berbagai objek wisata unggulan, seperti Taman Rekreasi Selecta, Coban Talun, hingga wisata petik apel yang sudah terkenal secara nasional bahkan internasional. Selain itu, terdapat pula wisata religi seperti Pura Giri Arjuna yang menambah daya tarik desa ini bagi wisatawan dari berbagai kalangan.
baca juga:
UB Kirim Dua Dokter untuk Misi Kemanusiaan di Gaza
“Kenapa banyak yang ingin mendirikan toko modern di sini? Karena memang desa ini sebagai jujukan wisatawan. Banyak wisata di desa ini,” jelasnya.
Melihat potensi besar itu, tidak sedikit investor yang mencoba masuk dengan menawarkan konsep toko modern. Namun, pemerintah desa tetap pada pendirian awal: menolak keberadaan ritel modern di Tulungrejo. Alasannya jelas, yakni untuk melindungi dan memperkuat perekonomian warga desa.
“Pihak desa lebih memberdayakan toko yang dikelola masyarakatnya. Dan memang usaha masyarakat ini sudah layak disuguhkan kepada wisatawan,” imbuh Suliyono.
Pemerintah desa menilai bahwa toko-toko milik warga sudah cukup mampu memenuhi kebutuhan para wisatawan yang datang. Produk yang ditawarkan pun tidak kalah dari toko modern, baik dari segi kualitas maupun harga. Terlebih lagi, toko lokal tersebut memberikan dampak langsung terhadap pendapatan warga dan perputaran ekonomi di tingkat desa.
Dalam waktu dekat, desa Tulungrejo akan merumuskan peraturan desa (perdes) khusus sebagai dasar hukum pelarangan toko modern. Upaya ini dilakukan untuk memperkuat komitmen sekaligus memberikan kejelasan hukum yang bisa menjadi pegangan dalam pengambilan kebijakan.
“Sehingga kami benar-benar memberlakukan peraturan ini, dan memiliki landasan hukum yang jelas,” tegas Suliyono.
Langkah yang diambil oleh Pemerintah Desa Tulungrejo ini menuai apresiasi dari banyak pihak, termasuk pemerhati ekonomi lokal dan pelaku UMKM. Mereka menilai bahwa keberpihakan desa terhadap pengusaha kecil dan toko-toko tradisional adalah contoh konkret dari pembangunan berbasis kerakyatan. Dengan memberikan ruang kepada masyarakat sendiri untuk berkembang, maka ketahanan ekonomi desa dapat terbangun secara mandiri dan berkelanjutan.
Tidak hanya itu, keputusan ini juga menjadi bentuk perlindungan terhadap kearifan lokal dan budaya desa. Dengan mempertahankan toko tradisional, maka interaksi sosial, rasa kekeluargaan, serta identitas khas desa dapat tetap terjaga.
Pemerintah Desa Tulungrejo berharap bahwa kebijakan ini bisa menjadi inspirasi bagi desa-desa lain, khususnya di kawasan wisata, agar tidak selalu bergantung pada investasi besar. Membangun desa bisa dimulai dari potensi yang ada, memberdayakan yang kecil, dan menjaga agar ekonomi lokal tetap hidup dan lestari.
baca juga:















