Breaking

Korupsi di Balik Inovasi, 2 Mantan Petinggi BRI Terlibat Kasus EDC

infomalang.com/ — Jakarta, 9 Juli 2025  Di balik ambisi transformasi digital perbankan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) justru membongkar praktik korupsi besar-besaran di tubuh PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk atau BRI. Dua mantan pejabat puncak, yaitu Catur Budi Harto, eks Wakil Direktur Utama, dan Indra Utoyo, eks Direktur Digital dan Teknologi Informasi, ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan mesin Electronic Data Capture (EDC) periode 2019–2024.

Modus Korupsi Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan inovasi teknologi yang seharusnya mempercepat digitalisasi layanan perbankan. Alih-alih memperkuat sistem pembayaran nontunai, proyek EDC justru disalahgunakan untuk meraup keuntungan pribadi. KPK menyebutkan bahwa tindakan para tersangka merugikan negara hingga Rp 744,5 miliar, angka fantastis yang menunjukkan adanya praktik sistematis dan terencana.

Skema Pengadaan yang Disalahgunakan Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa skema korupsi ini dilakukan dalam dua model pengadaan, yaitu beli putus senilai Rp 241 miliar dan skema sewa sebesar Rp 503,4 miliar. Investigasi mendalam menemukan bahwa proses lelang hanya dijadikan formalitas. Pemenang tender telah diatur sebelumnya melalui pertemuan rahasia antara pejabat internal BRI dan vendor tertentu, seperti PT Pasifik Cipta Solusi (PCS) dan PT Bringin Inti Teknologi (BRI IT).

Baca Juga:Rp700 Miliar Kerugian Negara, KPK Usut Korupsi Pengadaan EDC BRI

Peran Para Tersangka Indra Utoyo diduga sebagai aktor utama yang mengarahkan jalannya pengadaan. Ia, bersama dengan Catur Budi Harto, mengatur spesifikasi teknis perangkat EDC agar mengarah ke produk dari merek tertentu, yaitu Verifone dan Sunmi. Skema ini membuat perusahaan lain kesulitan memenuhi kriteria teknis yang sudah disesuaikan untuk vendor pilihan mereka. Praktik seperti ini dikenal dengan istilah ‘penguncian spesifikasi’, dan sering digunakan untuk menyingkirkan kompetitor sah dalam proses lelang.

Gratifikasi dan Aliran Dana Tak berhenti di situ, KPK juga mencatat adanya aliran gratifikasi sebagai imbalan atas proyek yang diberikan. Catur Budi Harto diduga menerima dua ekor kuda dan sepeda senilai total Rp 525 juta, sementara Dedi Sunardi, pejabat pengadaan BRI lainnya, menerima sepeda senilai Rp 60 juta. Di sisi lain, vendor seperti Rudy Suprayudi Kartadidjaja dari BRI IT disebut menerima fee miliaran rupiah dari pihak Verifone Indonesia.

Tersangka dan Barang Bukti Selain kedua nama besar tersebut, tiga orang lain juga dijadikan tersangka. Total ada lima orang yang telah resmi ditetapkan, dan 13 lainnya dicegah bepergian ke luar negeri. KPK juga telah menyita sejumlah barang bukti, termasuk:

  • Uang tunai Rp 17,75 miliar di rekening penampungan
  • Bilyet deposito senilai Rp 28 miliar
  • Satu set stik golf
  • Dokumen-dokumen penting lainnya

Landasan Hukum Dari sisi regulasi, para tersangka dijerat dengan:

  • Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • yang diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Penegasan dan Harapan Publik Kasus ini menunjukkan bahwa transformasi digital di sektor perbankan, meskipun penting, harus dibarengi dengan pengawasan ketat dan transparansi. Tanpa hal itu, program strategis seperti pengadaan EDC bisa menjadi lahan subur untuk korupsi berjamaah. KPK pun menegaskan akan terus menelusuri aliran dana dan potensi keterlibatan pihak lain.

Dengan kerugian negara yang besar dan praktik jahat yang tersusun rapi, publik berharap proses hukum ini tidak berhenti pada level eksekutif, tetapi juga menyentuh akar masalah dan sistem pengadaan yang lemah. Inovasi digital seharusnya membawa efisiensi, bukan jadi celah untuk korupsi berjamaah.

Baca Juga:Cekcok Berakhir Tragis, Satu Tewas dan Dua Orang Luka Parah Akibat Penusukan