MALANG – Masyarakat Kota Malang diimbau untuk mulai bersiap menghadapi kemungkinan kenaikan tarif air bersih. Hal ini menyusul rencana evaluasi kerja sama pemanfaatan sumber air antara Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang dan Pemerintah Kota (Pemkot) Malang yang berpotensi menaikkan nilai kompensasi.
Evaluasi tersebut akan menyasar dua sumber utama pasokan air ke Kota Malang, yakni Sumber Wendit di Kecamatan Pakis dan Sumber Pitu di Kecamatan Tumpang. Keduanya merupakan bagian dari empat sumber air yang dimanfaatkan dalam perjanjian kerja sama antara kedua daerah. Kerja sama tersebut berlaku hingga tahun 2027 dan kini masuk masa evaluasi sebagaimana diatur dalam pasal 21 perjanjian.
Bupati Malang H. M. Sanusi menegaskan bahwa pihaknya akan mempersiapkan proses peninjauan kembali perjanjian kerja sama tersebut. “Peninjauan kembali terhadap PKS (perjanjian kerja sama) merupakan bagian dari komitmen untuk memastikan keadilan bagi seluruh pihak,” kata Sanusi.
Langkah evaluasi ini mendapat dukungan dari DPRD Kabupaten Malang, yang merekomendasikan adanya penyesuaian nilai tarif kompensasi air yang diterima dari Kota Malang. Zulham Akhmad Mubarrok, anggota Badan Anggaran DPRD Kabupaten Malang, menjelaskan bahwa nilai jual air baku saat ini dinilai terlalu rendah dibandingkan harga jual ke konsumen oleh PDAM Kota Malang.
Sebagai gambaran, air dari Sumber Wendit dijual oleh Kabupaten Malang ke Kota Malang seharga Rp 200 per meter kubik. Setelah diproses, air tersebut kemudian dijual ke konsumen oleh Perumda Tugu Tirta (PDAM) dengan harga berkisar antara Rp 3.400 hingga Rp 15.000 per meter kubik, tergantung kategori pelanggan. Sedangkan dari Sumber Pitu, harga jual baku mencapai Rp 560 per meter kubik, termasuk biaya kaporit, pengolahan, dan distribusi.
Baca Juga: Embun Es Kembali Selimuti Bromo, Pesona Bunga Salju di Musim Kemarau
“Kami berharap nilai jual air baku bisa dinaikkan, setidaknya mencapai setengah dari harga jual terendah, atau sekitar Rp 1.700 per meter kubik,” kata Zulham. Menurutnya, tambahan tersebut bisa dimanfaatkan untuk mendukung biaya perawatan dan konservasi sumber air.
Berdasarkan catatan DPRD, pendapatan Pemkab Malang dari kompensasi air bersih menunjukkan tren kenaikan. Tahun 2023, pendapatan mencapai Rp 13,2 miliar, dan naik menjadi Rp 14,56 miliar pada tahun 2024. Kenaikan tarif air baku dinilai sebagai peluang untuk meningkatkan pendapatan daerah tanpa membebani warga secara langsung, karena disesuaikan secara bertahap melalui proses negosiasi.
Sementara itu, Direktur Utama Perumda Tugu Tirta, Priyo Sudibyo atau akrab disapa Bogank, memastikan bahwa pihaknya terbuka untuk berdialog. Ia menekankan pentingnya evaluasi yang adil agar kedua daerah sama-sama diuntungkan.
“Sudah ada komunikasi antara Wali Kota Malang dan Bupati Malang. Intinya semua disikapi dengan semangat kerja sama, dan distribusi air ke warga akan tetap lancar,” ujar Bogank. Ia juga menambahkan bahwa komponen tarif air tidak hanya ditentukan dari harga pembelian air baku, tetapi juga dari biaya operasional seperti listrik, bahan kimia, perawatan, dan tenaga kerja.
Senada, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat menyatakan bahwa tidak ada alasan bagi warga untuk khawatir. Menurutnya, pasokan air dari Kabupaten Malang akan tetap berjalan sebagaimana mestinya. Ia juga menyebut bahwa kerja sama tersebut sebelumnya sudah dikawal langsung oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sejak tahun 2022 untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas.
“Kita tetap menjamin kebutuhan air masyarakat terpenuhi. Evaluasi ini tidak akan mengganggu pelayanan,” tegas Wahyu.
Dengan adanya evaluasi kerja sama dan kemungkinan penyesuaian tarif, warga Kota Malang diharapkan mulai bersiap menghadapi perubahan yang mungkin terjadi. Namun, proses tersebut masih dalam tahap persiapan dan akan dilakukan secara bertahap dan adil melalui komunikasi antarpemerintah daerah.
Baca Juga: Penganiaya di Malang Tertangkap dalam Beberapa Jam















