infomalang.com/ Jombang, Jawa Timur – Kasus tragis yang mengguncang publik kembali mencuat ke meja hijau. Seorang perempuan muda berusia 19 tahun bernama Mustika Ayu, asal Desa Randegansari, Kecamatan Driyorejo, Gresik, menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Jombang atas perbuatannya menghilangkan nyawa bayi kandungnya sendiri. Dalam sidang yang digelar tertutup pada Selasa (15/07/2025), Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut terdakwa dengan hukuman 12 tahun penjara.
Sidang tersebut dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Luki Eko Andrianto, sementara tuntutan dibacakan langsung oleh JPU Galuh Mardiana dari Kejaksaan Negeri Jombang. Persidangan berlangsung di Ruang Sidang Cakra dan tertutup untuk umum, mengingat sensitifnya kasus ini yang menyangkut perempuan dan anak.
Terbukti Lakukan Kekerasan yang Berujung Kematian
Menurut penjelasan Kasi Pidum Kejari Jombang, Andie Wicaksono, Mustika dinilai telah melanggar Pasal 80 ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, di mana seorang ibu yang seharusnya menjadi pelindung justru melakukan kekerasan yang mengakibatkan anaknya meninggal dunia.
“Untuk tuntutannya sudah dibacakan. Kami tuntut 12 tahun penjara karena pelaku terbukti melakukan penganiayaan hingga menyebabkan kematian pada anak kandungnya,” jelas Andie saat ditemui awak media usai sidang.
Ia menambahkan bahwa pemberatan hukuman ini juga dilandasi oleh fakta bahwa pelaku merupakan ibu kandung korban. Dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, jika pelaku kekerasan terhadap anak adalah wali atau orang tua kandung, maka terdapat unsur pemberat dalam penjatuhan hukuman.
Baca Juga:Harga Emas Masih Lesu: Naik Turun Tanpa Kepastian
Kronologi Kejadian Tragis di Kos-Kosan
Peristiwa memilukan ini terjadi pada Rabu (11 Desember 2024). Mustika, yang tinggal di sebuah kamar kos di Desa Kepuhkembeng, Kecamatan Peterongan, Jombang, melahirkan bayi perempuannya tanpa bantuan medis ataupun keluarga. Karena takut ketahuan oleh penghuni kos lainnya, Mustika membekap bayi yang baru saja dilahirkannya hingga meninggal dunia akibat kehabisan oksigen.
Kematian bayi tersebut baru terungkap pada sore hari sekitar pukul 18.00 WIB. Pemilik kos, Sunardi, merasa curiga karena tidak ada aktivitas di dalam kamar Mustika dan mendobrak pintu. Saat itulah, ia menemukan bercak darah dan kondisi kamar yang mengarah pada dugaan kelahiran tanpa pertolongan.
Penemuan ini langsung dilaporkan ke pihak berwajib, yang kemudian mengamankan Mustika dan membawa jenazah bayi ke rumah sakit untuk dilakukan autopsi. Hasil visum dan penyelidikan menunjukkan adanya tanda-tanda kekerasan yang menguatkan dugaan pembunuhan.
Pembelaan Kuasa Hukum
Di sisi lain, kuasa hukum terdakwa, M. Saifuddin, menilai tuntutan yang diberikan JPU terlalu berat dan tidak mempertimbangkan Pedoman Jaksa Nomor 1 Tahun 2021 tentang Akses Keadilan bagi Perempuan dan Anak dalam Penanganan Perkara Pidana.
“Materi tuntutan akan kami kaji lebih dalam. Kami ingin melihat secara utuh konteks sosial dan psikologis yang melatarbelakangi tindakan klien kami,” ujar Saifuddin kepada wartawan. Ia menekankan bahwa Mustika berada dalam kondisi tertekan secara mental saat kejadian berlangsung dan tidak memiliki dukungan dari pihak manapun.
Reaksi Publik dan Harapan Reformasi Sosial
Kasus ini memantik diskusi luas di masyarakat, terutama terkait pentingnya edukasi seks, akses layanan kesehatan reproduksi, serta perlindungan hukum bagi perempuan muda yang mengalami kehamilan tidak diinginkan. Banyak pihak menyoroti bahwa Mustika kemungkinan besar mengalami tekanan sosial yang besar hingga nekat melakukan tindakan fatal tersebut.
Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan lebih aktif dalam memberikan pendidikan dan pendampingan psikologis, agar kejadian serupa tidak kembali terulang. Perlindungan terhadap perempuan dan anak tak hanya berbentuk hukuman, tetapi juga pencegahan dan pembinaan.
Baca Juga:MUI-Pemkab Malang Bahas Aturan Ketat untuk Sound Horeg.















