Breaking

Sound Horeg Diizinkan, Bupati Malang Ingatkan Hindari Joget Ekstrem dan Miras

Fenomena penggunaan sound horeg atau parade sound system dengan volume tinggi tengah menjadi perhatian publik, khususnya di wilayah Jawa Timur. Kabupaten Malang menjadi salah satu daerah yang cukup sering menggelar parade ini, terutama pada bulan-bulan perayaan seperti Agustus hingga Desember. Namun, maraknya kegiatan ini turut menimbulkan kontroversi, baik dari sisi sosial maupun kesehatan.

Sikap Tegas Bupati Malang

Menanggapi polemik tersebut, Bupati Malang, HM Sanusi, memberikan pernyataan tegas namun moderat. Ia menyampaikan bahwa kegiatan sound horeg pada dasarnya diperbolehkan, selama tidak menimbulkan keresahan atau pelanggaran norma yang berlaku di masyarakat. Sanusi menekankan bahwa segala bentuk pelaksanaan kegiatan tersebut harus mematuhi arahan pemerintah provinsi Jawa Timur.

“Ya, kita akan mengikuti petunjuk berikutnya,” ujar Sanusi, Selasa (15/7/2025).

Hindari Joget dan Minuman Keras

Meski secara hukum penggunaan sound horeg bersifat mubah atau diperbolehkan, Sanusi menyoroti pentingnya etika dalam pelaksanaan kegiatan tersebut. Ia mengimbau kepada para penyelenggara dan pelaku untuk menghindari aktivitas yang berpotensi menimbulkan keresahan, seperti joget-jogetan yang tidak pantas maupun konsumsi minuman keras di lokasi acara.

“Kalau parade sound atau sound horeg boleh-boleh saja. Tapi kegiatan-kegiatan yang beriringan dan tidak baik, seperti joget-jogetan atau minum-minuman keras, sebaiknya ditiadakan,” tegasnya.

Arahan untuk Kegiatan Positif

Sanusi juga mendorong agar penggunaan sound system diarahkan pada kegiatan-kegiatan positif yang sesuai dengan nilai-nilai masyarakat Kabupaten Malang. Misalnya, untuk mendukung acara keagamaan seperti pengajian, hajatan, atau kegiatan budaya lokal yang mengangkat kearifan lokal.

“Sebaiknya diarahkan pada hal-hal yang bermanfaat. Kegiatan yang sifatnya merusak atau mengganggu kenyamanan warga sebaiknya tidak dilakukan,” lanjut Sanusi.

Baca Juga: Diduga Ngebut, Dua Pemuda Wajak Terlibat Kecelakaan

Fatwa MUI dan Kajian Medis Soal Kebisingan

Sikap Bupati Malang ini muncul tidak lama setelah Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur mengeluarkan fatwa haram atas penggunaan sound horeg. Fatwa ini menyebutkan bahwa sound horeg berpotensi membahayakan kesehatan dan merusak fasilitas umum.

Dalam fatwa Nomor 1 Tahun 2025, MUI menyebutkan bahwa suara yang dihasilkan sound horeg bisa mencapai 120-135 desibel (dB), melebihi batas aman yang ditetapkan WHO yaitu 85 dB. Kebisingan semacam itu bisa menyebabkan gangguan pendengaran permanen, gangguan kognitif, dan berbagai gangguan kesehatan lainnya.

Upaya Kompromi Sosial dan Budaya

Sanusi tidak menutup kemungkinan adanya regulasi lebih lanjut terkait batasan volume dan tata cara pelaksanaan sound horeg. Namun, ia lebih mengedepankan pendekatan sosial dan budaya agar masyarakat bisa tetap menjalankan tradisi tanpa menimbulkan keresahan umum.

“Silakan berkegiatan, tapi tetap hormati nilai-nilai sosial yang berlaku. Jangan sampai tradisi menjadi sumber konflik,” pesan Sanusi.

Pentingnya Edukasi dan Regulasi Seimbang

Penggunaan sound horeg memang telah menjadi bagian dari ekspresi budaya masyarakat, namun perlu dibarengi dengan kesadaran kolektif dan regulasi yang tegas. Imbauan Bupati Malang menjadi titik tengah yang menyeimbangkan antara pelestarian budaya dan perlindungan masyarakat dari potensi dampak negatif.

Dengan adanya dialog dan edukasi yang terus-menerus, serta pengawasan dari pemerintah dan tokoh masyarakat, diharapkan kegiatan seperti sound horeg bisa tetap berlangsung dalam koridor yang sehat, aman, dan tidak merusak nilai-nilai sosial yang telah lama dijaga.

Baca Juga: Lima Orang Terluka Akibat Tabrakan Motor di Pakis