infomalang.com/ Bank Indonesia (BI) resmi menurunkan suku bunga acuannya atau BI Rate sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5,25%, sebagai langkah responsif terhadap perubahan dinamika global, khususnya pemangkasan tarif ekspor Indonesia oleh pemerintah Amerika Serikat di bawah Presiden Donald Trump.
Keputusan pemangkasan suku bunga ini diumumkan pada Rabu (16/7) dan disertai dengan penyesuaian deposit facility menjadi 4,5% dan lending facility menjadi 6%. Kebijakan ini diambil setelah rapat Dewan Gubernur BI yang mempertimbangkan berbagai indikator ekonomi dalam negeri dan global.
Stabilitas Inflasi dan Rupiah Jadi Pertimbangan Utama
Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan bahwa keputusan BI ini didasari oleh proyeksi inflasi nasional yang tetap terkendali dalam dua tahun ke depan. Inflasi dan inflasi inti diprediksi akan tetap di bawah titik tengah target 2,5% ±1%, mencerminkan kondisi makroekonomi yang stabil.
Selain itu, nilai tukar rupiah dinilai masih relatif stabil meskipun terdapat tekanan eksternal. “Kami melihat kestabilan kurs rupiah menjadi kunci dalam menjaga daya beli masyarakat, serta memberikan kepastian bagi pelaku usaha,” ujar Perry.
Respon Terhadap Kebijakan Perdagangan Trump
Faktor eksternal yang turut mendorong penurunan suku bunga adalah penurunan tarif impor Amerika Serikat terhadap produk-produk Indonesia. Pemerintah AS, melalui Presiden Trump, secara resmi menurunkan tarif dari 32% menjadi 19% untuk sejumlah komoditas ekspor RI.
Langkah ini menjadi angin segar bagi neraca perdagangan Indonesia yang selama ini dibayangi ketidakpastian global. Perry menyatakan, penurunan tarif ini membuka peluang ekspor baru, meningkatkan kepercayaan pelaku industri, dan mendorong penguatan sektor riil nasional.
“Kesepakatan ini menjadi momentum penting untuk pemulihan ekonomi Indonesia di tengah transisi global. Kami yakin, suku bunga yang lebih rendah akan memberi ruang pertumbuhan kredit dan memperkuat daya dorong ekonomi,” jelas Perry.
Pertumbuhan Kredit Masih Lemah, Tapi BI Optimistis
Meski BI telah menurunkan suku bunga, data menunjukkan bahwa pertumbuhan kredit perbankan masih melambat di semester pertama 2025. Hingga akhir Juni 2025, kredit hanya tumbuh +7,77% YoY, lebih rendah dibandingkan target BI sebesar +8–11% dan menjadi pertumbuhan terendah sejak Juni 2023.
BI mencatat bahwa perbankan lebih memilih menempatkan dana pada instrumen surat berharga, dibanding menyalurkan kredit produktif. Namun, BI tetap mempertahankan proyeksi pertumbuhan kredit sepanjang tahun, dengan keyakinan akan ada perbaikan di semester kedua 2025.
Baca Juga:Strategi RI Hadapi Tarif Trump: Siap Beli 50 Boeing dan Komoditas AS
Imbas Pasar: Rupiah Melemah Tipis, IHSG Menguat
Pasar keuangan merespons kebijakan ini secara mixed. Pada hari pengumuman, rupiah melemah tipis 0,11% ke level Rp16.278 per dolar AS, sementara yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun stagnan di 6,573%.
Namun, IHSG justru naik 0,7% ke level 7.192, didorong oleh lonjakan saham teknologi dan batu bara seperti $DCII (+19,99%) dan $DSSA (+3,86%). Saham perbankan besar cenderung bergerak terbatas, mencerminkan kehati-hatian investor terhadap outlook perbankan.
Perjanjian Dagang Masih Perlu Detail
Meskipun penurunan tarif dari AS disambut baik, pengamat menilai bahwa efek jangka panjang terhadap ekonomi Indonesia masih perlu dikaji lebih lanjut. Susiwijono Moegiarso, Sekretaris Kemenko Perekonomian, mengatakan pemerintah sedang merampungkan dokumen resmi kerja sama dagang dengan AS.
Presiden Trump menyampaikan bahwa Indonesia setuju untuk membeli produk-produk AS, termasuk energi senilai US$15 miliar, produk pertanian US$4,5 miliar, dan 50 pesawat Boeing. Namun, belum ada kejelasan soal jangka waktu dan implikasi neraca dagang Indonesia.
Keputusan BI memangkas suku bunga menjadi sinyal kuat bahwa Indonesia siap menyambut peluang pemulihan ekonomi global. Dengan inflasi yang stabil, rupiah terkendali, dan dorongan positif dari kesepakatan perdagangan, BI optimistis pemangkasan suku bunga akan memberikan efek berganda ke sektor riil.
Namun demikian, kepercayaan investor masih membutuhkan bukti konkret dari perbaikan indikator ekonomi dan realisasi kerja sama dagang yang adil serta saling menguntungkan. BI dan pemerintah dituntut untuk terus menjaga komunikasi yang transparan dan kebijakan yang adaptif demi mewujudkan pertumbuhan berkelanjutan.
Untuk informasi Suku Bunga Klik disini
Baca Juga:Trump Resmi Naikkan Tarif Impor Indonesia 19%, AS Kantongi Keuntungan Strategis















