infomalang.com/ MALANG – Alarm darurat kesehatan kini berbunyi nyaring di Kota Malang. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa partikel mikroplastik—pecahan kecil plastik berukuran kurang dari 5 milimeter—telah menyusup ke dalam tubuh manusia. Temuan ini bukan sekadar ancaman abstrak, melainkan nyata, karena mikroplastik ditemukan dalam darah, urin, bahkan cairan ketuban ibu hamil. Fakta ini menguatkan kekhawatiran bahwa krisis sampah plastik di Malang dapat berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.
106 Ton Sampah Plastik Menghantui Malang Setiap Hari
Berdasarkan data dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Malang, volume sampah plastik yang dihasilkan kota ini mencapai 106 ton per hari. Angka tersebut sangat besar jika dibandingkan dengan kapasitas pengelolaan sampah yang ada. Sebagian sampah memang berakhir di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Supit Urang, tetapi tidak sedikit yang tercecer di lingkungan, sungai, hingga terbakar secara ilegal. Kondisi inilah yang memicu lepasnya mikroplastik ke udara, tanah, dan sumber air.
“Plastik yang terdegradasi tidak hilang begitu saja. Ia berubah menjadi partikel kecil yang bisa masuk ke dalam rantai makanan,” ujar seorang peneliti lingkungan dari Universitas Brawijaya, Dr. Anindita Putri, saat diwawancarai. Ia menambahkan, mikroplastik bukan hanya mengancam ekosistem, tetapi juga kesehatan manusia dalam jangka panjang.
Mikroplastik dalam Tubuh: Ancaman Tersembunyi
Sejumlah riset internasional telah membuktikan bahwa mikroplastik bisa menembus jaringan tubuh manusia. Penelitian yang dipublikasikan di jurnal Environment International pada 2024 mengungkap bahwa partikel mikroplastik berhasil ditemukan dalam darah manusia, urin, bahkan cairan ketuban. Temuan ini mengguncang dunia medis karena menunjukkan betapa jauh penyebaran polusi plastik telah merasuk ke kehidupan manusia.
Dampak kesehatan dari paparan mikroplastik masih terus diteliti, namun sejumlah ahli menduga partikel ini dapat memicu peradangan, gangguan sistem imun, hingga meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. “Jika mikroplastik bisa mencapai aliran darah, maka potensi kerusakannya pada organ vital, termasuk jantung, tidak bisa dianggap remeh,” kata dr. Muhammad Rinaldi, pakar kesehatan lingkungan dari RS Saiful Anwar Malang.
Baca Juga:161 Ribu Warga Kabupaten Malang Terima Bantuan Beras dari Pemerintah
Malang di Tengah Krisis Lingkungan
Kota Malang, yang dikenal sebagai kota pendidikan dan wisata, kini dihadapkan pada persoalan lingkungan yang kian mendesak. Berdasarkan pemantauan komunitas lingkungan setempat, banyak titik di sungai Brantas dan Kali Bango dipenuhi sampah plastik sekali pakai. Plastik-plastik tersebut tidak hanya merusak estetika kota, tetapi juga menjadi sumber mikroplastik ketika terurai.
“Kalau kondisi ini dibiarkan, dalam beberapa tahun ke depan Malang bisa menghadapi bencana kesehatan yang lebih besar,” kata Dwi Handayani, aktivis lingkungan dari Gerakan Peduli Brantas. Ia menegaskan perlunya sinergi antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat untuk menekan produksi serta konsumsi plastik sekali pakai.
Upaya Penanganan: Dari Edukasi Hingga Kebijakan
Pemerintah Kota Malang sebenarnya telah mengambil langkah-langkah untuk mengurangi sampah plastik, seperti mengkampanyekan gerakan diet kantong plastik dan meningkatkan program bank sampah. Namun, upaya ini belum cukup untuk mengatasi volume sampah yang terus meningkat.
Menurut Kepala DLH Kota Malang, Wahyu Setiawan, diperlukan strategi yang lebih agresif. “Kita butuh regulasi yang lebih ketat terhadap penggunaan plastik sekali pakai serta memperkuat fasilitas daur ulang. Edukasi ke masyarakat juga harus masif agar perubahan perilaku bisa terjadi,” ujarnya.
Salah satu solusi yang kini sedang digodok adalah pengembangan sistem waste-to-energy di TPA Supit Urang. Program ini diharapkan mampu mengurangi timbunan sampah sekaligus menghasilkan energi alternatif. Namun, proses ini masih membutuhkan waktu dan dukungan dari berbagai pihak.
Peran Masyarakat: Dari Rumah Sendiri
Menghadapi ancaman mikroplastik, peran masyarakat tidak kalah penting. Memulai dari hal sederhana seperti membawa tas belanja sendiri, mengurangi penggunaan botol plastik sekali pakai, hingga memilah sampah di rumah bisa membantu mengurangi volume sampah yang berakhir di TPA. “Setiap orang punya peran. Kalau kita menunggu pemerintah saja, masalah ini tidak akan selesai,” kata Dwi Handayani.
Selain itu, kesadaran untuk mengolah sampah secara kreatif, seperti membuat eco-brick dari plastik yang sulit didaur ulang, juga bisa menjadi solusi jangka pendek. Upaya kecil ini, jika dilakukan bersama-sama, akan berdampak signifikan.
Ancaman Nyata, Butuh Aksi Segera
Mikroplastik bukan lagi sekadar isu global. Ia kini menjadi masalah nyata di depan mata warga Malang. Jika produksi sampah plastik tidak ditekan dan pengelolaan sampah tidak diperbaiki, maka kesehatan masyarakat akan terus berada dalam risiko. Kota Malang membutuhkan aksi cepat, tegas, dan menyeluruh untuk mencegah krisis ini semakin memburuk.
Sebagaimana diungkapkan Dr. Anindita, “Plastik yang kita buang hari ini akan kembali pada kita, entah melalui air yang kita minum atau makanan yang kita makan.” Pesan ini menjadi pengingat bahwa krisis plastik adalah tanggung jawab bersama, dan hanya melalui langkah nyata kita bisa melindungi kesehatan generasi sekarang dan yang akan datang.
Baca Juga:20 Ribu Warga Terima Bantuan Beras dari Wali Kota Malang















