infomalang.com/ JAKARTA – Indonesia mencatat tonggak sejarah baru dalam upaya pengentasan kemiskinan. Berdasarkan laporan terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan pada Maret 2025 mencapai 23,85 juta orang, atau 8,47 persen dari total populasi sekitar 280 juta jiwa. Capaian ini menjadi tingkat kemiskinan terendah dalam 20 tahun terakhir, menandai kemajuan signifikan dalam pembangunan ekonomi dan sosial Indonesia.
Dalam konferensi pers pada Jumat (25/7), Ateng Hartono, pejabat senior BPS, mengungkapkan bahwa angka tersebut merupakan pencapaian penting dari berbagai program pemerintah yang diarahkan untuk mengurangi kesenjangan sosial dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. “Angka garis kemiskinan tahun 2025 merupakan yang terendah selama dua dekade terakhir,” tegas Ateng.
Garis Kemiskinan dan Kategorisasi BPS
BPS menetapkan garis kemiskinan di angka Rp609.160 per orang per bulan, atau setara sekitar US$37. Penduduk dengan pengeluaran di bawah batas tersebut dikategorikan sebagai miskin. Penurunan ini mencerminkan peningkatan daya beli masyarakat dan membaiknya akses terhadap kebutuhan dasar seperti pangan, pendidikan, dan kesehatan.
Meski demikian, Ateng menyoroti bahwa angka rata-rata nasional tidak sepenuhnya menggambarkan kondisi merata di semua wilayah. “Kami masih menemukan kesenjangan yang cukup signifikan antara kota besar dan daerah pedesaan. Desa-desa masih memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan kawasan perkotaan,” ujarnya. Hal ini menjadi peringatan bahwa upaya pengentasan kemiskinan di daerah tertinggal masih perlu diperkuat.
Peran Pertumbuhan Ekonomi dan Kebijakan Pemerintah
Capaian ini tak lepas dari kinerja ekonomi Indonesia yang tetap solid di tengah tantangan global. Berbagai program seperti bantuan sosial tunai, subsidi pendidikan, Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), hingga pengembangan UMKM turut memberikan dampak positif terhadap daya beli masyarakat.
Selain itu, investasi besar-besaran pada sektor infrastruktur juga mendorong pemerataan pembangunan, membuka lapangan pekerjaan, dan memperkuat konektivitas antara kota dan desa. Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyebutkan bahwa dukungan kebijakan fiskal dan moneter turut menjaga stabilitas ekonomi. “Tanpa koordinasi yang baik antara pemerintah pusat dan daerah, capaian seperti ini tidak akan mungkin terwujud,” ungkapnya.
Baca Juga:Satpol PP Kota Malang Lakukan Penertiban Reklame
Kesenjangan Kota dan Desa Masih Jadi PR
Meski angka kemiskinan secara nasional menurun, BPS menegaskan bahwa ketimpangan antara kota dan desa masih perlu menjadi perhatian serius. Data menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk miskin berada di kawasan pedesaan yang bergantung pada sektor pertanian dengan produktivitas rendah.
Pemerintah didorong untuk mempercepat transformasi ekonomi pedesaan melalui investasi pada teknologi pertanian, penguatan koperasi desa, serta akses yang lebih baik terhadap pasar dan permodalan. “Jika desa tertinggal bisa terhubung dengan pusat-pusat ekonomi, kita akan melihat penurunan angka kemiskinan yang lebih cepat,” tambah Ateng.
Dampak Kesepakatan Dagang dengan Amerika Serikat
Dalam konteks global, kesepakatan perdagangan Indonesia dengan Amerika Serikat pekan lalu juga memberikan sinyal positif bagi perekonomian nasional. Kedua negara sepakat menerapkan tarif 19 persen terhadap barang-barang Indonesia, jauh lebih rendah dari ancaman tarif sebelumnya sebesar 32 persen.
Menurut Washington, hampir semua produk asal AS akan masuk ke Indonesia dengan bebas tarif, sementara Indonesia diuntungkan dengan tarif yang lebih ringan untuk ekspor ke pasar AS. Airlangga Hartarto menegaskan bahwa jika negosiasi gagal dan tarif tinggi diberlakukan, sekitar satu juta orang Indonesia berisiko kehilangan pekerjaan, yang dapat berdampak pada meningkatnya angka kemiskinan. “Kesepakatan ini menyelamatkan banyak sektor industri sekaligus melindungi tenaga kerja kita,” ujarnya.
Evaluasi dan Tantangan ke Depan
Meski capaian 8,47 persen patut diapresiasi, tantangan tetap ada. Kenaikan harga kebutuhan pokok, perubahan iklim yang memengaruhi produksi pangan, serta dinamika ekonomi global masih berpotensi menghambat laju pengentasan kemiskinan.
Pemerintah diminta untuk terus memperkuat program perlindungan sosial yang adaptif terhadap perubahan, meningkatkan kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, serta memperluas akses lapangan pekerjaan. Kolaborasi dengan sektor swasta juga krusial untuk mendukung keberlanjutan program pengentasan kemiskinan.
Menuju Indonesia yang Lebih Sejahtera
Penurunan angka kemiskinan ke level terendah dalam dua dekade terakhir menjadi bukti nyata bahwa strategi pembangunan inklusif mulai membuahkan hasil. Namun, perjuangan belum selesai. Perlu kerja sama berkelanjutan antara pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha untuk memastikan kesejahteraan ini dirasakan secara merata, terutama di daerah pedesaan.
Dengan komitmen yang kuat dan kebijakan yang tepat sasaran, Indonesia memiliki peluang besar untuk mencapai target pengentasan kemiskinan ekstrem pada 2030 sebagaimana diamanatkan dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).
Baca Juga:Indonesia Susun Peta Jalan AI untuk Gaet Investasi Asing 2025















