Breaking

Melampaui Modernitas: Menggali Orisinalitas Budaya Malang untuk Wisata Berkelanjutan

infomalang.com/Kota Malang, dengan segala pesonanya, telah lama menjadi magnet bagi para pelancong. Namun, di tengah hiruk pikuk promosi wisata modern dan upaya menciptakan daya tarik yang instan, muncul sebuah refleksi penting: sudah saatnya Malang menemukan kembali orisinalitas wisata budayanya. Sebagaimana disampaikan oleh Prof. Dr. Djoko Saryono, M.Pd., seorang budayawan dan Guru Besar Sastra Universitas Negeri Malang, dalam acara Idjen Talk pada 29 Juli 2025, beberapa destinasi di Malang masih terasa “mirip” dengan daerah lain. Ambil contoh, kawasan Kayutangan yang sering disamakan dengan Malioboro di Yogyakarta. Ini adalah momentum krusial bagi Malang untuk menggali kembali esensi dan kekhasan budayanya, menjadikannya fondasi bagi pariwisata yang benar-benar berkelanjutan dan berkesan.

Menggali Potensi Tersembunyi: Dari Tradisi hingga Situs Bersejarah

Prof. Djoko Saryono menekankan bahwa Kota Malang memiliki kekayaan tradisi dan peninggalan budaya yang luar biasa. Potensi ini, jika diinovasikan dengan cerdas, bisa diterima oleh berbagai kalangan dan dikenal lebih luas. Ia mencontohkan keberadaan seniman pembuat alat musik tradisional. Selama ini, orientasi mereka mungkin hanya pada penjualan produk. Padahal, ini adalah celah emas untuk eksplorasi lebih lanjut. Bayangkan, wisatawan tidak hanya membeli alat musik, tetapi juga disuguhkan pertunjukan yang menjelaskan proses pembuatannya, filosofi di baliknya, dan makna objek budaya yang dihasilkan. Ini akan menciptakan pengalaman imersif yang jauh lebih mendalam dan berkesan bagi pengunjung.

Lebih lanjut, Prof. Djoko juga menyoroti potensi wisata budaya dari sisi holistik: simbolik dan aspek sosial. Dari sisi simbolik, Kota Malang kaya akan situs-situs bersejarah yang bisa dieksplorasi dan dijadikan destinasi menarik. Sementara itu, dari aspek sosial, keberadaan Kampung Heritage, seperti Kampung Kayutangan, adalah representasi nyata dari kehidupan dan tradisi masa lalu yang masih lestari. Dengan statusnya sebagai kota berbasis pendidikan dengan ruang intelektual yang besar, Malang memiliki modal kuat untuk menggarap potensi-potensi wisata budayanya menjadi destinasi unggulan di masa depan.

Tantangan dan Komitmen Disporapar Kota Malang

Kepala Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Kota Malang, Baihaqi, mengakui bahwa meskipun wisata budaya sudah berjalan, optimalisasi memang belum tercapai. Ke depan, pihaknya berkomitmen untuk lebih fokus dalam menunjukkan eksistensi wisata budaya Malang agar mampu menarik lebih banyak wisatawan. Menurut Baihaqi, beberapa tempat sudah mulai mengadopsi konsep wisata budaya, namun memang memerlukan penguatan kolaborasi dengan berbagai pemangku kepentingan, termasuk masyarakat lokal itu sendiri.

Salah satu contoh keberhasilan kolaborasi ini adalah penyelenggaraan upacara adat Grebeg Suro oleh Pokdarwis Ki Ageng Gribig, yang menarik banyak wisatawan. Semangat dari kelompok sadar wisata (Pokdarwis) dan masyarakat sekitar, seperti di Kampung Kayutangan Heritage, patut diacungi jempol. Baihaqi menjelaskan bahwa fokus di Kampung Kayutangan bukan hanya pada keindahan koridor utamanya, tetapi juga kondisi di dalam kampung yang menawarkan banyak hal untuk dinikmati. Rumah-rumah tua yang masih dihuni oleh anak cucu keturunannya menciptakan suasana “hidup” dan otentik, memungkinkan wisatawan benar-benar merasakan atmosfer zaman dulu. Bahkan, seni budaya lokal pun turut dihadirkan untuk menambah keunikan pengalaman wisata di Malang.

Baca Juga:Ngalam Mbois: Festival Kampung Pecinan Malang, Simpul Akulturasi Budaya yang Memukau!

Menciptakan Kesan Kuat: Kunci Wisatawan Kembali

Pengamat Ekonomi Pariwisata, Aang Afandi, memberikan perspektif penting. Menurutnya, wisatawan mencari kesan yang kuat dari sebuah destinasi. Kesan inilah yang akan mendorong mereka untuk kembali lagi di kemudian hari. Untuk mencapai titik tersebut, Kota Malang perlu mengidentifikasi dan memperkuat sisi uniknya yang bisa dieksplorasi lebih jauh.

Aang mencontohkan kuliner khas Malang, Orem-orem. Bukan hanya kenikmatan hidangan ini yang bisa disajikan kepada wisatawan, tetapi juga sebuah pengalaman berharga yang berupa cerita di balik sejarah orem-orem. Menggali narasi di balik setiap tradisi, kuliner, atau situs bersejarah akan memberikan dimensi baru pada pengalaman wisata. Wisatawan tidak hanya datang untuk melihat atau merasakan, tetapi juga untuk belajar dan terhubung secara emosional dengan kekayaan budaya Malang.

Jalan Menuju Wisata Berkelanjutan

Penguatan orisinalitas wisata budaya di Kota Malang adalah sebuah keniscayaan. Ini bukan hanya tentang menarik lebih banyak wisatawan, tetapi juga tentang melestarikan identitas dan nilai-nilai luhur yang diwariskan dari generasi ke generasi. Peran pemerintah dalam mendukung wisata budaya secara maksimal sangat krusial, mulai dari fasilitasi hingga promosi. Kolaborasi erat antara pemerintah, budayawan, komunitas lokal, pelaku pariwisata, dan masyarakat umum akan menjadi kunci utama.

Malang memiliki segalanya: sejarah, seni, tradisi, dan masyarakat yang bersemangat. Dengan fokus pada pengembangan cerita di balik setiap objek wisata budaya, menghadirkan pengalaman yang imersif, dan menjaga keasliannya, Malang tidak hanya akan melampaui modernitas, tetapi juga akan mengukuhkan posisinya sebagai destinasi wisata budaya yang otentik, berkesan, dan berkelanjutan. Ini adalah investasi jangka panjang untuk masa depan pariwisata Malang yang lebih kaya makna dan berkarakter kuat.

Baca Juga:Gokil! Kumpulan Anak TK ini Berhasil Summit Gunung Prau