MALANG – Seorang pria membagikan pengalaman luar biasanya saat menempuh perjalanan lari sejauh 94,12 kilometer dari Tugu Balai Kota Malang hingga Tugu Pahlawan Surabaya. Ia juga menceritakan berbagai hal yang diperlukan untuk menjalani ultramarathon tersebut.
Dilansir dari akun Instagramnya @gundalgandol pada pada Selasa (29/07/2025), ia membagikan detail persiapannya mulai dari Mapping Jalur, Persiapan Nutrisi, Persiapan Gear, Persiapan Fisik, hingga Persiapan Bantuan.
“Yak! Tak spill persiapanku. Tapi ini dari kebutuhanku pribadi ya teman-teman. Semoga bisa jadi sedikit referensi. Mungkin ada teman-teman yang lebih expert, bisa nambahin di kolom komentar kalau aja ada yang kurang cocok atau ada yang perlu dibenahi. Masih pemula di ultra-ultra-an,” tulisnya dalam caption.
Mapping Jalur
Mapping jalur menjadi hal pertama yang ia lakukan. Ia harus menentukan titik mulai (start) dan titik akhir (finish) untuk menghitung total jarak dan elevasi gain (EG) yang akan ditempuh.
Setelah mengetahui jarak total, ia membaginya kurang lebih setiap 10 kilometer untuk menentukan lokasi water station (WS) atau tempat istirahat.
Lokasi tersebut bisa berupa Alfamart, Indomaret, atau toko sekitar di titik-titik tertentu. Jarak antar WS pun bisa bervariasi, tergantung pada lokasi pemberhentian yang dipilih.
Ia juga memanfaatkan fitur street view untuk mengecek kondisi jalur. Setelah proses mapping selesai, ia mencatat rute perjalanannya dari Tugu Balai Kota Malang hingga Tugu Pahlawan Surabaya, termasuk melewati Sidoarjo.
Persiapan Nutrisi
Nutrisi atau asupan yang akan dikonsumsi selama berlari perlu melalui proses trial atau percobaan terlebih dahulu untuk memastikan apakah tubuh, khususnya perut, dapat menerimanya dengan baik.
Sebagai acuan, ia menghitung kebutuhan kalorinya berdasarkan pengalaman lari sebelumnya dari Pantai Sendang Biru ke Malang. Dari hasil kalkulasi, ia membutuhkan sekitar 550 kalori per jam.
Berdasarkan angka tersebut, setiap kali mencapai water station (WS) ia akan membeli makanan dan minuman yang total kalorinya cukup untuk menunjang lari sejauh 10 km. Berikut adalah daftar asupan yang biasa ia konsumsi beserta estimasi kalorinya:
-
Selam: 550 kalori
-
Coca-Cola 425 ml: 170 kalori
-
Pocari Sweat 600 ml: 150 kalori
-
Beng-beng: 100 kalori
-
1 sendok makan madu: 60 kalori
-
2 sendok makan kismis: 50 kalori
-
Snickers: 170 kalori
Selain kalori, ia juga mengonsumsi oralit untuk mencegah kram otot. Setiap menempuh jarak 10 km, ia meminum dua sachet oralit.
Sebelumnya, ia sempat menggunakan salt stick, yaitu suplemen elektrolit berbentuk pil dengan dosis satu pil per 10 km.
Namun karena kebutuhan yang cukup besar dan pertimbangan biaya, ia menggantinya dengan oralit yang harganya hanya sekitar Rp600 per sachet, jauh lebih murah dibandingkan salt stick yang mencapai Rp6.000 per pil.
Baca Juga: Keren! Pria ini Bagikan Pengalaman Berlari dengan Rute Malang-Surabaya Sejauh 94,12 Km
Persiapan Gear
Perlengkapan sangat bergantung pada waktu mulai aktivitas. Karena ia memulai lari pada pukul 04.30 pagi dan diperkirakan selesai sekitar pukul 20.00 malam, maka persiapan dilakukan dengan menyesuaikan kebutuhan sepanjang hari.
Ia menyiapkan lampu penanda yang mampu menyala selama kurang lebih enam jam. Selain lampu putih untuk penerangan, ia juga membawa dua lampu kedip sebagai alat penanda yang dipasang di bagian depan dan belakang tubuh.
Berikut perlengkapan yang ia siapkan:
-
Pakaian lari yang nyaman dan sudah pernah dipakai sebelumnya
-
Headlamp untuk penerangan
-
Dua lampu kedip sebagai alat penanda (alert)
-
Jas hujan
-
Plester untuk mencegah lecet (blister)
-
Baby powder sebagai pencegah blister tambahan
-
Sunscreen untuk melindungi kulit dari paparan sinar matahari
-
Kacamata untuk mengurangi silau dan melindungi dari debu
-
Balaclava sebagai pelindung wajah dari sinar matahari
-
Obat-obatan pribadi
-
Arm sleeve untuk melindungi tangan dari panas
-
Running vest (tas) jika jarak antar water station (WS) cukup jauh
-
Running belt, digunakan jika WS berada cukup dekat
-
Kartu identitas
-
Uang tunai (cash)
Semua perlengkapan tersebut dipilih dengan pertimbangan kenyamanan dan keamanan selama perjalanan lari panjang.
Persiapan Fisik
Persiapan ini bersifat jelas dan wajib. Selain latihan lari, penguatan otot juga sangat penting untuk mendukung ketahanan tubuh selama perjalanan panjang.
Lari sejauh 94 km ini merupakan sesi lanjutan dari program latihan yang telah ia susun secara bertahap. Sebelumnya, ia telah menyelesaikan beberapa sesi lari jarak jauh sebagai bagian dari proses adaptasi tubuh:
-
Awal Juni: lari sejauh 50 km dengan elevasi gain (EG) sekitar 750 meter
-
Pertengahan Juni: lari sejauh 60 km dengan EG sekitar 1.100 meter
-
Di puncak program ini, ia melakukan uji coba dengan jarak 90 km ke atas sebagai simulasi menjelang sesi utama
Setiap sesi tersebut disiapkan untuk membangun daya tahan, kekuatan otot, dan kesiapan mental menghadapi rute sejauh 94 km.
Persiapan Bantuan
Yang membedakan lari ultra yang ia lakukan dengan beberapa teman lainnya adalah soal teknis pelaksanaan. Ia memilih untuk berlari seorang diri—tanpa tim pendamping, tanpa pemantauan langsung, tanpa dukungan logistik seperti penyediaan nutrisi atau bantuan medis di sepanjang rute.
Karena itu, semua kebutuhan harus dipersiapkan secara mandiri, dengan mempertimbangkan berbagai kemungkinan terburuk. Disiplin dalam manajemen diri menjadi kunci utama.
Sebagai langkah pengamanan, ia menetapkan aturan untuk memberikan kabar secara rutin setiap menempuh 10 km atau setiap kali berhenti istirahat. Hal itu bertujuan untuk memudahkan pelacakan posisi sekaligus menjadi penanda bahwa kondisinya dalam keadaan baik.
Lebih lanjut, ia menegaskan bahwa garis finish yang sebenarnya bukan hanya saat mencapai titik akhir lari, tetapi ketika berhasil kembali ke rumah dalam keadaan baik-baik saja.
“Dan tentu saja yang harus diingat, garis finish sebenarnya adalah saat kita kembali ke rumah dengan keadaan baik-baik saja.” pungkasnya.
Baca Juga: Warga Rejoyoso Jatuh ke Jurang 15 Meter Usai Menghindari Truk















