Breaking

Mega Proyek Skytrain Malang Raya: Membelah Kota 24 Km dengan Investasi Rp13 Triliun

infomalang.com/ – Era baru transportasi terintegrasi di Malang Raya kian mendekati kenyataan. Pemerintah pusat, bekerja sama dengan pemerintah daerah, tengah serius merancang moda transportasi modern skytrain yang akan menjadi tulang punggung penghubung tiga wilayah inti: Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu. Proyek ambisius ini diupayakan masuk dalam daftar Proyek Strategis Nasional (PSN), mengingat estimasi biaya pembangunannya yang mencapai angka fantastis Rp13 triliun. Ini adalah langkah monumental untuk mengatasi tantangan mobilitas dan mendorong pertumbuhan ekonomi di salah satu kawasan paling dinamis di Jawa Timur.

Dari Diskusi Tiga Kepala Daerah Menuju Proyek Nasional

Gagasan mengenai skytrain di Malang Raya bukanlah hal baru. Wacana ini sempat mengemuka dalam pertemuan penting antara tiga pimpinan daerah—Wali Kota Batu Nurochman, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat, dan Bupati Malang Sanusi—di Balai Kota Among Tani Batu pada 18 Juli lalu. Pertemuan ini menjadi titik tolak bagi proyek yang diharapkan mampu merevolusi sistem transportasi publik di wilayah tersebut.

Konsep awal yang terungkap dari diskusi tersebut cukup menjanjikan. Rute skytrain diproyeksikan mencapai total 24 kilometer. Rinciannya meliputi 10 kilometer di Kabupaten Malang, enam kilometer di Kota Malang, dan delapan kilometer di Kota Batu. Distribusi rute ini dirancang untuk memastikan konektivitas yang merata di seluruh Malang Raya, memfasilitasi pergerakan warga dan wisatawan.

Bagi Kota Batu, usulan proyek skytrain ini merupakan tindak lanjut dari rencana proyek sebelumnya, yaitu cable car atau kereta gantung. Hal ini sebenarnya mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 80 Tahun 2019 tentang Percepatan Pembangunan Ekonomi di Kawasan Gerbangkertosusila, Bromo-Tengger-Semeru, dan Selingkar Wilis, serta Lintas Selatan. Dalam aturan tersebut, Kota Batu memang memiliki jatah PSN berupa pembangunan kereta gantung. Namun, karena terhambat bertahun-tahun akibat berbagai kendala, terutama aturan yang tidak memperbolehkan pembangunan kereta gantung di ruang publik, munculah opsi pembangunan skytrain.

“Tidak hanya diusulkan untuk Kota Batu saja. Tapi langsung menghubungkan Malang Raya,” terang Nurochman, yang akrab disapa Cak Nur. Ini menunjukkan visi yang lebih luas, tidak hanya untuk satu kota, melainkan untuk konektivitas regional yang terintegrasi.

Desain Whoosh dan Tantangan Pendanaan

Mengenai desain, Cak Nur mengungkapkan bahwa skytrain ini akan didesain mirip seperti Whoosh, kereta api cepat yang menghubungkan Jakarta dan Bandung dengan kecepatan operasional hingga 350 km/jam. Jika konsep ini yang dipilih, maka waktu tempuh antarwilayah di Malang Raya akan sangat singkat, secara signifikan mengurangi kemacetan dan memperlancar mobilitas.

Meski demikian, tantangan terbesar terletak pada pendanaan. Cak Nur memastikan seluruh dana pembangunan skytrain akan menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Namun, dia belum bisa menyebutkan secara pasti kebutuhan anggaran total untuk realisasi proyek ini. “Kalau melihat dari kondisi APBN, sepertinya masih perlu kami komunikasikan lagi dengan pemerintah pusat,” bebernya. Koordinasi dengan pemerintah pusat, termasuk Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan, yang sempat dijadwalkan pada 23-24 Juli lalu, terpaksa diundur. “Kami masih menunggu kepastian jadwal terbaru,” tambah Cak Nur.

Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Malang, Tomie Herawanto, kemudian mengkonfirmasi bahwa anggaran proyek skytrain diperkirakan mencapai Rp13 triliun. Sumber pembiayaan ini diupayakan secara unsolicited atau murni dari badan usaha, sehingga pemerintah daerah tidak perlu mengeluarkan biaya sama sekali. Model pembiayaan ini diharapkan dapat mempercepat realisasi proyek tanpa membebani APBD.

Baca Juga:Bank Indonesia Malang Resmikan Festival MBF 2025: Dorong UMKM & Ekonomi Syariah Secara Sinergis

Sinergi dan Optimisme Pemda: Skytrain Sebagai Kebutuhan Publik

Dari sisi Kabupaten Malang, Bupati Sanusi menjelaskan bahwa proyek skytrain ini juga merupakan bagian dari program yang diinisiasi oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. “Kami menginginkan segera terealisasi. Tapi intervalnya paling cepat ya dua tahun. Mudah-mudahan bisa berkolaborasi,” ucap Sanusi. Ia menambahkan, ide ini awalnya dicetuskan oleh Luhut Binsar Pandjaitan beberapa tahun silam namun sempat terhenti karena pandemi Covid-19, sebelum akhirnya diseriusi kembali tahun ini.

Di tempat lain, Wali Kota Malang Wahyu Hidayat juga menjelaskan bahwa rencana pertemuan dengan Luhut Binsar Pandjaitan diarahkan langsung ke kementerian. “Ternyata kami diarahkan langsung ke kementerian. Jadi tidak bertemu Pak Luhut. Langsung diminta menghadap Menko saja,” terang Wahyu. Menteri yang dimaksud adalah Menteri Koordinator bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Wahyu masih menunggu jadwal dari Menko AHY untuk mempresentasikan rencana skytrain dan detail anggaran yang dibutuhkan.

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Malang, Widjaja Saleh Putra, menambahkan bahwa pertemuan tiga kepala daerah beberapa waktu lalu merupakan tahap awal pembahasan proyek skytrain. Pihaknya siap membantu dalam memberikan data penunjang untuk pembangunan jaringan transportasi itu. “Dari pertemuan pertama muncul usul pembangunan skytrain. Kami tentu sangat mendukung rencana tersebut, karena ini kebutuhan publik,” terangnya.

Jaya juga menegaskan bahwa proyek skytrain tidak akan ada tumpang tindih dengan proyek Trans Jatim yang juga sedang berjalan. Justru, keduanya akan saling melengkapi dan memperkaya pilihan transportasi bagi masyarakat. Trans Jatim bakal melalui jalur tengah Kota Malang, mulai dari Kota Batu, berlanjut ke Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, masuk Kota Malang dari Jalan Landungsari menuju Jalan Tlogomas, kemudian berlanjut ke Jalan Soekarno-Hatta. Sementara itu, skytrain akan menggunakan jalur yang berbeda, yakni Kecamatan Pakis dan Kecamatan Singosari, berlanjut ke Kecamatan Karangploso (Kabupaten Malang), sebelum akhirnya masuk ke sebagian wilayah Kota Malang dan berakhir di Kota Batu.

Optimisme terhadap proyek ini sangat tinggi, meskipun Rizaldi dari Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah Kota Batu menyatakan bahwa kemungkinan proyek ini tidak lagi bisa menggunakan Perpres yang lama karena PSN yang diusulkan sudah berbeda. Namun, Rizaldi optimistis proyek tersebut bisa langsung dimulai tahun ini juga, bergantung pada kecepatan koordinasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Sebagai referensi, skytrain sudah diterapkan di Bandara Soekarno-Hatta, menghubungkan terminal 1, 2, dan 3, serta Stasiun Kereta Bandara, dengan panjang lintasan 3,2 kilometer dan biaya hampir Rp1 triliun. Ada juga rencana proyek skytrain rute BSD-Lebak Bulus sepanjang 21,2 kilometer dengan perkiraan biaya Rp238 miliar per kilometer, atau total Rp5,04 triliun. Angka Rp13 triliun untuk 24 km di Malang Raya menunjukkan skala proyek yang sangat besar dan ambisius.

Dengan berbagai upaya koordinasi dan dukungan dari pemerintah daerah hingga pusat, mimpi untuk memiliki sistem transportasi modern sekelas skytrain di Malang Raya semakin mendekati kenyataan, siap mengubah wajah mobilitas dan mendukung pertumbuhan kawasan.

Baca Juga:Revitalisasi Stasiun Malang, KAI dan Pemkot Perkuat Sinergi Demi Layanan Transportasi Prima