InfoMalang – Bahan bakar campuran bensin dan etanol atau yang dikenal sebagai PE10 dinilai lebih ramah lingkungan dibandingkan bahan bakar fosil murni. Namun penggunaan etanol dalam campuran bahan bakar masih menghadapi tantangan besar, salah satunya adalah risiko oksidasi yang tinggi serta potensi korosi pada mesin kendaraan. Menjawab tantangan tersebut, peneliti dari Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Indonesia (UI), Indah Kurniawaty, menghadirkan solusi inovatif dengan mengembangkan zat tambahan berbasis daun kaliandra merah.
Indah menjelaskan, aditif ini disintesis menggunakan metode sintesis hijau, yaitu teknik ramah lingkungan yang memanfaatkan kandungan alami daun kaliandra seperti flavonoid dan alkaloid. “Campuran etanol dan bensin memang lebih ramah lingkungan, namun tetap menghadapi kendala seperti lebih mudah teroksidasi dan menyebabkan korosi pada mesin. Melalui pendekatan sintesis hijau, kami memanfaatkan kandungan alami daun kaliandra untuk menciptakan logam aditif seperti MgO, Al₂O₃, dan MgAl₂O₄,” ungkap Indah dalam rilis resmi UI, Selasa (29/7/2025).
Baca Juga: Kota Malang Pastikan Tidak Ada Pengajar Sekolah Rakyat yang Mundur, Justru Kekurangan Tenaga
Proses Riset di Laboratorium UI dan Pertamina
Riset mengenai bahan bakar etanol ini dilakukan di Laboratorium Nano and Interfacial Chemistry (NIC), Departemen Kimia FMIPA UI, serta di Laboratorium Pertamina. Daun kaliandra merah yang menjadi bahan utama diperoleh dari Kebun Biofarmaka IPB, Bogor. Dari ekstrak daun tersebut, Indah berhasil menghasilkan nanopartikel logam oksida yang kemudian ditambahkan ke dalam campuran bensin dan etanol (PE10).
“Melalui proses ini, kami berusaha menggabungkan keunggulan material berbasis logam oksida dengan prinsip ramah lingkungan dari sintesis hijau,” jelasnya.
Penggunaan logam oksida ini dirancang untuk meningkatkan stabilitas oksidasi campuran bensin- etanol , memberikan perlindungan terhadap korosi, sekaligus memperbaiki kinerja pembakaran. Inovasi ini dinilai sangat potensial sebagai salah satu langkah transisi menuju energi bersih di Indonesia.
Hasil Uji: Lebih Stabil, Minim Korosi, dan Ramah Lingkungan
Hasil pengujian menunjukkan bahwa campuran PE10 dengan aditif logam oksida dari daun kaliandra memiliki kestabilan yang jauh lebih baik dibandingkan campuran biasa. Campuran ini tidak cepat mengalami kerusakan selama penyimpanan, sehingga lebih aman digunakan dalam jangka waktu lama.
Selain itu, aditif tersebut terbukti memberikan perlindungan terhadap korosi pada mesin. Mesin yang menggunakan bahan bakar campuran bensin- etanol dengan aditif kaliandra mengalami penurunan risiko berkarat dibandingkan bahan bakar campuran tanpa tambahan aditif.
Dari sisi emisi, penambahan aditif kaliandra mampu meningkatkan efisiensi pembakaran, ditandai dengan peningkatan kadar karbon dioksida (CO₂) yang menandakan pembakaran lebih sempurna, serta penurunan kadar polutan berbahaya seperti nitrogen dioksida (NO₂) dan sulfur dioksida (SO₂).
Dari Riset ke Gelar Doktor
Penelitian ini merupakan bagian dari disertasi Indah yang berjudul “Peningkatan Kinerja Bahan Bakar Campuran Bensin- Etanol Menggunakan Aditif MgAl₂O₄ yang Disintesis Melalui Metode Sintesis Hijau dari Ekstrak Daun Calliandra calothyrsus” . Riset ini berhasil mengantarkan Indah meraih gelar Doktor Ilmu Kimia dari Universitas Indonesia dengan predikat sangat memuaskan dan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,96.
Sidang promosi doktor tersebut digelar di Aula Prof Dr GA Siwabessy, FMIPA UI, Depok, pada Rabu (23/7/2025). “Saya ingin membuktikan bahwa solusi energi masa depan bisa berasal dari tanaman lokal. Tidak harus mahal atau berdampak buruk pada lingkungan,” ujar Indah.
Potensi Besar untuk Transisi Energi Indonesia
Temuan ini membuka peluang besar dalam pemanfaatan tanaman lokal sebagai sumber inovasi energi bersih. Indonesia memiliki kekayaan hayati yang berlimpah, termasuk tanaman kaliandra, yang selama ini belum banyak dimanfaatkan secara optimal. Dengan penelitian seperti ini, tanaman lokal bisa menjadi solusi bagi masalah energi sekaligus mendukung agenda pemerintah dalam transisi menuju energi terbarukan.
Selain itu, pendekatan sintesis hijau yang digunakan Indah juga menjadi contoh nyata bahwa penelitian energi bersih tidak harus bergantung pada teknologi mahal atau sumber daya impor.
“Jika penelitian ini terus dikembangkan dan didukung, tidak mungkin Indonesia bisa menjadi pelopor dalam inovasi energi bersih dari tanaman lokal,” tutur Indah.













