infomalang.com/ – Data yang mengkhawatirkan muncul dari Malang Raya. Tercatat, sebanyak 82 perempuan menjadi korban kekerasan seksual dengan berbagai modus operandi yang kian licik. Angka ini menjadi lampu kuning bagi seluruh pihak, terutama orang tua, pendidik, dan aparat penegak hukum, untuk lebih waspada dan mengambil langkah serius dalam mencegah kejahatan ini. Kasus-kasus yang terjadi menunjukkan bahwa kekerasan seksual tidak hanya terjadi di ruang-ruang gelap, tetapi juga seringkali di balik kedok kepercayaan dan kedekatan, bahkan dari lingkungan terdekat.
Modus dan Pola Kekerasan Seksual yang Mengintai
Salah satu kasus yang baru-baru ini mencuat melibatkan seorang mahasiswi di Malang Raya. Berdasarkan keterangan dari Dinsos-P3AP2KB, korban awalnya menolak ajakan pelaku, namun perlahan luluh dan menuruti ajakan pelaku untuk beristirahat di kosnya. Di sana, pelaku justru melakukan pemerkosaan. Kasus ini menjadi contoh nyata bagaimana pelaku memanfaatkan kedekatan dan rayuan untuk melancarkan aksinya.
Kapolres Batu, AKBP Andi Yudha Pranata, mengungkapkan bahwa kasus kekerasan seksual di wilayahnya didominasi oleh persetubuhan terhadap anak (lima perkara), diikuti pencabulan terhadap anak (tiga perkara), dan penganiayaan disertai kekerasan terhadap perempuan (empat perkara). “Rata-rata korban masih berusia di bawah 16 tahun,” ungkapnya. Modus yang dilakukan pelaku, menurutnya, hampir serupa, yaitu memiliki kedekatan dengan korban. Hal ini membuat pelaku lebih leluasa mengambil kesempatan untuk melakukan tindak kekerasan.
Amida Yusiana, Kabid Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak DP3AP2KB Kota Batu, menambahkan bahwa kejahatan seksual memang rentan dilakukan oleh orang terdekat. Faktor utama yang mendorong hal ini adalah kepercayaan korban terhadap pelaku yang sudah terbangun kuat. Pelaku seringkali memanfaatkan kondisi ini, bahkan sudah memperhitungkan kemungkinan korban untuk melapor. Dengan adanya kedekatan, pelaku merasa lebih mudah memantau korban dan mencegah pelaporan. “Di saat yang sama, korban juga lebih mudah dipantau oleh pelaku apabila terjadi pelaporan,” beber Amida.
Kedekatan emosional, seperti hubungan antara guru dan siswa yang akrab, juga menjadi salah satu faktor. Dalam situasi seperti ini, korban seringkali tidak menyadari bahwa ia sedang dilecehkan, karena menganggap perbuatan tersebut sebagai bagian dari keakraban.
Baca Juga:MUI Minta Ponpes Ubah Pola Didik Pascakasus Pencambukan Santri di Pakisaji, Malang
Pentingnya Edukasi dan Keterlibatan Berbagai Pihak
Untuk mencegah berbagai bentuk kekerasan seksual, Iik dari Dinsos-P3AP2KB bersama timnya terus menekankan pentingnya edukasi, baik kepada anak-anak maupun perempuan dewasa. Edukasi kepada anak-anak bisa dilakukan dengan cara yang sederhana namun sangat efektif, yaitu memperkenalkan bagian tubuh yang boleh atau tidak boleh disentuh oleh orang lain. Ini adalah fondasi penting dalam membangun kesadaran akan batas-batas privasi tubuh sejak dini.
Selain itu, ia juga mengingatkan agar masyarakat mewaspadai sosok-sosok di lingkungan terdekat keluarga. Ini adalah pengingat bahwa predator tidak selalu datang dari luar, melainkan bisa jadi dari lingkaran terdekat yang paling dipercaya.
Langkah konkret juga akan diambil di lingkungan kampus. “Edukasi juga akan kami lakukan di lingkungan kampus. Dalam waktu dekat, kami akan memanggil satuan tugas anti-kekerasan seksual agar ke depan tidak diam jika menemukan kasus,” tegas Iik. Inisiatif ini sangat penting mengingat lingkungan kampus seringkali menjadi tempat rentan terjadinya kekerasan seksual. Dengan adanya satuan tugas, diharapkan korban memiliki wadah yang aman untuk melapor dan mendapatkan perlindungan.
Amida Yusiana juga menekankan pentingnya peran orang tua. Selain mengajarkan anak tentang batasan tubuh, orang tua juga perlu membatasi akses internet atau media sosial kepada anak-anak. Kontrol terhadap dunia digital ini menjadi krusial untuk mengantisipasi tindakan kejahatan yang seringkali diawali dari ruang virtual.
Langkah Pencegahan yang Komprehensif
Fenomena 82 kasus kekerasan seksual di Malang Raya ini adalah alarm bagi kita semua. Pencegahan membutuhkan pendekatan yang komprehensif, melibatkan semua pihak, dari keluarga hingga institusi pendidikan dan pemerintah.
- Edukasi Sejak Dini: Ajarkan anak-anak tentang batasan privasi tubuh dan cara mengatakan “tidak” dengan tegas.
- Pengawasan Ekstra di Lingkungan Terdekat: Orang tua perlu lebih peka terhadap interaksi anak dengan orang-orang di sekitarnya, termasuk kerabat dekat.
- Keterlibatan Institusi: Sekolah dan kampus harus memiliki mekanisme pelaporan dan penanganan kasus yang jelas, serta Satuan Tugas Anti Kekerasan Seksual yang aktif.
- Literasi Digital: Batasi akses anak ke internet dan berikan edukasi tentang bahaya predator online.
- Pendampingan Psikologis: Sediakan layanan konseling bagi korban agar dapat pulih dari trauma.
Dengan kesadaran dan kerja sama yang kuat, diharapkan angka kekerasan seksual di Malang Raya dapat ditekan. Ini adalah tanggung jawab kita bersama untuk menciptakan lingkungan yang aman, inklusif, dan bebas dari kejahatan seksual bagi seluruh perempuan dan anak-anak.















