KEPANJEN – Kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) kembali menjadi sorotan publik, kali ini di Kabupaten Malang. Seorang pemuda berinisial Kusumawardhana Alfiyan Muhammad (32), warga Desa Sumberporong, Kecamatan Lawang, harus menerima kenyataan pahit divonis 12 bulan penjara. Hukuman ini dijatuhkan oleh majelis hakim setelah ia terbukti bersalah melakukan kekerasan fisik terhadap istrinya, FFW. Kasus ini menjadi pengingat keras bahwa tindakan kekerasan dalam rumah tangga tidak dapat ditoleransi dan akan mendapatkan ganjaran hukum yang setimpal.
Kronologi KDRT yang Berawal dari Cekcok
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Dian Puspita SH memaparkan kronologi kasus ini dalam persidangan. Peristiwa kekerasan fisik tersebut terjadi pada 11 Oktober 2024. Awalnya, masalah bermula ketika ayah dan paman korban, FFW, datang ke rumah pasangan tersebut. Namun, Alfian menolak untuk menemui mereka, yang memicu kekesalan FFW.
Situasi ini kemudian berkembang menjadi cekcok antara suami dan istri. “Korban menampar duluan sekali, kemudian dibalas terdakwa dengan menampar sebanyak dua kali, lalu ditinju dan dicekik,” kata Dian Puspita setelah sidang. Tindakan Alfian ini menyebabkan korban mengalami luka memar pada pelipis, pipi, lengan bawah, dan tangan sebelah kanan.
Tidak terima dengan perlakuan suaminya, FFW kemudian melaporkan Alfian ke Polres Malang. Pada hari yang sama, korban juga mengajukan gugatan cerai. Laporan ini segera diproses oleh pihak kepolisian, dan pada 14 Mei 2025, Alfian ditangkap untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Vonis Hakim dan Pembelaan Pihak Terdakwa

Dalam putusan Pengadilan Negeri (PN) Kepanjen, majelis hakim menilai terdakwa bersalah atas tindakannya. “Terbukti melakukan kekerasan fisik dalam rumah tangga, terdakwa dijatuhi pidana satu tahun penjara dikurangi masa tahanan,” kata anggota majelis hakim Rakhmat Rusmin Widyartha SH. Vonis ini menunjukkan ketegasan hukum dalam menindak kasus KDRT, menegaskan bahwa kekerasan fisik dalam rumah tangga adalah tindak pidana yang serius.
Menanggapi vonis tersebut, penasihat hukum terdakwa, Nadya Dara SH, mengungkap permasalahan lain yang menjadi pemicu di balik tindakan Alfian. Menurutnya, konflik yang terjadi berawal dari masalah keuangan, tepatnya utang pinjaman online (pinjol) yang diajukan oleh istri Alfian tanpa izin suaminya. “Istri klien saya ini punya utang pinjaman online (pinjol) dan diajukan tanpa izin suami. Sekitar dua kali pinjam dan baru sekali dibayar oleh klien saya,” kata Nadya setelah sidang.
Baca Juga:Modus Oplos LPG Bersubsidi Terungkap di Malang, Kerugian Negara Capai Rp162 Juta
Nadya menjelaskan, meskipun Alfian mampu melunasi utang tersebut, kelakuan FFW tidak bisa diterima karena ia telah berulang kali dinasihati untuk tidak mengajukan pinjol, namun tidak dihiraukan.
Latar Belakang Konflik dan Upaya Hukum
Konflik semakin memanas ketika orang tua FFW ikut campur dan memarahi Alfian. “Keluarga istri tersinggung karena masalah pinjol, marah-marah lah ke terdakwa. Posisi saat itu juga klien saya mau kerja shift malam dan capek,” imbuh Nadya. Kondisi ini membuat Alfian merasa tertekan, yang kemudian berujung pada cekcok dan tindakan kekerasan.
Nadya juga memberikan pembelaan yang berbeda dari paparan JPU. Ia menyebut bahwa yang memulai kekerasan adalah FFW. “Yang mulai perkara ini sebenarnya istri. Yang dilakukan klien saya itu hanya membalas,” ujar Nadya. Ia juga menambahkan, luka di tangan korban akibat visum adalah karena Alfian menarik tangan istrinya yang saat itu memegang pisau, dalam upaya untuk bunuh diri.
Meskipun demikian, fakta-fakta yang terungkap di persidangan menunjukkan bahwa kekerasan fisik yang dilakukan Alfian tidak bisa dibenarkan. Apapun alasannya, kekerasan fisik tidak dapat dibenarkan dalam penyelesaian masalah rumah tangga. Vonis 12 bulan penjara yang dijatuhkan oleh majelis hakim menjadi penegasan bahwa hukum berada di pihak korban dan tidak akan menoleransi segala bentuk KDRT.
Kasus ini menjadi pelajaran berharga bagi setiap pasangan untuk menyelesaikan konflik rumah tangga dengan cara yang damai dan menghindari kekerasan fisik. Masalah utang pinjol dan kecanduan judi daring, yang seringkali menjadi pemicu KDRT, harus ditangani dengan serius. Pemahaman akan pentingnya komunikasi yang sehat, pengelolaan keuangan yang transparan, dan mencari bantuan profesional saat konflik memanas menjadi kunci untuk menciptakan rumah tangga yang harmonis dan terhindar dari kekerasan. Hukum telah menunjukkan ketegasannya, kini saatnya masyarakat lebih sadar akan bahaya KDRT.
Baca Juga:Aksi Sigap Polres Malang, Pencuri Mobil Dibekuk Kurang dari 24 Jam Usai Beraksi















