InfoMalang – Mantan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, kembali memicu kontroversi dan perhatian global melalui pernyataan tegasnya terhadap industri semikonduktor. Dalam sebuah pernyataan terbaru, Trump mengumumkan bahwa dirinya akan memberlakukan tarif sebesar 100% untuk semua chip semikonduktor yang diimpor ke Amerika Serikat , kecuali dari negara-negara yang telah atau sedang membangun fasilitas produksi chip di wilayah AS.
Langkah ini diyakini sebagai bagian dari strategi besar Trump untuk mendorong pertumbuhan industri dalam negeri, sekaligus mengurangi ketergantungan Amerika pada rantai pasok global, khususnya dari Asia.
Baca Juga:Dolar AS Menguat Tipis, Rupiah Melemah ke Kisaran Rp 16.400
Menekan Negara yang Tak Mau Produksi di AS
Trump menyatakan bahwa tarif tersebut akan dikenakan kepada negara-negara yang enggan menyediakan modal di AS untuk membangun pabrik chip. “Jika Anda tidak ingin memproduksi chip di Amerika Serikat, maka chip Anda akan terkena tarif 100%,” tegasnya dalam wawancara dengan media.
Namun, ia menyampaikan kepada negara atau perusahaan yang telah menyatakan komitmen serius untuk membangun fasilitas produksi chip di AS. “Jika Anda sudah mulai membangun atau berkomitmen dan proses konstruksi sedang berjalan, maka tidak akan ada tarif. Tapi jika Anda pura-pura bangun lalu tidak ada realisasi, Anda tetap akan dikenakan tarif—dan akan dihitung tambah mundur,” Trump.
Strategi “Build in America” dalam Industri Teknologi
Langkah Trump ini menandai eskalasi dari kebijakan proteksionis yang sebelumnya ia dorong selama masa jabatannya sebagai presiden. Meski kini ia bukan lagi kepala negara, pernyataannya tetap berdampak besar terhadap kebijakan Partai Republik dan respons global terhadap peta industri chip dunia.
Dalam beberapa tahun terakhir, kekhawatiran terhadap keamanan nasional dan stabilitas rantai pasok teknologi mendorong pemerintah AS untuk mengembangkan produksi semikonduktor lokal. Kurangnya chip selama pandemi COVID-19 menunjukkan betapa rentannya ketergantungan AS terhadap pabrik-pabrik di luar negeri.
Program CHIPS and Science Act, yang disahkan pada tahun 2022 di bawah pemerintahan Presiden Joe Biden, mengalokasikan lebih dari US$ 52 miliar untuk subsidi dan insentif pengembangan industri semikonduktor di AS. Kebijakan tersebut telah menarik beberapa perusahaan raksasa seperti Intel, TSMC, dan Samsung untuk mulai membangun fasilitas produksi di berbagai negara bagian Amerika.
Tekanan Tambahan bagi Negara Penghasil Chip
Pernyataan Trump memberikan tekanan tambahan kepada negara-negara seperti Taiwan, Korea Selatan, Jepang, dan bahkan Tiongkok—yang selama ini mendominasi pasar produksi chip global. Jika tarif benar-benar diberlakukan, banyak perusahaan asal negara tersebut harus meninjau ulang strategi ekspor mereka ke pasar AS.
Sebaliknya, negara-negara yang telah menyatakan komitmen investasi di AS—seperti Korea Selatan dengan proyek Samsung di Texas—mungkin akan lolos dari kebijakan tarif ini. Namun, Trump menegaskan bahwa janji belaka tidak cukup. “Kalau janji hanya untuk menghindari tarif, dan kemudian tidak dibangun, kami akan mengumpulkan dan tetap tagih tarifnya,” kata dia.
Reaksi Campuran dari Pelaku Industri
Beberapa analis industri menyambut kebijakan ini dengan hati-hati. Mereka menilai Trump memiliki niat baik dalam mengembalikan kejayaan manufaktur AS, namun penerapan tarif yang ekstrem dapat memicu ketegangan dagang dan membebani konsumen.
“Tarif 100% bisa menyebabkan harga barang elektronik naik drastis. Smartphone, laptop, bahkan mobil yang sangat bergantung pada chip—semuanya bisa terdampak,” ujar seorang analis dari Silicon Valley.
Sementara itu, perusahaan manufaktur AS yang bergerak di bidang chip menyambut potensi pasar positif yang lebih kompetitif jika tarif diterapkan terhadap produk impor. Mereka berharap, kebijakan ini dapat menciptakan ekosistem industri yang lebih kuat dan berkelanjutan.
Amerika dan Peran Global dalam Industri Chip
Amerika Serikat saat ini hanya memproduksi sekitar 12% dari total chip semikonduktor global , angka yang turun drastis dari 40% pada tahun 1990. Ketertinggalan ini menjadi perhatian serius bagi para pembuat kebijakan di Washington, yang kini gencar mendorong pemulihan dominasi AS dalam sektor ini.
Jika kebijakan tarif 100% benar-benar diterapkan, maka langkah ini akan menjadi bagian dari upaya lebih besar untuk mengembalikan Amerika sebagai pusat manufaktur teknologi tinggi dunia.
Antara Proteksi dan Inovasi
Gebrakan Trump dalam mematok tarif 100% bagi chip impor dengan jelas menampilkan komitmennya untuk melindungi industri dalam negeri. Namun, langkah tersebut juga membuka diskusi panjang tentang dampaknya terhadap pasar global, hubungan dagang internasional, serta harga produk teknologi di Amerika.
Pemerintah dan pelaku industri kini harus memilih antara risiko proteksionisme yang terlalu ekstrem atau dorongan kuat untuk berdikari dalam sektor strategis seperti semikonduktor. Satu hal yang pasti—dunia akan terus menyoroti langkah Trump dan menunggu respons dari negara-negara penghasil chip utama dunia.















