InfoMalang – Fenomena miliarder dunia memborong lahan pertanian dalam skala besar memicu perhatian luas. Presiden Prabowo Subianto menegaskan bahwa penguasaan pangan adalah kunci kedaulatan negara, sementara pakar dari Universitas Brawijaya menilai situasi ini merupakan tanda dimulainya era yang disebut sebagai “perang pangan”.
Menurut Dosen Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Brawijaya, Muhammad Barqah Prantama, aksi para miliarder teknologi membeli lahan pertanian bukanlah kebetulan. Ia melihat hal ini sebagai refleksi dari kesadaran global bahwa pangan kini menjadi instrumen strategis untuk mengamankan posisi sebuah negara. Ia menyebut, pangan tidak lagi hanya dilihat sebagai komoditas ekonomi, melainkan alat hegemoni yang mampu menentukan arah politik dunia.
Barqah mengingatkan bahwa sejak awal 2000-an, sejumlah pakar pertanian telah menegaskan pentingnya pangan dalam geopolitik. Kini, fenomena tersebut semakin nyata, dengan investor kaya menguasai aset lahan dan rantai pasok pangan di berbagai negara. Menurutnya, inilah bentuk modern dari perebutan sumber daya—bukan lagi minyak atau gas, melainkan bahan pangan.
Baca Juga:Kebakaran Hanguskan Kandang Ayam di Malang, 30 Ribu Ekor Mati Terpanggang Kerugian Capai Miliaran Rupiah
Lahan Pertanian Menyusut, Tantangan Bertambah
Di Indonesia, tantangan tidak hanya datang dari luar negeri. Pertumbuhan penduduk yang pesat diiringi dengan berkurangnya lahan pertanian akibat alih fungsi menjadi kawasan industri dan perumahan. Data kementerian terkait menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir, luas sawah terus menurun. Hilangnya lahan pertanian produktif ini berpotensi mengancam pasokan pangan dalam jangka panjang jika tidak diantisipasi.
Barqah menilai bahwa strategi membuka lahan baru tidak selalu efektif, terutama jika dilakukan dengan mengorbankan hutan atau kawasan lindung. Ia mengusulkan optimalisasi lahan yang sudah ada, misalnya dengan mengubah sawah tadah hujan menjadi sawah irigasi agar produktivitas meningkat. Dengan begitu, hasil panen dapat dimaksimalkan tanpa harus merusak lingkungan.
Dari Ketahanan ke Kedaulatan Pangan
Presiden Prabowo mendorong agar Indonesia tidak hanya mengejar ketahanan pangan, tetapi juga kedaulatan pangan. Perbedaannya cukup mendasar. Ketahanan pangan menekankan ketersediaan dan keterjangkauan pangan, sedangkan kedaulatan pangan mencakup kendali penuh atas produksi, distribusi, dan akses pangan oleh negara sendiri.
Contoh ketimpangan masih bisa ditemukan di wilayah terpencil. Meski pasokan beras secara nasional mencukupi, akses di daerah seperti Papua tetap sulit. Ini menunjukkan bahwa ketersediaan saja tidak cukup; distribusi merata dan kemandirian dalam produksi harus menjadi fokus.
Barqah menegaskan bahwa jika konsep kedaulatan pangan dapat diterapkan secara konsisten, Indonesia tidak hanya mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga menjadi pemain penting dalam perdagangan pangan global. Ia menyebut bahwa keberhasilan di bidang ini akan menjadi warisan strategis bagi pemerintahan saat ini.
Jejak Miliarder dalam Industri Pangan
Di dunia internasional, para miliarder papan atas semakin menunjukkan ketertarikan besar pada sektor pertanian. Nama-nama seperti Bill Gates, Jeff Bezos, Warren Buffet, Elon Musk, Mark Zuckerberg, hingga Jack Ma menjadi sorotan karena investasi masif mereka di bidang pangan. Banyak miliarder tersebut membeli lahan pertanian dalam skala besar, mengembangkan teknologi pertanian presisi, dan berinvestasi dalam riset bioteknologi pangan.
Bill Gates, misalnya, tercatat memiliki ratusan ribu hektare lahan pertanian di berbagai negara bagian Amerika Serikat. Langkah miliarder ini memunculkan spekulasi bahwa penguasaan lahan oleh individu super kaya berpotensi mempengaruhi arah kebijakan pangan dunia. Selain sebagai aset investasi, kepemilikan lahan oleh miliarder menjadi sumber daya strategis di tengah meningkatnya permintaan pangan global.
Jeff Bezos, miliarder pendiri Amazon, juga terlibat dalam proyek-proyek pangan berkelanjutan yang memanfaatkan teknologi mutakhir. Demikian pula Elon Musk, miliarder teknologi yang dikenal dengan ambisi luar angkasa, turut menjajaki inovasi pertanian untuk mendukung kolonisasi planet di masa depan. Semua langkah ini menunjukkan bahwa para miliarder memandang pangan sebagai aset masa depan yang tidak kalah penting dari energi atau teknologi.
Pertanian Sebagai Sektor Masa Depan
Laporan Future of Jobs memprediksi bahwa pertanian akan menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tenaga kerja tertinggi hingga 2030. Diperkirakan, sektor ini membutuhkan puluhan juta tenaga kerja tambahan dalam lima tahun ke depan, terutama untuk mengoperasikan teknologi pertanian modern dan mengelola rantai pasok pangan.
Di Indonesia, peluang ini bisa dimanfaatkan untuk menyerap tenaga kerja muda, terutama jika sektor pertanian dibenahi dengan pendekatan berbasis teknologi. Modernisasi alat, peningkatan infrastruktur irigasi, dan digitalisasi distribusi pangan dapat menjadi langkah strategis. Apabila pemerintah mampu mengelola potensi ini, Indonesia tidak hanya menjadi pemain lokal, tetapi juga bisa menarik investasi dari para miliarder global yang ingin memperluas pengaruh mereka di bidang pangan.
Peringatan Presiden
Dalam pidatonya di Istana Negara pada awal Agustus 2025, Presiden Prabowo menegaskan bahwa sebuah negara tidak akan pernah benar-benar merdeka tanpa kemandirian pangan. Ia menyebut produksi pangan sebagai urusan strategis yang tidak bisa diserahkan sepenuhnya kepada pasar bebas.
Menurutnya, negara harus memiliki kendali penuh terhadap sumber daya pangan, mulai dari produksi, distribusi, hingga cadangan strategis. Tanpa itu, sebuah negara akan rentan terhadap tekanan ekonomi dan politik dari pihak luar—terutama jika sumber pasokannya dikendalikan oleh segelintir pihak, termasuk miliarder asing yang menguasai lahan dan rantai pasok global.















