infomalang.com/ – Indonesia tengah menyiapkan langkah besar dalam sektor energi dengan merencanakan pembangunan jaringan kilang minyak modular berskala kecil. Strategi ini diproyeksikan mampu mengolah minyak mentah dari Amerika Serikat (AS) maupun produksi dalam negeri. Tujuannya jelas: mengurangi ketergantungan pada impor bensin yang selama ini menjadi beban besar bagi neraca perdagangan energi nasional.
Namun, meski digadang-gadang sebagai solusi praktis, rencana tersebut masih menuai sejumlah keraguan dari kalangan analis dan pakar energi. Mereka menilai pendekatan ini bisa menghadapi hambatan kelayakan finansial dan teknis, apalagi jika dibandingkan dengan tren global yang lebih condong ke pembangunan kilang skala besar dengan efisiensi lebih tinggi.
Kilang Modular Cepat Dibangun, Tapi Efektifkah?
Kilang modular dianggap sebagai solusi cepat karena dapat dibangun lebih murah dan relatif fleksibel. Konsep ini berbeda dengan kilang tradisional yang biasanya membutuhkan waktu bertahun-tahun dan investasi jumbo. Menurut laporan, dana investasi senilai 8 miliar dolar AS diproyeksikan digelontorkan untuk membangun 17 unit kilang modular di berbagai wilayah strategis Indonesia.
Langkah ini sejalan dengan kesepakatan Indonesia dan Washington, di mana pemerintah berkomitmen membeli produk energi AS hingga 15 miliar dolar. Kesepakatan tersebut juga mencakup kebutuhan fasilitas kilang yang mampu menyesuaikan dengan karakteristik minyak mentah asal AS.
CEO Danantara, Rosan Roeslani, menegaskan bahwa investasi ini diarahkan untuk menjawab kebutuhan spesifik pengolahan minyak impor. Beberapa lokasi yang dipertimbangkan termasuk Natuna, Surabaya, Halmahera Utara, hingga Fakfak. Infrastruktur pendukung seperti fasilitas penyimpanan juga telah masuk dalam tahap studi awal.
Baca Juga:Cegukan Pengertian Penyebab serta Pengobatan Efektif yang Bisa Dicoba
Skeptisisme Para Analis
Meski ide kilang modular terdengar menjanjikan, para pengamat tetap menaruh tanda tanya besar. Alasannya sederhana: Indonesia sudah berkali-kali menghadapi hambatan dalam memperluas kapasitas pengolahan minyak. Bahkan, upaya memperbesar infrastruktur penyulingan sering kali terbentur masalah pendanaan, birokrasi, dan ketidaksepakatan dengan mitra global.
Selain itu, para analis menilai pendekatan kilang modular mungkin tidak seefisien kilang skala besar yang lebih banyak dipilih negara lain. Dengan kapasitas kecil, biaya per unit produk bisa lebih tinggi, sehingga berpotensi membebani harga bahan bakar di pasar domestik.
Pertamina sendiri memiliki enam kilang dengan kapasitas gabungan 1,06 juta barel per hari. Kapasitas ini hanya mampu memenuhi sekitar 60 persen kebutuhan bahan bakar nasional. Sisanya masih harus dipenuhi melalui impor yang nilainya mencapai 36,28 miliar dolar pada tahun 2024. Fakta ini memperlihatkan betapa besar ketergantungan Indonesia pada pasokan luar negeri.
Pertamina dan Tantangan Kilang Besar
Di sisi lain, Pertamina sejatinya sudah memiliki rencana besar untuk memperluas kapasitas kilangnya. Perusahaan pelat merah ini menargetkan investasi senilai 48 miliar dolar guna meningkatkan enam kilang yang ada sekaligus membangun kompleks penyulingan dan petrokimia baru. Target akhirnya adalah menggandakan kapasitas produksi hingga 1,5 juta barel per hari.
Namun, perjalanan tidak semulus yang dibayangkan. Awalnya, Pertamina sempat menggandeng perusahaan global ternama. Sayangnya, sebagian besar kemitraan itu bubar akibat perbedaan pandangan terkait nilai proyek. Akibatnya, sebagian besar ekspansi harus ditanggung sendiri oleh Pertamina. Indonesia pun belum pernah membangun kilang skala besar dalam kurun waktu 30 tahun terakhir.
Proyek peningkatan kilang Balongan sempat sukses menambah kapasitas 25.000 barel per hari pada 2022. Akan tetapi, proyek besar lain seperti RDMP Balikpapan dengan nilai 7,4 miliar dolar masih tertunda. Kondisi ini membuat publik meragukan kemampuan pemerintah dalam benar-benar merealisasikan rencana kilang modular dalam waktu cepat.
Jalan Panjang Menuju Kemandirian Energi
Rencana kilang modular ini pada dasarnya merupakan bagian dari strategi besar menuju kemandirian energi nasional. Pemerintah berharap, dengan mempercepat pembangunan kilang kecil, kebutuhan impor bensin bisa ditekan secara signifikan. Selain itu, proyek ini juga dapat membuka lapangan kerja baru serta memberikan nilai tambah pada minyak domestik yang sebelumnya banyak dijual mentah.
Namun, keberhasilan strategi ini sangat bergantung pada konsistensi pemerintah dalam merealisasikannya. Transparansi pendanaan, komitmen politik, serta kepastian regulasi menjadi kunci utama agar kilang-kilang modular tersebut tidak berhenti sebatas wacana di atas kertas.
Indonesia dihadapkan pada pilihan sulit: terus mengejar kilang besar yang lebih efisien tetapi membutuhkan waktu lama, atau mengambil jalan kilang modular yang cepat namun penuh risiko. Jika pemerintah mampu menyeimbangkan keduanya, bukan tidak mungkin Indonesia dapat keluar dari ketergantungan impor energi dalam dekade mendatang.
Baca Juga:Kunjungi Indonesia, Menlu Jerman Nyatakan Komitmen pada Solusi 2 Negara Israel–Palestina















