Breaking

Aksi Massa Tak Kunjung Reda, Hati Rakyat Telah Luka, Pejabat Diminta Jangan Sembarang Bicara!

infomalang.com/ – Demonstrasi yang terjadi di depan gedung DPR telah berlangsung berulang kali dan kini meluas ke berbagai titik di Jakarta serta sejumlah daerah lainnya. Aksi massa yang awalnya digelar untuk menyuarakan aspirasi, berubah ricuh dan memakan korban jiwa.

Kondisi ini membuat perhatian publik semakin tertuju pada peran pejabat dalam merespons situasi. Di tengah gelombang aksi massa, masyarakat berharap ada sikap bijak dari wakil rakyat, bukan sekadar pernyataan yang menyinggung perasaan.

Masduki Baidlowi, Ketua Bidang Informasi dan Komunikasi MUI, mengingatkan agar pejabat terutama anggota DPR berhati-hati dalam berbicara di hadapan publik. Menurutnya, dalam kondisi sulit seperti saat ini, ucapan yang salah bisa memperkeruh suasana aksi massa.

Luka Masyarakat Akibat Kericuhan

Masyarakat yang mengikuti aksi massa merasa tertekan dengan kondisi ekonomi yang kian sulit. Pekerjaan susah, biaya hidup semakin tinggi, dan kini unjuk rasa justru menambah beban psikologis. Wakil rakyat semestinya hadir melindungi dan meredakan, bukan sebaliknya.

Insiden paling tragis terjadi pada 28 Agustus 2025 ketika seorang pengemudi ojek online tewas terlindas kendaraan taktis Barakuda di kawasan Rusun Benhil II, Jakarta Pusat. Peristiwa ini terjadi di tengah aksi massa yang memanas hingga membuat emosi publik semakin terpancing.

Dalam video yang tersebar, mobil rantis melaju kencang di jalan padat massa. Seorang berjaket ojol terpeleset saat ingin menyeberang. Mobil rantis tak sempat mengerem dan menabraknya hingga tewas. Tragedi itu menjadi simbol luka mendalam di balik aksi massa yang terus berkobar.

Baca Juga:Warga Resah, Penculikan Anak Kembali Terjadi di Malang

Polisi dan Anggota Brimob Diperiksa

Pasca-insiden tersebut, tujuh anggota Brimob Polda Metro Jaya diperiksa di Mako Brimob Kwitang, Jakarta Pusat. Mobil rantis yang terlibat dalam aksi massa juga turut diamankan sebagai barang bukti.

Nama-nama anggota Brimob yang diperiksa antara lain Aipda M. Rohyani, Briptu Danang, Briptu Mardin, Baraka Jana Edi, Baraka Yohanes David, Bripka Rohmat, dan Kompol Cosmas K Gae. Pemeriksaan ini dilakukan sebagai upaya mencari kejelasan sekaligus meredam kemarahan publik.

Namun, gelombang aksi massa yang terjadi pada 25, 28, dan 29 Agustus 2025 tetap meninggalkan catatan pahit. Fakta bahwa korban jiwa jatuh membuat tuntutan agar aparat lebih berhati-hati dalam mengelola demonstrasi semakin menguat.

Suara DPR dan Permintaan Maaf

Ketua DPR RI Puan Maharani akhirnya angkat bicara terkait maraknya aksi massa. Ia menegaskan komitmen DPR untuk terus berbenah dan mendengar aspirasi rakyat. Dalam pernyataannya, ia juga menyampaikan permintaan maaf kepada masyarakat.

“Atas nama seluruh anggota DPR, kami meminta maaf apabila belum sepenuhnya menjalankan tugas sebagai wakil rakyat. DPR akan terus memperbaiki diri dalam mendengar aspirasi masyarakat,” ujarnya dalam pesan video resmi, Jumat (29/8/2025).

Meski demikian, pernyataan ini belum cukup untuk meredam kemarahan rakyat. Aksi massa yang berulang kali terjadi menunjukkan adanya ketidakpuasan mendalam terhadap kebijakan maupun sikap elit politik.

Hati Rakyat Telah Luka

Kini hati rakyat benar-benar terluka. Mereka merasa suara yang disampaikan melalui aksi massa tidak cukup didengarkan dengan serius. Luka tersebut diperparah dengan jatuhnya korban jiwa, sebuah harga mahal dari perjuangan demokrasi.

MUI mengingatkan, para pejabat sebaiknya menjaga tutur kata dan bersikap penuh empati. Satu kalimat yang salah bisa memperkeruh suasana dan membuat aksi ini semakin meluas. Oleh karena itu, pernyataan publik harus diarahkan untuk menenangkan, bukan memprovokasi.

Dalam kondisi sulit seperti ini, aksi massa semestinya dipandang sebagai sinyal kuat yang menuntut solusi, bukan sekadar gangguan keamanan. Jika pemerintah dan DPR gagal menangkap makna itu, kemungkinan besar aksi massa berikutnya tidak akan bisa dicegah.

Gelombang aksi massa yang terus berlangsung ini juga menandakan adanya krisis kepercayaan yang cukup serius antara masyarakat dengan para pemangku kebijakan. Banyak pihak menilai bahwa aksi ini bukan hanya sekadar bentuk unjuk rasa spontan, tetapi juga cermin dari kekecewaan mendalam yang telah lama terpendam.

Setiap aksi massa menyuarakan pesan bahwa rakyat menginginkan perubahan nyata, bukan janji semata. Oleh karena itu, tanggung jawab moral pejabat sangat besar untuk menanggapi aksi ini dengan kebijakan yang berpihak pada rakyat. Tanpa itu, aksi massa akan terus berlanjut dan berpotensi menambah daftar korban jiwa di kemudian hari.

Baca Juga:Indonesia Gelap, Ancaman Serius bagi Reputasi Internasional dan Stabilitas Global