Infomalang – Universitas Brawijaya (UB) kembali mencatatkan sejarah penting di dunia akademik internasional. Fakultas Hukum (FH) UB sukses menjadi tuan rumah Konferensi HAM Mahasiswa Internasional Pertama yang digelar pada 9-10 September 2025. Acara ini menghadirkan ratusan peserta dari berbagai negara dengan misi besar: memperkuat suara pemuda dalam memperjuangkan Hak Asasi Manusia (HAM) di tengah dinamika global.
Momen Bersejarah bagi FH UB
Konferensi ini menjadi tonggak baru dalam perjalanan FH UB. Dengan mengusung tema “Civic Space Protection, Social Justice, and Equality in the Era of Uncertainty”, kegiatan ini membuka ruang diskusi yang luas bagi mahasiswa, akademisi, hingga aktivis HAM dari seluruh penjuru dunia. Lebih dari 90 peserta terlibat, baik secara luring maupun daring, menunjukkan tingginya perhatian global terhadap isu-isu HAM.
Inisiatif ini tidak hanya menjadi ajang diskusi, tetapi juga menandai komitmen FH UB untuk menjadikan konferensi HAM mahasiswa sebagai agenda rutin tahunan. Hal ini sekaligus memperkuat posisi UB sebagai universitas yang peduli terhadap isu keadilan sosial dan demokrasi.
Partisipasi Global
Peserta konferensi datang dari berbagai negara, mulai dari Australia, Malaysia, Nigeria, Bangladesh, India, hingga Madagaskar. Keberagaman ini menegaskan bahwa isu HAM bukanlah persoalan lokal, melainkan problem universal yang membutuhkan kolaborasi lintas negara.
Melalui forum ini, para pemuda global diberikan ruang untuk menyuarakan pandangan kritis mereka. Generasi muda dianggap sebagai agen perubahan yang mampu menghadirkan solusi segar terhadap berbagai permasalahan HAM, termasuk ketidakadilan sosial, diskriminasi, serta penyempitan ruang sipil.
Rangkaian Acara dan Output Akademik
Konferensi ini berlangsung selama dua hari dengan format yang beragam, mulai dari sesi pleno, panel narasumber, hingga sesi chamber yang dibagi dalam dua bagian. Sekitar 90 peserta yang telah mengirimkan full paper berkesempatan mempresentasikan hasil riset mereka di hadapan para ahli.
Menariknya, acara ini tidak berhenti pada diskusi semata. Panitia menyediakan penghargaan untuk karya terbaik melalui kategori Best Paper serta beberapa penghargaan khusus lainnya. Karya-karya terbaik kemudian akan dipublikasikan dalam bentuk artikel jurnal dan buku chapter yang melibatkan kontribusi banyak penulis. Hal ini menunjukkan keseriusan FH UB dalam memastikan konferensi ini menghasilkan dampak nyata di bidang akademik.
Baca juga: Pemkab Malang Fasilitasi UIN Bangun Kampus IV, Sediakan Lahan 15 Hektare di Turen
Mengenang Munir, Inspirasi Perjuangan HAM
Konferensi ini juga memiliki makna khusus bagi Indonesia, karena digelar berdekatan dengan momen peringatan wafatnya pejuang HAM legendaris, Munir Said Thalib. FH UB menegaskan bahwa semangat perjuangan Munir tetap relevan hingga saat ini. Melalui konferensi ini, nilai-nilai yang diperjuangkan Munir diharapkan terus menginspirasi mahasiswa dan pemuda di seluruh dunia.
Selain itu, konferensi ini turut menjadi bagian dari upaya memperkuat kesadaran bahwa perjuangan HAM adalah proses panjang yang harus terus dihidupkan lintas generasi.
Pandangan Akademisi, Isu HAM sebagai Agenda Global
Dekan FH UB, Dr. Aan Eko Widiarto, menekankan bahwa isu HAM adalah persoalan global yang menuntut perhatian bersama. Menurutnya, perlindungan hak asasi manusia harus dijamin, dipenuhi, dihormati, dan dipromosikan oleh semua pihak. Dr. Aan juga menyoroti fenomena otoritarianisme dan penyempitan ruang sipil yang marak di berbagai negara, termasuk Indonesia, sebagai ancaman serius bagi demokrasi.
Dengan demikian, konferensi ini bukan hanya sebatas pertemuan ilmiah, melainkan juga peringatan bahwa demokrasi dan HAM membutuhkan pengawalan bersama.
Harapan ke Depan
Melalui konferensi ini, FH UB berharap lahir gagasan baru yang dapat memperkuat perlindungan HAM di tingkat global maupun nasional. Mahasiswa diharapkan mampu menjadi agen perubahan yang kritis, progresif, dan konsisten dalam memperjuangkan keadilan.
Selain itu, kolaborasi lintas negara yang terjalin di UB menjadi fondasi penting bagi penguatan jejaring internasional di bidang HAM. Dengan begitu, suara mahasiswa tidak hanya terdengar di ruang akademik, tetapi juga mampu memberi pengaruh dalam kebijakan publik di masa depan.
Konferensi HAM Mahasiswa Internasional Pertama di UB bukan hanya sebuah acara akademik, melainkan sebuah gerakan nyata yang memperkuat posisi mahasiswa sebagai motor penggerak perubahan. Dengan semangat kebersamaan dan keadilan sosial, UB berhasil menghadirkan forum internasional yang berfokus pada isu-isu paling mendesak dalam era ketidakpastian.
Ke depan, diharapkan konferensi ini terus berlanjut dan menjadi agenda rutin tahunan yang memperkaya diskursus HAM, serta melahirkan pemuda-pemuda visioner yang siap memperjuangkan hak asasi manusia di panggung global.
Baca juga: Mahasiswa KKN Viral, Punya Kesamaan Unik dari Tempat, Tanggal Lahir, hingga Akhiran Nama













