Breaking

3 Fakta Fesyen Malang Dari Tempo Dulu ke Tren Modern

Infomalang – Kota Malang bukan hanya terkenal dengan pesona alam, kuliner, dan pendidikan. Di balik hawa sejuknya, kota ini menyimpan sejarah panjang perkembangan fesyen yang unik. Mulai dari masa kolonial ketika Malang dijuluki Paris van Oost-Java, hingga kini menjadi kiblat mode kreatif anak muda, denyut fesyen di Malang terus bergerak dinamis. Berikut tiga fakta penting yang menggambarkan perjalanan fesyen Malang dari masa ke masa.

1. Malang, Paris van Oost-Java di Era Tempo Dulu

Sejak awal abad ke-20, Malang sudah dikenal sebagai kota yang modis. Julukan Paris van Oost-Java muncul karena suasana kota yang tertata rapi dan gaya hidup warganya yang menonjolkan selera Eropa. Pada masa kolonial Belanda, penduduk pribumi kelas menengah ke atas meniru busana para nyonya dan tuan Eropa, seperti gaun panjang, jas, serta topi lebar yang anggun.

Batik Malangan dan kebaya khas juga berkembang pesat. Perpaduan busana tradisional dengan sentuhan modern menjadi ciri khas mode kota ini. Pasar Besar dan kawasan Kayutangan menjadi pusat perbelanjaan kain, kebaya, dan perlengkapan fesyen yang ramai didatangi kaum sosialita. Di tempat inilah interaksi budaya terjadi, memunculkan tren yang unik antara tradisi Nusantara dan gaya Eropa.

Selain pakaian, aksesoris seperti perhiasan emas, kalung mutiara, dan sepatu kulit buatan pengrajin lokal menjadi pelengkap yang wajib dimiliki. Banyak arsip foto tempo dulu menunjukkan perempuan Malang tampil elegan dengan kebaya bordir dan selendang sutra, sementara kaum pria mengenakan jas rapi berpadu blangkon atau peci. Paduan ini membentuk identitas mode Malang sebagai kota yang anggun sekaligus berkarakter.

2. Ledakan Kreativitas Fesyen 1980–1990-an

Memasuki era 1980–1990-an, tren fesyen Malang semakin semarak seiring pertumbuhan ekonomi dan kehidupan kampus yang dinamis. Kawasan Soekarno-Hatta dan Kayutangan menjadi pusat butik modern dan distro pertama di kota ini. Mahasiswa dari berbagai daerah membawa pengaruh gaya kasual, sporty, hingga streetwear yang kemudian melahirkan komunitas pecinta fesyen lokal.

Pada dekade ini, fashion show kampus dan lomba perancang busana marak digelar. Brand lokal mulai bermunculan, memadukan unsur tradisional seperti batik dengan desain kontemporer. Gaya rambut dan make-up pun ikut berevolusi—mulai dari potongan bob hingga gaya rock n roll yang terinspirasi musik dunia.

Tumbuhnya mal dan pusat belanja seperti Matahari Department Store dan Gajahmada Plaza memperkuat posisi Malang sebagai kota belanja. Distro dan butik kecil di sekitar kampus Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang menjadi tempat lahirnya desainer muda yang kini banyak menembus pasar nasional.

Bagi kalangan remaja dan mahasiswa, tren pakaian oversized, jaket denim, dan sepatu sneakers menjadi identitas. Inilah masa di mana Malang benar-benar menegaskan diri sebagai kota muda yang kreatif, dengan gaya yang tidak kalah dibandingkan Jakarta atau Surabaya.

3. Era Digital dan Tren Fesyen Ramah Lingkungan

Memasuki abad ke-21, perkembangan teknologi dan media sosial mengubah peta fesyen Malang. Instagram, TikTok, dan marketplace menjadi etalase utama bagi desainer dan pelaku usaha. Brand lokal seperti yang mengusung konsep ready to wear kini bisa menjangkau pembeli hingga mancanegara hanya dengan promosi digital.

Tren thrift shop atau belanja pakaian bekas berkualitas juga semakin digemari. Banyak anak muda Malang menganggap thrifting bukan hanya cara hemat, tetapi juga bagian dari gerakan sustainable fashion atau fesyen berkelanjutan. Pasar-pasar kecil dan event bazar di kawasan Soekarno-Hatta, Ijen, dan Oro-Oro Dowo rutin digelar, menampilkan pakaian preloved yang tetap stylish.

Baca Juga: 5 Wisata Edukasi & Rekreasi di Junrejo Batu untuk Liburan Keluarga Hemat

Di sisi lain, desainer lokal Malang semakin menonjolkan keunikan kain dan batik daerah. Batik Malangan dengan motif Tugu, Singa, dan bunga teratai menjadi bahan rancangan busana modern, dari gaun pesta hingga pakaian kasual. Perpaduan nilai tradisi dan kreativitas modern membuat produk fesyen Malang memiliki ciri khas yang sulit ditiru kota lain.

Komunitas kreatif seperti Malang Fashion Movement rutin mengadakan pameran dan peragaan busana, mengangkat tema ramah lingkungan dan penggunaan bahan alami. Para desainer muda memanfaatkan limbah tekstil untuk menghasilkan pakaian baru, sekaligus mengedukasi masyarakat tentang pentingnya mengurangi sampah industri.

Tantangan dan Peluang

Meski geliatnya kian pesat, dunia fesyen Malang tetap menghadapi tantangan. Persaingan produk luar kota dan merek global menuntut pelaku usaha terus berinovasi. Pemerintah daerah pun diharapkan memberi dukungan melalui pelatihan, promosi, dan ruang pamer untuk desainer lokal. Dukungan ekosistem kreatif menjadi kunci agar potensi mode Malang tak hanya dikenal di tingkat nasional, tetapi juga internasional.

Peluang besar datang dari wisatawan. Setiap tahun, jutaan pengunjung datang ke Malang untuk menikmati wisata alam dan kuliner. Pasar ini menjadi sasaran empuk untuk memasarkan produk fesyen lokal. Souvenir berupa pakaian batik modern, tas anyaman, dan aksesoris khas Malang bisa menjadi daya tarik tambahan.

Baca Juga: Fokus Pendidikan Jadi Prioritas Utama dalam Perubahan APBD 2025 Kota Malang

Perjalanan panjang fesyen Malang mencerminkan semangat kota yang terus berinovasi tanpa meninggalkan akar budaya. Dari masa kejayaan Paris van Oost-Java, ledakan kreativitas era 80–90-an, hingga gerakan fesyen ramah lingkungan di era digital, Malang membuktikan dirinya sebagai pusat inspirasi mode di Jawa Timur.

Bagi pecinta fesyen, Malang adalah destinasi yang layak dijelajahi. Setiap sudut kota menawarkan cerita mode, dari butik modern hingga pasar tradisional yang menyimpan kain batik bersejarah. Dengan dukungan generasi muda yang kreatif dan melek teknologi, fesyen Malang diyakini akan terus berkembang, menghadirkan tren baru yang memadukan estetika, keberlanjutan, dan identitas budaya.