InfoMalang – Karnaval Gampingan Usai meninggalkan catatan serius terkait kebersihan lingkungan. Sebanyak 30 ton sampah ditemukan berserakan di lokasi acara, sebagian besar berupa plastik sekali pakai yang tidak dibuang pada tempatnya. Kondisi ini membuat Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Malang harus bekerja ekstra keras.
Kegiatan karnaval yang berlangsung pada 10 hingga 12 Oktober di Desa Gampingan, Kecamatan Pagak, memang menyedot perhatian masyarakat. Ribuan warga tumpah ruah di jalan untuk menyaksikan atraksi budaya. Namun, Karnaval Gampingan Usai justru menimbulkan persoalan baru ketika sampah menumpuk pascaacara.
Sampah Menumpuk Setelah Karnaval
Video yang menampilkan tumpukan sampah di area kebun sekitar lokasi viral di media sosial. Warga mengeluhkan minimnya kesadaran peserta maupun pengunjung untuk menjaga kebersihan. Karnaval Gampingan Usai seolah menyisakan masalah karena tidak disertai pengelolaan sampah yang memadai.
Plt Kepala DLH Kabupaten Malang, Ahmad Dzulfikar Nurrahman atau Afi, menjelaskan bahwa pihaknya mengerahkan 19 petugas kebersihan dan tiga armada truk untuk menangani situasi. “Satu truk mampu mengangkut lima ton sampah, sehingga total ada 30 ton,” ungkapnya.
Baca Juga:Perbaiki Jalan, Kodim 0818/Malang-Batu Poles Dua Ruas Pertanian di Desa Lebakharjo
Kendala Pembersihan di Hari Pertama
Menurut Afi, seharusnya pembersihan dilakukan sejak Minggu siang (12/10). Namun, fasilitas pendukung karnaval belum selesai dibongkar, sehingga truk DLH tidak bisa masuk ke lokasi. Hal ini menyebabkan proses pembersihan tertunda.
Selain itu, cuaca juga menjadi kendala. Hujan deras mengguyur pada sore hari, membuat sampah semakin sulit dikumpulkan. Akibatnya, pembersihan besar-besaran baru dapat dimulai ketika Karnaval Gampingan Usai pada Senin pagi (13/10).
Dua Hari untuk Angkut Sampah
Proses pengangkutan tidak selesai dalam sehari. DLH membutuhkan dua hari penuh untuk membersihkan area. Truk arm roll harus bolak-balik mengangkut sampah dari lokasi menuju Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Karnaval Gampingan Usai akhirnya benar-benar bersih setelah pembersihan lanjutan pada Selasa (14/10).
Afi menambahkan bahwa pihak desa turut memberi dukungan. Pemerintah Desa Gampingan menyediakan konsumsi untuk petugas, sementara panitia karnaval ikut membantu tenaga kebersihan. Kehadiran masyarakat dalam mendukung aksi bersih-bersih sangat membantu mempercepat proses.
Sampah Plastik Mendominasi
Dari hasil pengumpulan, sebagian besar sampah berupa plastik sekali pakai seperti botol minuman, kantong kresek, hingga bungkus makanan. Sampah plastik memang menjadi tantangan terbesar karena sulit terurai. Karnaval Gampingan Usai memperlihatkan betapa besar konsumsi plastik ketika ribuan orang berkumpul dalam satu acara.
DLH menilai, jika pengelolaan sampah tidak disiapkan sejak awal, maka masalah serupa akan terus berulang. Edukasi kepada pengunjung dan penyedia fasilitas tempat sampah harus menjadi perhatian ke depan.
Partisipasi Warga dalam Kebersihan
Meski dominasi sampah cukup mengkhawatirkan, beberapa warga setempat secara sukarela ikut membersihkan sampah di jalan-jalan utama. Karnaval Gampingan Usai akhirnya memunculkan kepedulian bersama terhadap kebersihan lingkungan, meskipun sebagian besar pekerjaan tetap ditangani DLH.
Afi mengapresiasi inisiatif warga tersebut. Menurutnya, kerja sama antara pemerintah daerah, panitia, dan masyarakat adalah kunci dalam mengatasi persoalan kebersihan di acara berskala besar.
Viralnya Tumpukan Sampah di Media Sosial
Tumpukan sampah yang viral di media sosial memberikan tekanan tersendiri bagi panitia dan pemerintah daerah. Karnaval Gampingan Usai seharusnya menjadi ajang perayaan budaya, tetapi justru menimbulkan kesan negatif karena meninggalkan jejak sampah yang luar biasa banyak.
Banyak komentar warganet menyoroti lemahnya manajemen kebersihan. Mereka menilai, seharusnya panitia lebih sigap dalam menyediakan tempat sampah serta melibatkan relawan kebersihan sejak acara berlangsung.
Dukungan dari Pemerintah Desa
Pemerintah Desa Gampingan tidak tinggal diam. Kepala desa bersama perangkat desa ikut mendukung proses pembersihan dengan menyiapkan logistik untuk petugas DLH. Karnaval Gampingan Usai menurut mereka menjadi pelajaran penting agar acara berikutnya bisa lebih ramah lingkungan.
Pihak desa juga berencana menambah jumlah relawan kebersihan jika event serupa kembali digelar. Mereka berharap, ke depan kesadaran masyarakat dalam membuang sampah semakin meningkat.
Pentingnya Edukasi dan Antisipasi
Fenomena ini menunjukkan pentingnya edukasi kepada masyarakat agar lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Karnaval Gampingan Usai bisa menjadi momentum untuk menegaskan kembali komitmen bersama menjaga kebersihan ruang publik. Tanpa kesadaran dari masyarakat, upaya DLH tidak akan cukup.
Langkah antisipatif seperti penyediaan tempat sampah dalam jumlah memadai, pengumuman larangan membuang sampah sembarangan, hingga pengawasan selama acara perlu ditingkatkan. Dengan begitu, kebersihan dapat terjaga tanpa harus menunggu intervensi DLH pascaacara.
Dampak Lingkungan yang Harus Diperhatikan
Penumpukan 30 ton sampah bukan sekadar masalah estetika. Sampah yang menumpuk bisa mencemari tanah dan aliran air di sekitar lokasi. Karnaval Gampingan Usai memberi gambaran nyata bagaimana sebuah kegiatan budaya dapat berimplikasi besar terhadap lingkungan jika tidak dikelola dengan baik.
Oleh karena itu, acara besar yang melibatkan banyak orang sebaiknya memiliki standar pengelolaan sampah yang lebih ketat. Kesadaran kolektif menjadi fondasi agar kegiatan budaya tidak merusak lingkungan.















