Sebuah peristiwa unik terjadi di Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang. Seorang remaja laki-laki berinisial TFS (17) melaporkan ibu kandungnya, S (45), ke layanan darurat 110 Polres Malang karena merasa dipukul setelah menolak merapikan kamar tidurnya. Kejadian ini sontak menarik perhatian masyarakat, terutama karena menyangkut hubungan antara orang tua dan anak yang berujung laporan polisi.
Menurut keterangan resmi Kasihumas Polres Malang, AKP Bambang Subinajar, peristiwa tersebut terjadi pada Sabtu (1/11/2025) pagi. Bermula ketika sang ibu meminta anaknya untuk melipat selimut dan merapikan seprai di tempat tidur. Namun, permintaan itu tidak langsung direspons oleh TFS karena saat itu ia tengah asyik menggunakan ponsel.
“Permintaan itu tak segera diindahkan, hingga akhirnya ibu S merasa kesal dan emosi. Ia kemudian memukul anaknya sebanyak tiga kali menggunakan sapu pada bagian tangan dan paha,” jelas AKP Bambang pada Selasa (4/11/2025).
Akibat pukulan tersebut, TFS mengalami memar ringan. Setelah kejadian, sang ibu pergi ke kebun untuk bekerja seperti biasanya, sementara TFS memutuskan menghubungi nomor darurat 110 untuk melaporkan tindakan kekerasan yang dilakukan ibunya.
Laporan itu segera ditindaklanjuti oleh petugas Polsek Tumpang, yang langsung mendatangi rumah TFS untuk melakukan klarifikasi dan memastikan kondisi keduanya dalam keadaan baik.
Ketika dilakukan pemeriksaan awal, polisi mendapati bahwa peristiwa tersebut tidak bersifat kriminal berat, melainkan kesalahpahaman antara ibu dan anak.
“Anggota kami kemudian memfasilitasi mediasi antara kedua pihak di Balai Desa Tumpang bersama perangkat desa. Polisi hadir bukan untuk menghukum, tapi untuk memberikan solusi dan edukasi,” ujar Bambang.
Dalam proses mediasi tersebut, baik TFS maupun ibunya saling meminta maaf dan menyepakati penyelesaian secara kekeluargaan. Mereka juga membuat surat pernyataan bersama agar kejadian serupa tidak terulang di kemudian hari. Dengan demikian, kasus tersebut dinyatakan selesai secara damai tanpa perlu melibatkan proses hukum lebih lanjut.
AKP Bambang menegaskan, pihak kepolisian tetap menghargai langkah TFS yang memanfaatkan layanan darurat 110, karena setiap warga negara memiliki hak untuk melapor jika merasa mengalami tindakan kekerasan.
Namun, ia juga mengimbau agar masyarakat bijak dalam menggunakan layanan tersebut, terutama untuk masalah yang masih bisa diselesaikan lewat komunikasi keluarga.
“Layanan 110 terbuka untuk semua laporan masyarakat. Tapi kami juga mendorong agar konflik di dalam rumah tangga lebih dulu diselesaikan dengan dialog dan pendekatan kekeluargaan sebelum dibawa ke ranah hukum. Polisi hadir untuk memberikan solusi, bukan hanya penindakan,” ujarnya menambahkan.
Baca Juga: Kementerian PU Gelar Apel Kesiapsiagaan Hadapi Musim Hujan dan Nataru 2025/2026
Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya komunikasi efektif dalam keluarga, khususnya antara orang tua dan anak remaja. Masa remaja sering kali diwarnai oleh perbedaan cara pandang terhadap tanggung jawab dan kedisiplinan.
Sementara orang tua menekankan kerapian dan tanggung jawab di rumah, remaja terkadang lebih fokus pada kegiatan pribadi seperti bermain ponsel atau bersosialisasi dengan teman.
Jika komunikasi tidak berjalan baik, hal kecil seperti perintah merapikan kamar dapat berubah menjadi sumber konflik yang tidak diinginkan. Dalam konteks ini, penggunaan kekerasan, meskipun dianggap “sepele” oleh sebagian orang tua, dapat berdampak serius secara psikologis dan bahkan memicu tindakan hukum seperti yang terjadi pada kasus TFS.
Menurut para pakar parenting, kejadian seperti ini bisa menjadi momentum refleksi bagi orang tua untuk meninjau kembali pola pengasuhan mereka. Alih-alih menggunakan hukuman fisik, komunikasi empatik dan pemberian tanggung jawab yang disesuaikan dengan usia anak dinilai lebih efektif dalam menanamkan disiplin.
Bagi anak-anak atau remaja, kasus ini juga menjadi pelajaran berharga bahwa menghormati dan memahami peran orang tua adalah bagian penting dari kehidupan keluarga. Dialog terbuka dapat mencegah kesalahpahaman, sekaligus memperkuat ikatan emosional antara anak dan orang tua.
Kasus TFS di Tumpang berakhir damai, namun kejadian ini menyadarkan publik bahwa laporan kekerasan domestik tidak selalu bermuara pada proses hukum, melainkan dapat diselesaikan secara bijak dengan pendekatan restoratif. Polisi sebagai penegak hukum kini juga berperan sebagai fasilitator untuk menjaga keharmonisan masyarakat dan keluarga.
Melalui mediasi yang dilakukan Polsek Tumpang, hubungan antara ibu dan anak tersebut kini dikabarkan telah membaik. Keduanya kembali menjalani aktivitas seperti biasa, dengan komitmen untuk saling menghormati dan menghindari tindakan emosional.
“Semoga peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi masyarakat luas, bahwa komunikasi adalah kunci utama dalam menjaga keharmonisan keluarga,” pungkas AKP Bambang Subinajar.
Dengan selesainya mediasi ini, Polres Malang menegaskan komitmennya untuk terus memberikan pelayanan cepat, humanis, dan solutif terhadap setiap laporan warga, sekaligus mendorong penyelesaian masalah keluarga secara damai demi terciptanya lingkungan sosial yang aman dan harmonis.
Baca Juga: Alami Pengalaman Tak Menyenangkan, Cewek Ini Diikuti Cowok Tidak Dikenal Saat di Kereta















