infomalang – Komisi DPRD Kota Malang, melalui Komisi A yang membidangi pemerintahan dan hukum, menyuarakan kekhawatiran mendalam atas rendahnya realisasi pajak dari sektor hiburan malam.
Meskipun jumlah pelaku usaha hiburan di Kota Malang terus bertambah, kontribusi sektor ini terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD) dinilai jauh di bawah potensi riilnya, mengindikasikan adanya kebocoran penerimaan yang signifikan.
Hingga memasuki akhir tahun 2025 (November), setoran pajak hiburan malam baru mencapai Rp1,386 miliar, angka yang stagnan dan menimbulkan kecurigaan di kalangan legislatif.
Dorongan dari Komisi DPRD ini bukan sekadar kritikan, melainkan desakan agar Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, khususnya Badan Pendapatan Daerah (Bapenda), segera melakukan audit forensik dan memperkuat mekanisme pengawasan lapangan.
Penertiban pajak ini dianggap sebagai langkah krusial dalam mengoptimalkan sumber daya fiskal daerah tanpa perlu membebani masyarakat dengan retribusi baru.
Analisis Kesenjangan Potensi dan Realisasi Pajak
Komisi DPRD membandingkan pertumbuhan fisik sektor hiburan—ditandai dengan munculnya bar, klub malam, dan tempat karaoke baru—dengan realisasi PAD yang minim.
Pada tahun sebelumnya (2024), total setoran pajak hiburan malam hanya mencapai Rp1,485 miliar. Jika melihat proyeksi hingga akhir tahun 2025, angka realisasi diprediksi tidak akan jauh berbeda, bahkan mungkin stagnan.
Harvard Kurniawan, Sekretaris Komisi DPRD A, menjadi juru bicara utama dalam menyuarakan kekhawatiran ini. Ia secara terbuka menyoroti modus-modus yang berpotensi menjadi celah kebocoran pajak:
- Kegiatan Insidental yang Tidak Dilaporkan: Tempat hiburan seringkali menggelar event khusus, seperti mengundang disc jockey (DJ) ternama, artis lokal/nasional, atau mengadakan pesta bertema, yang menghasilkan lonjakan pendapatan. Kegiatan ini, meski seharusnya menjadi objek pajak, seringkali tidak dilaporkan atau dicatat dengan nilai transaksi yang sebenarnya.
- Rekayasa Data Transaksi: Meskipun Bapenda mengklaim telah menggunakan sistem e-tax (pencatat transaksi elektronik), Komisi menduga masih terjadi rekayasa data di luar sistem atau manipulasi laporan transaksi harian untuk mengurangi beban pajak.
“Petugas pajak harus lebih proaktif. Pengawasan tidak bisa hanya mengandalkan data digital yang rentan dimanipulasi. Kami meminta Bapenda untuk menempatkan petugas di lokasi-lokasi hiburan, terutama pada saat puncak keramaian dan event besar, untuk verifikasi real-time,” tegas Harvard, mengusulkan metode pengawasan fisik yang lebih ketat.
Tantangan Penerapan Sistem E-Tax dan Respons Bapenda
Pemerintah Kota Malang telah berinvestasi dalam sistem e-tax untuk meminimalisasi intervensi manusia dan memastikan transparansi.
Sistem ini seharusnya mencatat setiap transaksi penjualan secara otomatis dan real-time ke server Bapenda. Namun, kritik dari Komisi DPRD mengindikasikan bahwa sistem ini belum sepenuhnya efektif sebagai alat pencegah kebocoran.
Handi Priyanto, Kepala Bapenda Kota Malang, membela kinerja lembaganya dengan menegaskan bahwa sistem e-tax adalah mandatory bagi 27 wajib pajak hiburan malam (karaoke, bar, dan diskotek) di Kota Malang.
Baca Juga: Pertamina Turun Tangan Pulihkan Rumah Warga Malang Pascaputing Beliung
“Kami rutin melakukan audit silang. Kami membandingkan data yang terekam di e-tax dengan laporan transaksi manual periode sebelumnya. Verifikasi lapangan tetap dilakukan, tetapi berbasis risiko, tidak setiap hari di setiap lokasi. Kami akan memperkuat intensitas pengawasan lapangan sesuai arahan dari Komisi DPRD,” janji Handi Priyanto.
Bapenda optimistis realisasi pajak akan mencapai target jelang akhir tahun, didorong oleh peningkatan aktivitas dan kunjungan masyarakat saat libur Natal dan Tahun Baru.
Namun, optimisme ini harus diimbangi dengan tindakan nyata untuk menertibkan tunggakan dan kebocoran yang sudah terindikasi.
Evaluasi Dampak Sosial dan Ekonomi Sektor Hiburan
Selain masalah fiskal, Komisi DPRD juga mengingatkan Pemkot untuk tidak mengabaikan dampak sosial dari menjamurnya tempat hiburan malam.
Harvard Kurniawan secara tegas meminta evaluasi izin operasional, khususnya bagi tempat-tempat yang lokasinya berdekatan dengan fasilitas publik sensitif seperti kawasan pendidikan atau rumah ibadah.
“Dampak sosial, moral, dan budaya harus menjadi pertimbangan utama. PAD tidak boleh dikorbankan dengan mengabaikan norma dan ketertiban umum,” tambahnya.
Meskipun demikian, sektor hiburan malam memiliki kontribusi penting terhadap ekonomi lokal:
- Penciptaan Lapangan Kerja Lokal: Beberapa manajer operasional, seperti Nunung Hadiyanto dari HW Helen’s Play Mart dan Dason Artha Harisma dari The Souls Bar and Night Club, mengklaim bahwa sebagian besar karyawan mereka (80% hingga 90%) direkrut dari Malang Raya. Ini adalah kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di kota.
- Penguatan Citra Pariwisata Malam: Kehadiran sektor hiburan yang terorganisir dapat menarik wisatawan dari kota-kota sekitar (Surabaya, Mojokerto), memperkuat citra Malang sebagai destinasi wisata malam yang beragam.
Komisi DPRD menyimpulkan bahwa penertiban pajak bukanlah upaya untuk mematikan bisnis, melainkan untuk memastikan bahwa manfaat ekonomi yang mereka hasilkan dikembalikan kepada daerah secara adil dan transparan.
Langkah Strategis Komisi DPRD untuk Optimalisasi PAD
Untuk mengatasi kebocoran dan mencapai optimalisasi PAD, Komisi DPRD merekomendasikan beberapa langkah strategis yang harus segera diimplementasikan oleh Pemkot Malang:
- Audit Forensik Data E-Tax: Melakukan audit mendalam terhadap data transaksi digital yang dilaporkan selama dua tahun terakhir untuk mengidentifikasi pola anomali dan dugaan rekayasa data.
- Pembentukan Tim Pengawasan Gabungan: Melibatkan tidak hanya Bapenda, tetapi juga Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dan kepolisian untuk pengawasan lapangan, terutama saat event khusus.
- Insentif Kepatuhan Pajak: Memberikan apresiasi atau insentif bagi wajib pajak yang menunjukkan kepatuhan tinggi secara konsisten.
- Revisi Aturan Perizinan Berbasis Zonasi: Meninjau ulang kebijakan perizinan, mengedepankan zonasi yang ketat untuk meminimalkan dampak sosial negatif.
Langkah Komisi DPRD Malang ini merupakan bentuk tanggung jawab legislatif dalam mengawal penerimaan daerah. Dengan penertiban pajak hiburan malam yang transparan dan akuntabel, diharapkan PAD Kota Malang dapat meningkat signifikan, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk membiayai program pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang lebih luas.
Baca Juga: Tips Aman Bertransaksi di Dunia Maya agar Tidak Jadi Korban Penipuan















