MALANG – Data dari Dinas Perikanan menunjukkan bahwa lebih dari seratus nelayan kini berada dalam skema baru yang menempatkan pembayaran PNBP sebagai prioritas utama. Fenomena ini menunjukkan adanya pergeseran preferensi finansial nelayan, sekaligus mencerminkan dampak kebijakan pusat terhadap pendapatan daerah dan pola operasional nelayan harian.
Perubahan tersebut tidak hanya berdampak pada kewajiban fiskal, tetapi juga berpengaruh langsung pada keberlanjutan aktivitas melaut. Oleh karena itu, memahami faktor yang membentuk preferensi ini menjadi penting bagi pemerintah daerah, pemangku kebijakan sektor kelautan, dan masyarakat pesisir.
Perubahan Regulasi yang Mempengaruhi Pembayaran PNBP oleh Nelayan
Peralihan perizinan dari sebelumnya berada di tingkat daerah menuju perizinan pusat menjadi faktor utama yang mendorong perubahan prioritas nelayan. Banyak nelayan Sendangbiru yang kini memiliki izin melaut di atas 12 mil, sehingga mereka otomatis masuk dalam kategori wajib membayar PNBP sesuai ketentuan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Kondisi ini menyebabkan kewajiban fiskal nelayan berubah dan mengharuskan mereka mengikuti mekanisme perizinan yang telah distandardisasi secara nasional. Perubahan sistem ini menempatkan nelayan pada skema administrasi yang lebih ketat dan berbasis regulasi pusat.
Selain itu, mekanisme pelaporan dan penyetoran PNBP kini dilakukan melalui sistem aplikasi, sehingga seluruh prosesnya tersentralisasi pada KKP RI. Sistem ini memberikan kepastian dalam pelacakan data pembayaran, tetapi juga menuntut ketaatan penuh dari nelayan untuk mengikuti aturan yang berlaku. Apabila pembayaran PNBP tidak dilakukan, maka izin berlayar tidak dapat dikeluarkan. Situasi ini menjadikan PNBP bukan hanya kewajiban, tetapi juga syarat mutlak agar aktivitas melaut dapat berjalan.
Baca juga: Pemkot Malang Raih Penghargaan TvOne Inovasi Membangun Negeri 2025
Faktor yang Membentuk Prioritas Pembayaran PNBP oleh Nelayan
Kewajiban PNBP memiliki konsekuensi langsung terhadap izin berlayar, dan hal ini menjadi alasan utama mengapa nelayan mendahulukannya. Tanpa izin berlayar, kegiatan mencari ikan tidak dapat dilakukan, sehingga nelayan harus memastikan bahwa persyaratan pembayaran terpenuhi sebelum mereka melakukan aktivitas di laut. Kondisi ini berbeda dengan retribusi daerah yang tidak memiliki dampak langsung terhadap izin melaut, sehingga posisinya dianggap kurang mendesak oleh para nelayan. Hal inilah yang menjadi pendorong utama perubahan preferensi pembayaran.
Selain itu, bentuk sanksi administratif yang diatur dalam regulasi pusat membuat nelayan memberikan perhatian lebih terhadap kepatuhan pembayaran PNBP. Kementerian Kelautan dan Perikanan memiliki struktur pengawasan yang ketat, sehingga nelayan harus mengikuti setiap aturan agar tidak kehilangan akses ke wilayah tangkap. Dengan adanya sistem yang transparan, terintegrasi, dan berbasis pelaporan digital, nelayan menilai bahwa pembayaran PNBP merupakan prioritas yang tidak bisa ditunda.
Dampak Pembayaran PNBP terhadap Pendapatan Daerah
Pergeseran prioritas dalam pembayaran PNBP turut mempengaruhi capaian retribusi daerah Kabupaten Malang. Dinas Perikanan mengakui bahwa semakin banyak nelayan yang berada di bawah perizinan pusat, semakin kecil pula potensi retribusi daerah yang diperoleh dari aktivitas pelelangan dan fasilitas perikanan setempat. Hal ini menjadi tantangan baru bagi pemerintah daerah untuk mempertahankan pendapatan sekaligus tetap menjalankan program pendukung kesejahteraan nelayan. Situasi tersebut menuntut adanya strategi baru untuk mengoptimalkan sumber pendanaan daerah tanpa membebani nelayan.
Meski demikian, pemerintah daerah menegaskan bahwa prioritas utama tetap berada pada peningkatan kesejahteraan nelayan. Dengan adanya pembayaran PNBP yang bersifat wajib, nelayan dapat terus beroperasi dan memperoleh penghasilan dari aktivitas tangkap ikan. Stabilitas pendapatan nelayan dipandang lebih penting dibandingkan pencapaian retribusi daerah. Pendekatan ini menunjukkan bahwa Pemkab Malang berfokus pada keberlanjutan ekonomi masyarakat pesisir meskipun harus menghadapi penurunan kontribusi fiskal dari sektor retribusi.
Tantangan dan Adaptasi Nelayan terhadap Sistem Pembayaran PNBP
Nelayan Sendangbiru harus beradaptasi dengan sistem baru yang serba digital dan terpusat. Migrasi perizinan dan kewajiban pembayaran PNBP mengharuskan mereka memahami mekanisme aplikasi, pelaporan, serta deadline penyetoran agar tidak mengalami kendala perizinan. Bagi sebagian nelayan, transisi ini menjadi tantangan tersendiri karena keterbatasan pemahaman teknologi. Dengan demikian, dibutuhkan pendampingan agar seluruh proses administrasi dapat dijalankan secara efektif.
Di sisi lain, adaptasi ini juga membawa peningkatan profesionalisme dalam pengelolaan usaha penangkapan ikan. Dengan mengikuti prosedur pembayaran PNBP yang teratur, nelayan memperoleh kepastian hukum dan kejelasan perizinan untuk melaut. Hal ini mendorong terciptanya sistem perikanan tangkap yang lebih tertib, sekaligus memperkuat data sektor perikanan yang dibutuhkan untuk perumusan kebijakan nasional.
Baca juga: Mengapa Beda? Memahami Perbedaan Wewenang Pemerintah Daerah Provinsi, Kota, dan Kabupaten















