Breaking

Pencegahan Risiko Letusan Gunung Berapi yang Perlu Dipahami Masyarakat

infomalang – Indonesia, yang berada di Cincin Api Pasifik, secara inheren memiliki risiko tinggi terhadap bencana letusan gunung berapi.

Walaupun erupsi tidak dapat dihentikan, potensi kerugian besar yang ditimbulkannya—baik terhadap manusia, lingkungan, maupun infrastruktur—dapat diminimalkan secara signifikan melalui langkah-langkah pencegahan dan mitigasi yang tepat.

Pemahaman masyarakat mengenai tahapan mitigasi sangat vital untuk menjamin keselamatan dan respons yang terkoordinasi.

Upaya mitigasi yang efektif adalah perpaduan antara teknologi pemantauan canggih yang dilakukan oleh pemerintah dan peningkatan kesiapsiagaan di tingkat komunitas.

Memahami Tiga Pilar Mitigasi Aktif

Mitigasi risiko letusan gunung berapi didasarkan pada tiga pilar utama yang harus dipahami oleh seluruh masyarakat:

1. Pemantauan dan Informasi Valid

Pemantauan aktivitas gunung berapi merupakan tugas utama lembaga resmi seperti Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG).

  • Deteksi Dini: Penggunaan alat canggih seperti seismograf (untuk mendeteksi gempa vulkanik), sensor gas, dan citra satelit membantu mendeteksi perubahan kecil yang tidak terlihat (misalnya, deformasi tubuh gunung). Pemantauan berkala memungkinkan prediksi potensi letusan dan penentuan waktu evakuasi yang tepat.

  • Informasi Terpusat: Masyarakat harus memprioritaskan informasi dan peringatan resmi dari PVMBG dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Di era digital, keterpaparan terhadap berita tidak valid (hoax) dapat memicu kepanikan dan menghambat proses evakuasi yang benar.

Baca Juga: Upaya Bersama Mengendalikan Kebakaran Hutan untuk Menjaga Lingkungan

2. Edukasi Komprehensif dan Mitigasi Nonstruktural

Edukasi adalah fondasi kesiapsiagaan komunitas. Warga di kawasan rawan harus mendapatkan pengetahuan dasar mengenai:

  • Tanda Bahaya: Mengenali tanda-tanda awal aktivitas vulkanik, seperti peningkatan suhu air, munculnya bau belerang, atau getaran kecil.

  • Jalur Evakuasi: Memahami dan menguasai jalur evakuasi resmi menuju titik kumpul atau tempat pengungsian yang telah ditetapkan.

  • Simulasi Rutin: Melaksanakan simulasi dan latihan kesiapsiagaan secara berkala, melibatkan warga, aparat desa, dan tim SAR. Kegiatan ini memastikan seluruh prosedur penyelamatan dan evakuasi dapat berjalan cepat dan terkoordinasi saat status gunung berapi dinaikkan.

3. Kesiapan Logistik dan Infrastruktur Pendukung

Mitigasi struktural dan kesiapan logistik memastikan keselamatan warga saat evakuasi mendesak.

  • Infrastruktur Darurat: Pemerintah bertanggung jawab memastikan fasilitas mitigasi seperti jalur evakuasi, tempat pengungsian, dan sistem peringatan dini struktural (sirine) berfungsi dengan baik dan mudah diakses.

  • Kesiapan Logistik Komunitas: Masyarakat dianjurkan menyiapkan tas darurat berisi dokumen penting, masker (N95 disarankan untuk abu vulkanik), obat-obatan pribadi, senter, dan alat komunikasi. Pemerintah biasanya menyiapkan stok logistik seperti makanan cepat saji, air bersih, dan obat-obatan di lokasi penampungan.

Peran Kolaborasi Pemerintah dan Relawan

Pengurangan risiko letusan gunung berapi memerlukan tanggung jawab besar dari pemerintah, mulai dari modernisasi alat pemantauan hingga penyebaran informasi secara berkala.

Di sisi lain, kolaborasi warga dan relawan menjadi elemen penting dalam penanggulangan di lapangan.

Relawan seringkali menjadi garda terdepan yang membantu evakuasi warga lanjut usia atau penyandang disabilitas, mendistribusikan bantuan, dan menjaga keamanan di lokasi pengungsian, memastikan proses penanganan bencana berjalan cepat dan terorganisasi.

Dengan penguatan ketiga pilar ini—pemantauan akurat, edukasi berbasis komunitas, dan kesiapsiagaan logistik—dampak bencana letusan gunung berapi dapat ditekan secara maksimal, menjaga keselamatan dan keberlanjutan hidup masyarakat di kawasan rawan

Baca Juga: Kabar Duka, Istri Wali Kota Malang Hanik Andriani Tutup Usia