Penipuan Online telah menjadi salah satu bentuk kejahatan dengan pertumbuhan tercepat, merugikan masyarakat baik secara finansial maupun psikologis.
Bagi korban yang ingin mencari keadilan, memahami Dasar Hukum yang digunakan oleh Polisi untuk Memproses Laporan dan Mengajukan Penuntutan adalah langkah awal yang krusial.
Kejahatan siber ini unik karena penanganannya tidak hanya mengandalkan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) konvensional, tetapi juga membutuhkan payung hukum khusus teknologi, yaitu Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
Kombinasi kedua undang-undang inilah yang memberikan otoritas hukum dan sanksi yang kuat untuk menjerat pelaku Penipuan Online.
Memahami pasal-pasal kunci ini akan membantu korban mempersiapkan bukti yang relevan dan meningkatkan peluang agar kasus mereka dapat diproses dengan Cepat dan Efisien.
Artikel ini akan membedah Pasal Penipuan Online yang paling sering digunakan oleh aparat penegak hukum, menjelaskan bagaimana kedua undang-undang tersebut saling melengkapi dalam memberikan Sanksi Tegas kepada pelaku kejahatan siber.
1. Pasal 378 KUHP: Dasar Klasik Tindak Pidana Penipuan
Pasal ini adalah fondasi hukum untuk setiap tindak pidana penipuan, termasuk yang dilakukan secara online.
Baca Juga:Dokumen Digital Apa Saja yang Wajib Disimpan saat Melaporkan Kasus Penipuan Online?
Fokus: Unsur Niat dan Merugikan Orang Lain
-
Bunyi Inti: Pasal 378 KUHP mengatur tentang tindakan dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun serangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan sesuatu kepadanya atau supaya membuat utang atau menghapus piutang.
-
Aplikasi Online: Dalam konteks Penipuan Online, “tipu muslihat” atau “serangkaian kebohongan” diwujudkan melalui skema phishing, situs e-commerce fiktif, atau pesan spam yang menjanjikan hadiah palsu.
-
Sanksi: Ancaman pidana penjara paling lama empat tahun. Pasal ini wajib dicantumkan dalam setiap laporan penipuan karena ia memuat unsur kerugian materiel dan niat jahat.
2. Pasal 28 Ayat (1) UU ITE: Memperkuat Unsur Pidana Melalui Media Elektronik
Pasal ini adalah jembatan hukum yang mengaitkan tindakan penipuan konvensional (Pasal 378 KUHP) dengan media elektronik.
Fokus: Berita Bohong dan Merugikan Konsumen
-
Bunyi Inti: Pasal 28 ayat (1) UU ITE melarang setiap orang menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam transaksi elektronik.
-
Aplikasi Online: Pasal ini digunakan untuk menjerat pelaku yang membuat konten (iklan online, website palsu, akun media sosial fiktif) yang berisi Berita Bohong dan Menyesatkan untuk menarik korban melakukan transaksi. Contohnya, membuat online shop dengan foto barang yang tidak sesuai atau menggunakan link palsu untuk mencuri data.
-
Sanksi Turunan (Pasal 45A Ayat 1 UU ITE): Pelanggaran Pasal 28 ayat (1) dapat dipidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1 miliar. Sanksi ini lebih berat dari KUHP dan menunjukkan fokus negara pada kejahatan siber.
3. Pasal 35 UU ITE: Kejahatan Pemalsuan Data dan Sistem Elektronik
Pasal ini digunakan untuk menjerat pelaku yang melakukan manipulasi data atau sistem komputer.
Fokus: Manipulasi Sistem
-
Bunyi Inti: Pasal 35 melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memanipulasi, menciptakan, mengubah, menghilangkan, merusak, atau membuat tidak berfungsinya Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik atau Dokumen Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.
-
Aplikasi Online: Pasal ini relevan untuk kasus phishing di mana pelaku membuat situs login bank palsu (spoofing) atau memanipulasi data transaksi untuk mengambil alih akun korban. Ini adalah pasal kunci untuk menjerat penipu yang menyerang integritas sistem elektronik.
-
Sanksi Turunan (Pasal 51 Ayat 1 UU ITE): Pelanggaran Pasal 35 dapat dipidana penjara paling lama dua belas tahun dan/atau denda paling banyak Rp 12 miliar.
4. Peran Polisi dalam Memproses Laporan Penipuan Online
Polisi bertindak sebagai penyidik dan penuntut awal yang mengumpulkan bukti.
Fokus: Alat Bukti Digital
Saat Memproses Laporan, Polisi akan fokus pada alat bukti sah, yang kini mencakup Alat Bukti Elektronik (sesuai UU ITE).
Bukti-bukti seperti screenshot percakapan, alamat IP pelaku, dan data transaksi bank menjadi sangat penting.
Polisi akan menggunakan pasal-pasal di atas untuk menentukan jenis tindak pidana yang terjadi dan dasar untuk Mengajukan Penuntutan ke Kejaksaan.
Kesimpulan: Kombinasi Hukum untuk Keadilan Digital
Penanganan Penipuan Online memerlukan pendekatan hukum ganda, menggabungkan prinsip kerugian konvensional dalam KUHP dengan aspek teknologi dalam UU ITE.
Pasal Penipuan Online yang paling sering digunakan, yaitu Pasal 378 KUHP dan Pasal 28 (1) UU ITE beserta sanksi turunannya, memberikan Polisi dasar hukum yang kuat untuk mengejar dan menjerat pelaku.
Bagi korban, Wajib Tahu pasal-pasal ini untuk memastikan laporan Anda disajikan dengan bukti yang kuat, yang pada akhirnya akan memperlancar proses hukum dan penuntutan.
Kesadaran hukum adalah pertahanan terbaik melawan kejahatan siber.
Baca Juga:Tips Aman Bertransaksi di Dunia Maya agar Tidak Jadi Korban Penipuan















